Hasil Panen Merosot Tajam Gegara Diserang Hama Wereng, Petani Teriak, DTPHPKP: Terkendala Anggaran

BERITACIANJUR.COM – Petani di Kecamatan Karangtengah resah dengan semakin meningkatnya serangan hama wereng batang cokelat (WBC), yang menyebabkan hasil panen merosot tajam.

Salah seorang petani asal Desa Hegarmanah, Kecamatan Karangtengah, Cianjur, Rustam mengatakan, sebelum adanya serangan hama WBC, ia biasa mendapatkan hasil panen sekitar 6 ton gabah per hektar.

“Sekarang rugi banget. Kemarin Cuma dapat sekitar 80 kilogram. Kalau dijual Cuma sekitar Rp800 ribu, padahal modal untuk satu hektar itu bisa sampai Rp10 juta,“ ujarnya, Selasa (17/6/2025).

Rustam menjelaskan, serangan hama WBC terjadi secara cepat dan agresif, terutama menjelang masa panen. Jika padi sudah memasuki masa siap panen namun diserang WBC, sambung dia, hasilnya bisa gagal total.

“Kalau padi sudah 90 persen siap panen lalu kena WBC, habis sudah. Dampaknya langsung terasa,” ungkapnya.

Ia berharap pemerintah lebih serius menangani masalah ini, terutama melalui penyuluhan rutin dan bantuan pestisida yang merata. Ia menyayangkan, bantuan yang diterima oleh desa lain belum menyentuh wilayahnya.

“Kemarin saya lihat ada bantuan ke desa lain, tapi untuk Desa Hegarmanah sendiri belum ada. Harapan kami bantuan itu bisa menyeluruh,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, dan Ketahanan Pangan (TPHPKP) Kabupaten Cianjur, Nurdiyati, mengakui bahwa penanganan hama WBC masih terkendala oleh keterbatasan anggaran.

“Bantuan obat-obatan memang sudah dibagikan ke sejumlah kelompok tani, tapi jumlahnya terbatas karena anggaran terkena efisiensi. Bahkan pengadaan pestisida pun masih menggunakan sistem pinjaman karena belum tersedia anggaran sepenuhnya,” jelasnya.

Sejak Mei 2025, lanjut dia, pihaknya telah melakukan berbagai upaya termasuk penyuluhan kepada petani tentang antisipasi dan penanganan hama. Masing-masing Daerah Perlindungan Pertanian (DPP) juga disebut sudah menyediakan pestisida, meskipun dalam jumlah terbatas.

Ia menduga siklus kemunculan WBC kali ini dipercepat akibat perubahan iklim. Biasanya, hama ini muncul setiap lima tahun sekali. Namun kali ini, dalam waktu tiga tahun, serangan WBC sudah kembali terjadi.

“Seharusnya sekarang masuk musim kemarau, tapi yang terjadi adalah kemarau basah. Kondisi ini memicu serangan hama. Kalau kemarau kering, biasanya serangan tidak terjadi,” jelasnya.

Nurdiyati menilai, WBC termasuk salah satu hama paling sulit dikendalikan karena dapat menyebabkan fuso atau gagal panen total. Oleh karena itu, pemerintah terus melakukan sosialisasi dan edukasi agar para petani bisa lebih siap menghadapi potensi serangan.

“Sejak Mei, kami sudah gencar melakukan penyuluhan. Pemerintah sudah berupaya semaksimal mungkin untuk mencegah dampak yang lebih besar,” pungkasnya.(iky)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *