PEJABAT PUPR, DINKES DAN SEKDA CIANJUR TERANCAM DIPOLISIKAN

Mendagri: Laporkan Oknum Pemda yang Lakukan Tindak Pidana

BANYAK pemerintah daerah yang menganggap dirinya penguasa, bukan pelayan masyarakat. Budaya feodal di Kemendagri khususnya di kalangan pemerintah daerah harus diubah. Itulah yang diungkapkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian. 

Dalam keterangan tertulis yang disampaikan Kapuspen Kemendagri Bahtiar belum lama ini, Tito memerintahkan Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk tak segan membawa oknum pemerintah daerah ke jalur hukum.

Melihat ketegasan Tito tersebut, sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Cianjur terancam dipolisikan. Pasalnya, kesalahan administrasi dan dugaan kuat proyek bermasalah bahkan fiktif yang berpotensi menimbulkan kerugian negara, banyak terjadi di Cianjur.

Sejumlah aktivis dan pemerhati kebijakan publik di Cianjur menyoroti, instansi yang diduga melakukan kesalahan administrasi tersebut yakni Dinas PUPR dan Dinas kesehatan (Dinkes) Cianjur. Mereka juga menyoroti sosok kepemimpinan Sekda Cianjur yang selalu berkilah tak mengetahui permasalahan yang terjadi di Cianjur.

Jika ada oknum pemda yang melakukan tindak pidana dalam bertugas, Tito menegaskan, APIP harus segera melaporkannya ke kepolisian maksimal lima hari kerja.

“Setelah Irjen dan jajaran Apip melakukan pemeriksaan, segera harus melaporkannya kepada Mendagri melalui Irjen. Dengan konsekuensi diberikan pembinaan, sanksi administrasi, atau langsung ditindaklanjuti penegakan hukum melalui Kejaksaan atau Kepolisian,” terangnya.

Tak hanya itu, Tito menegaskan, baik yang menimbulkan kerugian negara ataupun tidak, pemda yang melakukan kesalahan administrasi akan diganjar sanksi administratif. Mereka diberi waktu memperbaiki kesalahan itu selama sepuluh hari kerja sebelum dijatuhi sanksi.

Mantan Kapolri itu juga memerintahkan jajaran pemda untuk mengedepankan hasil dibanding proses dalam perencanaan pembangunan daerah. Kebijakan tersebut senada dengan perintah Presiden Joko Widodo.

Saat ini, semua aparatur negara memang tak bisa merasa dirinya sebagai penguasa lagi. Pasalnya, Tito mengaku tak akan memberi ruang bagi aparatur pemda yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangannya, mempersulit perizinan dan menghambat investasi.

Baca Juga  Tangis Haru Warnai Pelepasan 472 Calon Jemaah Haji, Ini Pesan Bupati Cianjur

Menanggapi hal tersebut, Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center, Anton Ramadhan menilai, kebijakan Mendagri baru tersebut harus disambut baik. Bahkan masyarakat harus turut aktif untuk segera melaporkan dugaan penyelewengan yang dilakukan para aparatur pemerintahan.

Di Cianjur, sambung Anton, Dinas PUPR, Dinkes dan Sekda Cianjur diduga melakukan pelanggaran, kesalahan administrasi serta penyalahgunaan wewenang.

“Khusus untuk Sekda yang juga sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), tak pantas jika hanya menjawab tidak tahu dan berlagak sibuk dengan pekerjaannya. Jika ada kasus dugaan pelanggaran dan sekda bilang tidak tahu, itu sama saja dengan penyalahgunaan wewenang. Ingat sekda itu jabatan teknis bukan politis,“ ujarnya kepada beritacianjur.com, Minggu (27/10/2019).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, sambung Anton, pasal 29 ayat 3 menyebutkan, Sekretariat Daerah kabupaten/kota mempunyai tugas membantu bupati/wali kota dalam penyusunan kebijakan dan pengoordinasian administratif terhadap pelaksanaan tugas Perangkat Daerah serta pelayanan administratif.

“Tugasnya sudah jelas, jadi tidak pantas jika selalu beralasan tidak tahu dan enggan ditanya berbagai persoalan di lingkungan Pemkab Cianjur,“ katanya.

Dari segi penghasilan, sambung Anton, pendapatan Sekda pun cukup fantastis. Berdasarkan Keputusan Bupati Cianjur Nomor 903/Kep.273-Pemb/2018 tanggal 28 Desember 2018 tentang Standar Biaya Umum Kegiatan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2019, tunjangan kinerja yang didapatkan Sekda Cianjur tiap bulannya sebesar Rp26 juta.

“Rp26 juta itu hanya tunjangan kinerja, belum gaji dan lain-lain. Jadi, dengan penghasilan sebesar itu, apa masih pantas cukup tidak tahu dengan persoalan-persoalan dan berlagak sibuk dengan pekerjaannya?” ungkapnya.

Terkait persoalan di Dinas PUPR, Anton menjelaskan, selain permasalahan kasus penebangan ratusan pohon milik Pemkab Cianjur yang tidak mengantongi izin, lima proyek pembangunan rest area pun diduga bermasalah, bahkan ada yang diduga kuat fiktif.

Baca Juga  Syarat dan Cara Daftar Rekrutmen Bersama BUMN Batch 2, Loker untuk Semua Jurusan

“Ya, ada lima pembangunan rest area yang diduga bermasalah, yaitu di Cidaun, Cikalong, Haurwangi, Naringgul dan Puncak. Nah untuk rest area Puncak, itu diduga kuat fiktif karena wujud fisik bangunannya tidak ditemukan di sepanjang kawasan Puncak,” jelasnya.

Sementara terkait permasalahan di Dinkes Cianjur, Anton menyebutkan, meski sudah tertera dalam rencana umum pengadaan (RUP) Dinkes Cianjur, namun hingga saat ini masih banyak kegiatan proyek yang belum juga ditender alias dana Banprov dan DAK 2019 tidak semua diserap.

“Penyerapan anggaran di Dinkes ini memang bermasalah. Baik yang bersumber dari anggaran DAK maupun Banprov, hingga saat ini masih banyak yang belum ditender. Jelas-jelas ini masalah dan diduga kuat adanya pelanggaran,“ terangnya.

Senada dengan Anton, pentolan Cianjur People Movement (Cepot), Ahmad Anwar menyambut baik kebijakan dan ketegasan Mendagri baru. Bahkan pria yang karib disapa Ebes tersebut menegaskan, pihaknya akan terus mengawal bahkan bila perlu melaporkannya langsung terkait dugaan-dugaan permasalahan yang dilakukan aparatur pemerintahan di Cianjur.

“Sekarang yang dugaannya kuat melakukan pelanggaran itu ada di Dinas PUPR, Dinkes dan Sekda Cianjur. Itu yang sudah tercium, mungkin di dinas-dinas yang lainnya juga melakukan pelanggaran. Kami siap mengawal dan melaporkan semua pelanggaran,“ pungkasnya.(gie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *