Beritacianjur.com – PERSOALAN Perum Bulog Sub Divre Cianjur yang memasok beras medium ke dapur umum bagi warga terdampak Covid-19, ternyata bukan hanya dari segi kualitas atau dinilai wakil rakyat berasnya tak layak konsumsi saja, namun juga dianggap menimbulkan kerugian negara. Benarkah?
Ya, hal tersebut disampaikan Direktur Pusat Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan, Rabu (6/5/2020). Menurutnya, kerugian negara tersebut muncul dari harga yang dikeluarkan Pemkab Cianjur untuk membeli beras medium dari Bulog Cianjur.
Anton memaparkan, untuk membeli beras medium yang dinilai Komisi B DPRD Cianjur tidak layak konsumsi, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur mengeluarkan biaya Rp10.543 per kilogram yang dibeli dari Bulog Cianjur.
“Harga beras medium di gudang Bulog itu sebenarnya harganya hanya Rp8.100. Namun karena pembeliannya bukan dalam rangka operasi pasar, maka harga yang dikeluarkan Pemkab sebesar Rp10.543 atau lebih mahal sebesar Rp2.443 per kilogramnya,” katanya.
Logikanya, sambung dia, jika dengan harga Rp10.543 per kilogram Pemkab Cianjur membeli beras dari pasar umum atau pihak swasta, maka beras yang diperoleh kualitasnya premium dan masyarakat akan mendapatkan beras yang lebih layak dikonsumsi.
“Jadi kenapa harus beli dari Bulog kalau kualitas berasnya lebih buruk? Jika di pasaran dengan harga Rp10.543 bisa mendapatkan beras kualitas premium, kenapa harus memaksakan membeli dari Bulog? Prioritasnya harus untuk masyarakat terdampak Covid-19 dong. Kalau bisa memberikan yang berkualitas, kenapa harus beli yang dinilai wakil rakyat tidak layak konsumsi?” tegasnya.
Ia menilai, kasus beras medium dari Bulog untuk dapur umum berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp2.443 per kilogramnya. Jika diasumsikan per kecamatan pasokan beras untuk dapur umumnya sebanyak 1,2 ton, maka kerugian negara per kecamatan sebesar Rp93.811.200.
“Harga beras medium di Bulog itu Rp8.100, tapi karena bukan operasi pasar dan Pemkab Cianjur membelinya seharga 10.543, maka lebih mahal atau ada kerugian Rp2.443 per kilogramnya. Jika asumsinya per kecamatan dipasok 1,2 ton, maka 1.200 kilogram dikalikan 2.443 itu Rp2.931.600. Jika dikalikan 32 kecamatan, maka potensi kerugiannya sebesar Rp93.811.200,” bebernya.
“Ini bukan persoalan kerugian secara nilai saja, namun juga soal kerugian yang diperoleh masyarakat terdampak Covid-19. Jadi, jika seharusnya masyarakat bisa mendapatkan beras berkualitas premium, kenapa dipaksakan harus membeli beras Bulog yang kualitas medium?” sambung Anton.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Perum Bulog Sub Divre Cianjur, Rahmatullah mengatakan, jika ada masyarakat berpikir bahwa jika membeli beras bukan dari Bulog bisa mendapatkan beras kualitas premium sementara dari Bulog hanya beras medium, hal tersebut sah-sah saja. Namun persoalannya, lanjut dia, harga Rp10.543 itu berdasarkan peraturan direksi dan instruksi presiden.
“Saya setuju dengan logika kalau harganya Rp10.543 itu mending beli beras di luar Bulog karena bisa mendapatkan beras premium. Tapi kita kembali lagi ke pemerintah daerah, kalau mengambil dari kami ya berasnya medium,” jelasnya kepada beritacianjur.com belum lama ini.
“Kita akui beras dari kami itu bau, baunya bau karung, ya wajar karena disimpan lebih dari 3 bulan. Tapi kalau yang dikatakan dewan tidak layak konsumsi, saya pikir tidak sepenuhnya benar. Hanya mungkin ekspektasi masyarakat membandingkannya sama beras BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) yang premium,” sambung dia.
Terkait ketentuan harga Rp8.100 namun Pemkab Cianjur harus membeli beras medium dengan harga Rp10.543, Rahmatullah menerangkan, hal tersebut diatur dalam peraturan direksi dan instruksi presiden.
Jika membeli beras dari Bulog dengan kebutuhan operasi pasar atau ketersediaan pasokan stabilisasi harga, kata Rahmatullah, maka harga beras di gudang Bulog Rp8.100 dan kemungkinan harga di luaran sebesar Rp8.500 hingga Rp9.500.
“Itu ketentuannya dewan koperasi pasar. Apabila ada gejolak harga, Rp8.100 ini diberlakukan dalam operasi pasar, kekuarangannya itu kita tagihkan ke Kementerian Keuangan seharga Rp10.543. Artinya, subsidinya ditanggung pemerintah. Tapi kalau untuk penanganan Covid-19 yang itu bukan operasi pasar, maka subsidinya tidak ditagihkan ke kementerian, namun oleh pemerintah daerah, yakni harganya Rp10.543,” bebernya.
Ia menambahkan, beras untuk dapur umum itu beras medium. Kontrakya dengan Pemkab Cianjur, kata dia, pihak Pemkab Cianjur berkeinginan agar cadangan pangan pemerintah daerahnya (CPPD) itu disalurkan ke dapur umum.
“Bukan mau membela diri, jadi harga Rp10.543 itu sudah ada ketentuannya dan ada peraturan direksinya bahwa apabila pemerintah daerah mau menyetok beras di dalam gudang Bulog, itu ketentuan harganya Rp10.543 dan itu beras medium,” ucapnya.
“Nah, ke depannya, kalau memang ada keinginan Pemkab Cianjur bahwa mau membeli beras premium, ya mangga-mangga saja, tapi CPPD itu memang beras medium dan instruksi presidennya seperti itu,” pungkasnya.(gie)