BERITACIANJUR.COM – SETELAH menjanjikan kepada sejumlah wartawan bakal memberikan data penyerapan anggaran sosialisasi Pilkada Cianjur 2020 sejak Senin (2/11/2020) lalu, Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU Cianjur, Rustiman tak kunjung menepati janjinya. Ada apa dengan KPU?
Ya, permintaan data terkait anggaran sosialisasi Pilkada Cianjur muncul setelah peristiwa aktivis yang mengamuk dan memarahi Rustiman di Kantor KPU Cianjur. Sang aktivis, Ahmad Anwar, Ketua Cianjur People Movement (Cepot) merasa dibohongi oleh Rustiman dan menduga adanya kejanggalan dan penyimpangan pada anggaran sosialisasi.
Siang tadi (5/11/2020), saat dicoba dikonfirmasi, Rustiman mengatakan, terkait data bukan dirinya engga memberikan, namun hal itu menjadi kewenangan sekretariat. Berbeda dengan pembicaraan sebelumnya yang menyanggupi untuk memberikan data secara lansung setelah berkoordinasi dengan sekretariat, Rustiman mengatakan permintaan data harus disertai dengan surat pengajuan.
“Setelah didiskusikan dengan rekan-rekan komisioner dan juga sekretaris, secara teknis terkait realisasi anggaran menjadi kewenangan sekretariat.
Jika perlu mangga tiasa menghubungi ketua juga.
Yang berhak mengeluarkan dan menyampaikan terkait anggaran itu ya sekretariat di bawah komando sekretaris, jadi dasarnya harus dari sekretariat selaku pengelola,” paparnya kepada beritacianjur.com, Kamis (5/11/2020).
Mendapati penjelasan tersebut, Berita Cianjur langsung melayangkan surat permohonan data realisasi penyerapan sosialisasi Pilkada Cianjur 2020. Namun hingga saat ini data yang diharapkan tak kunjung diperoleh.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Cepot, Ahmad Anwar mengaku janggal dengan gelagat Rustiman. Pasalnya, saat sejumlah wartawan meminta data, ia mengetahui secara langsung bahwa Rustiman menyanggupinya dan akan memberikan data tersebut.
“Kenapa sekarang jadi ribet? Ada apa dengan KPU? Kemarin-kemarin minta data gampang, kenapa sekarang setelah banyak berita dugaan penyimpangan jadi sulit memberikan data? Kondisi seperti ini semakin memperkuat adanya dugaan penyimpangan. Karena kalau tidak ada apa-apa, harusnya berikan saja, kan harus transparansi anggaran dan itu sifatnya informasi publik,” beber pria yang karib disapa Ebes.
Ia memaparkan, pasal 4 UU Pers mengatur bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, mengolah, dan menyebarluaskan informasi. Sementara pasal 18 mengatur bahwa setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik akan diancam pidana maksimal dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta.
Diberitakan sebelumnya, setelah adanya peristiwa seorang aktivis yang mengamuk di Kantor KPU Cianjur Senin (2/11/2020), sejumlah kalangan menyoroti dan menduga adanya sejumlah kejanggaan pada anggaran sosialisasi Pilkada Cianjur 2020 sebesar Rp1,9 M.
Dugaan pertama datang dari Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Menurutnya, dari sekian banyak kejanggalan, salah satu yang menjadi sorotannya yakni pada pos sosialisasi kepada masyarakat oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) sebesar Rp108 juta dan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Rp160 juta.
“Ingat, PPS dan PPK itu sudah mendapatkan honor dan tugasnya membantu KPU salah satunya melakukan sosialiaasi terkait Pilkada. Jadi, jika KPU menambah anggaran sosialisasi melalui PPS dan PPK, itu diduga kuat duplikasi anggaran,” ungkapnya kepada beritacianjur.com, Selasa (3/11/2020).
Selain pada pos anggaran tersebut, ia juga menduga duplikasi anggaran terjadi pada pos sosialisasi tatap muka dengan kelompok masyarakat. “Banyak janggal. Dugaan duplikasi anggaran atau penyimpangannya kuat. Ini harus diusut,” ujarnya.
Senada dengan Anton, Ketua Cianjur People Movement (Cepot), Ahmad Anwar pun menduga adanya kejanggalan pada anggaran sosialisasi Pilkada Cianjur 2020, salah satunya pada pos anggaran sosialisasi kepada masyarakat oleh PPS dan PPK.
Ia menyebutkan, baik PPK maupun PPS sudah mendapatkan honor dalam menjalankan tugasnya. Honor anggota PPS sebesar Rp900 ribu dan ketuanya Rp1 juta perbulan. Sementara honor anggota PPK sebesar Rp1,9 juta dan ketuanya Rp2,2 juta.
“PPK dan PPS ini sudah jelas mendapatkan honor dan sudah jelas salah satu tugasnya melakukan sosialisasi. Jadi kenapa KPU menganggarkan lagi anggaran sosialisasi melalui PPS dan PPK? Ini sangat aneh dan harus diusut tuntas,” tegas pria yang karib disapa Ebes.
Ia berharap, KPU bisa menjelaskan semua kejanggalan yang terjadi dan melakukan transparan anggaran. “Dari kemarin saya sudah meminta data penyerapan anggaran sosialiasi, namun hingga saat ini belum diberikan,” katanya.
Sementara itu, setelah dicoba dihubungi, namun hingga saat ini, Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU Cianjur, Rustiman belum memberikan data penyerapan anggaran sosialisasi Pilkada Cianjur 2020.
“Saya masih menunggu realisasi dari sekretariat, kebetulan lagi tidak di kantor, jadi masih menunggu,” pungkasnya.(gie)