Keterbukaan Informasi Publik Pemkab Cianjur Buruk

Beritacianjur.com – BUNGKAMNYA Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman dan sejumlah pejabat Pemkab Cianjur terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Kantor Kecamatan Cugenang, mendapat sorotan dari sejumlah kalangan.

Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan menilai, kondisi tersebut menunjukkan bahwa keterbukaan informasi publik Pemkab Cianjur sangat buruk.

Menurutnya, penilaiannya tersebut bukan tanpa alasan dan bukan hanya pada kasus yang diduga kuat melibatkan Plt Bupati dan istrinya saja, namun juga berdasarkan penilaian yang dilakukan Komisi Informasi Provinsi (KIP) Jawa Barat.

Pada 2019, KIP menyebutkan bahwa Pemkab Cianjur tak masuk dalam semua kategori penilaian keterbukaan informasi publik. Parahnya lagi, pada 2018, Pemkab Cianjur tak dinilai karena tidak memberikan data untuk diberikan penilaian.

“Hasil tersebut sangat memalukan. Jadi kalau soal bungkamnya pejabat atau soal keterbukaan informasi publik, raport Pemkab Cianjur memang buruk,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Kamis (5/12/2019).

Anton menegaskan, pada UUD 1945 pasal 28 F disebutkan, setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

“Hingga akhirnya, pada tahun 2008 pemerintah mengeluarkan UU nomor 14 tentang 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Disitu diatur mekanisme rakyat mendapatkan informasi publik kepada pemerintah,” ujarnya.

Dalam Undang-Undang tersebut, lanjut Anton, diamanatkan masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi publik dari badan publik, termasuk kementerian, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, instansi pemerintahan, hingga badan usaha yang anggaran berasal dari biaya publik. Baik, BUMN maupun BUMD.

“Semuanya harus membuka informasi kepada masyarakat. Karena, masyarakat memiliki hak menagenai informasi itu. Jadi, aneh ketika Plt Bupati dan sejumlah pejabat lainnya bungkam terus ketika ditanya wartawan terkait proses pengadaan lahan Kantor Kecamatan Cugenang. Jadi pertanyaan besar, kenapa harus bungkam? Atau jangan-jangan memang bermasalah,” katanya.

Baca Juga  Sukaresmi Jadi Sorotan! Heboh Pernikahan Sesama Jenis, Terbaru Video Mesum Siswi SMAN 1 Sukaresmi

Sementara itu, pentolan Cianjur People Movement, Ahmad Anwar dengan tegas mengatakan, bungkamnya sejumlah pejabat menguatkan dugaan kebenaran adanya penyelewengan pada pengadaan lahan Kantor Kecamatan Cugenang.

“Banyak masyarakat yang kesal karena para pejabat bisanya cuma bungkam. Jadi sekarang kita cukup pakai logika saja, kalau mereka merasa tidak bersalah, harus lantang berbicara dan memberikan penjelasan. Nah kalau bungkam, wajib dipertanyakan, jangan-jangan memang mereka terlibat pada kasus dugaan korupsi,” tegasnya.

Menanggapi penilaian dari KIP, ia menilai, dengan hasil yang buruk dalam keterbukaan informasi publik, pejabat Pemkab Cianjur sudah membuat malu seluruh masyarakat Cianjur.

Sebelumnya, Pengamat Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan menegaskan, masyarakat berhak mengetahui informasi publik di instansi pemerintah.

“Ketika substansi informasinya berkaitan dengan hal-hal yang lagi diperiksa aparat penegak hukum, pejabat boleh tidak memberikan penjelasan, karena itu sudah menjadi ranah hukum. Namun soal informasi terkait bahwa satu permasalahan tersebut sedang diperiksa aparat, masyarakat berhak tahu. Jadi, jangan bungkam sama sekali, pejabat berkewajiban memberikan informasi kepada masyarakat,”  ujarnya saat dihubungi beritacianjur.com, Rabu (4/12/2019).

Ia menyontohkan, pejabat boleh bungkam jika pertanyaan dari wartawan tersebut berkaitan dengan perkiraan jumlah kerugian negaranya, nama-nama pejabat yang diduga terlibat, atau hal-hal lainnya yang tengah diperiksa aparat penegak hukum.

Namun, ketika pertanyaannya mengonfirmasi kebenaran bahwa satu permasalahan tersebut tengah ditangani aparat penegak hukum atau soal proses pengadaan lahannya, sambung Asep, maka pejabat harus memberikan penjelasan karena masyarakat berhak mengetahui informasi tersebut.

“Untuk media massa, ketika sejumlah pejabat memilih bungkam, bisa saja mencari informasi dari nara sumber lain yang berkaitan, meskipun yang bersangkutan tak berkenan disebutkan namanya. Hal yang terpenting semuanya bisa dipertanggungjawabkan,” pungkasnya.(gie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *