Tanah Bengkok Jadi Milik Pribadi, Kades dan Sekdes Saling Tuding, Uang Kompensasi Masih Dipegang Mantan Ketua BPD

Beritacianjur.com – SEGUDANG permasalahan tengah menyelimuti Pemerintah Desa Mekarsari Kecamatan Cianjur. Selain tengah diperiksa Inspektorat Daerah (Irda) Cianjur terkait adanya dugaan korupsi, kini muncul temuan baru terkait adanya dugaan tanah carik alias tanah bengkok yang dijual. Benarkah?

Sekretaris Desa Mekarsari, Tuti Mutiara membenarkan jika salah satu tanah milik Desa Mekarsari di RT 03 RW 07 sudah menjadi milik perorangan untuk dijadikan hunian pribadi. Namun ia menegaskan, tanah desa tersebut bukan dijual melainkan ditukar dengan tanah lain yang terjadi pada 2016 lalu.

“Muhun perkawis tanah carik eta teh kang. Sekarang sudah jadi milik Pak Dadeng, tapi itu ditukar bukan dijual,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Jumat (14/2/2020).

Tuti menerangkan, tanah seluas 200 meter persegi tersebut sudah ditukar dengan tanah pengganti yang berada di Kampung Raweuy RT 01 RW 07 Desa Mekarsari seluas 800 meter persegi.

Saat ditanya mekanisme dan aturan, Tuti mengaku tidak tahu menahu. Ia mengklaim tak pernah dilibatkan dalam proses tukar tanah. “Saya tidak tahu apa-apa. Karena saat itu yang memiliki kewenangan mantan kades dan mantan Ketua BPD Mekarsari,” ucapnya.

Terkait informasi yang dihimpun soal adanya penerimaan sejumlah uang sekitar Rp30 juta yang diterima mantan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Mekarsari, Tuti juga enggan berkomentar.

“Soal kompensasi pasti ada, namun soal jumlah saya tidak tahu. Hal itu harus ditanyakan langsung ke mantan kades sama mantan ketua BPD, karena mereka yang bersangkutannya,” jelasnya.

Untuk memastikan kejelasan hal tersebut, wartawan langsung mendatangi kediaman mantan Kepala Desa Mekarsari, Yana Supriatna. Namun saat ditanya, ia terlihat bingung dan tak bisa menjelaskan kebenarannya. Yana malah meminta wartawan untuk menanyakan hal tersebut kepada perangkat desa.

Baca Juga  Kuasa Hukum Sugeng Ajukan Gugatan Praperadilan Kasus Tabrak Lari Selvi Amalia

“Sebelumnya saya minta maaf jika ada salah kata. Saya orang yang kurang paham soal hukum. Waktu itu, yang pertama mengusulkan pihak BPD, dan seluruh perangkat desa juga mengetahui,” terangnya.

Terkait uang kompensasi senilai Rp30 juta, Yana menyebutkan, hingga saat ini masih dipegang mantan kepala BPD dan belum disetorkan ke Pemdes Mekarsari.

Yana menambahkan, terkait surat izin baik dari Bupati Cianjur maupun masyarakat Desa Mekarsari, ia tidak tahu menahu karena hingga saat ini pun ia belum pernah melihat surat tersebut.

“Soal aturan atau izin pengalihan tanah carik ditempuh atau tidak, saya tidak tahu, silahkan tanya saja langsung ke mantan ketua BPD, saya takut salah bicara,” paparnya.

Menanggapi kondisi tersebut, Ketua Cianjur People Movement (Cepot), Ahmad Anwar menilai, proses pelepasan hak kepemilikan tanah desa di Desa Mekarsari janggal dan diduga menyalahi aturan.

“Jika benar tanahnya ditukar, harus bisa dibuktikan dengan bukti administrasi atau surat menyurat. Ini yang terjadi malah saling tuding dan katanya uang kompensasinya masih di mantan kepala BPD. Jika benar uang kompensasi masih dipegang, sudah bisa dipastikan prosesnya cacat hukum karena belum diproses secara administrasi,” tegasnya.

Pria yang karib disapa Ebes memaparkan, pada persoalan tanah carik atau tanah bengkok diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa.

Pada ayat 1, sambung Ebes, disebutkan bahwa kekayaan desa yang berupa tanah desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum. Sedangkan pada ayat 2 disebutkan, pelepasan hak kepemilikan tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan memerhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Baca Juga  MUI Cianjur Sebut Praktik Kawin Kontrak Haram dan Telah Menodai Agama

“Pasal 3 menyebutkan, penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik dan berlokasi di desa setempat. Di pasal 4, pelepasan hak kepemilikan tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa,” bebernya.

“Terakhir pada pasal 5, Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan

Gubernur. Proses yang terjadi di Mekarsari wajib ditelusuri dan diusut tuntas,” pungkasnya.(wan/gie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *