Beritacianjur.Com – DINAS Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Pertanian, Perkebunan, Pangan dan Holtikultura, serta RSUD Sayang Cianjur tengah menjadi sorotan publik. Bukan soal prestasi, namun malah terkait adanya segudang permasalahan.
Ya, setelah sebelumnya Pusat Kajian Kabijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC) mengungkap sejumlah dugaan korupsi dan pelayanan buruk di tiga instansi pemerintahan tersebut, kini giliran Cianjur People Movement (Cepot) yang buka suara.
Pentolan Cepot, Ahmad Anwar menegaskan, berkaitan dengan semua permasalahan di DLH, Dinas Pertanian dan RSUD Cianjur tersebut, pihaknya mengaku akan segera melakukan aksi unjuk rasa.
“Surat aksinya sudah kami layangkan ke Polres Cianjur dan ditembuskan ke sejumlah dinas terkait. Aksi Senin (3/1/2020) nanti untuk mengusut tuntas dugaan korupsi dan pelayanan buruk. Semua itu tidak bisa dibiarkan lagi, harus diusut tuntas dan segera ditindak tegas,” ujar pria yang karib disapa Ebes kepada beritacianjur.com, Rabu (29/1/2020).
Terkait persoalan di DLH, Ebes menduga adanya penggelapan dan rekayasa laporan pendapatan retribusi; indikasi korupsi dalam bentuk ‘mark down’ pendapatan retribusi kebersihan tahun 2019; pelanggaran Undang-Undang atau penarikan retribusi tanpa karcis, serta pemungutan retribusi tidak sesuai dengan Perda.
“Berdasarkan analisis CRC, sejumlah permasalahan tersebut diduga sudah berlangsung sejak 2014 hingga sekarang. Ini sudah sangat parah. Kami juga sudah mengkaji semuanya dan dugaannya memang sangat kuat,” katanya.
Sementara di Dinas Pertanian, sambung Ebes, selain adanya dugaan ‘mark up’ serta sejumlah kejanggalan pada pelaksanaan pencetakan sawah baru di Cianjur, pihaknya juga menyoroti terkait kejanggalan pada pekerjaan pembangunan lahan parkir Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Karangtengah.
“Selain tidak terdaftar di LPSE Pemkab Cianjur, di lokasi pembangunan lahan parkir BPP Karangtengah tersebut juga tidak terpasang papan proyek. Ini sangat janggal,” ungkapnya.
Sedangkan soal dugaan ‘mark up’ serta sejumlah kejanggalan pada pelaksanaan pencetakan sawah baru, Ebes menilai, Dinas Pertanian sudah jelas melanggar pedoman teknis dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, terkait standar biaya cetak sawah baru.
“Logika saja, dalam pedoman, biaya pencetakan/perluasan sawah baru itu paling tingginya senilai Rp16 juta per hektar untuk di Pulau Jawa. Ini kok Cianjur malah lebih tinggi dan beda-beda. Selain diketahui pernah menghabiskan anggaran Rp23 juta per hektar, diketahui juga ada yang malah sebesar Rp27 juta per hektar,” bebernya.
Terakhir, terkait persoalan di RSUD Sayang Cianjur, Ebes menilai jajaran direksi dan sejumlah pejabat di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tersebut harus segera dievaluasi karena pelayanan buruk dan segudang permasalahan.
“Banyak pengakuan pasien yang mengeluh terhadap pelayanan buruk di RSUD Cianjur. Bahkan ada juga yang mengaku merasa ditipu. Lebih parahnya lagi, banyak juga yang setelah dirujuk ke RSHS, ternyata penindakan medis di RSUD dinilai salah dan fatal. Salah satu contoh dari sekian banyak pasien, ada korbak laka lantas yang luka di pipinya dibiarkan bernanah. di RSUD, masalahnya sudah sangat banyak,” paparnya.
Ebes menilai, keterbukaan informasi di tiga instansi pemerintahan tersebut juga sangat parah. Alhasil, aksi unjuk rasa nanti juga sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap buruknya kinerja dan pelayanan.
“Kami berharap, aparat penegak hukum juga segera turun tangan. Dugaannya sudah sangat kuat, mau tunggu apa lagi?” pungkasnya.(gie)