Beritacianjur.com – PERMASALAHAN Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Cianjur, makin membingungkan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan sejumlah agen Elektronik Warung Gotong Royong (E-Warong). Dugaan pelanggarannya pun terus bermunculan. Benarkah?
Dugaan pelanggaran yang muncul di lapangan di antaranya, pengondisian pemotongan jatah beras, pemaketan berupa satu jenis produk salah satunya beras, serta pengarahan pembelian kepada salah satu perusahaan yang zonasinya sudah diatur.
Kebingungan dan dugaan pelanggaran tersebut salah satunya dirasakan Agen E-Warong Sindangbarang, Opik. Ia mengaku bingung karena belum ada sosialisasi terkait penjelasan detail BPNT.
“Hal yang bikin saya bikin bingung itu terkait penyaluran dan peraturan suplayer atau pemasok. Saya bingung, tata cara pengadaan logistik seperti beras untuk penyaluran BPNT ini disuplai oleh Bulog atau harus dari perusahaan tertentu?” ujarnya kepada beritacianjur.com, belum lama ini.
Opik mengatakan, Dirut Perum Bulog Budi Waseso pernah menegaskan bahwa mulai 1 September 2019, pihaknya menjadi penyalur seluruh beras dalam program BPNT. Namun ternyata, sambung Opik, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) membawa selembaran PO dari salah satu perusahaan swasta.
“Informasinya jadi simpang siur. Bulog bilang penyalur, tapi kenyataan di lapangan ada perusahaan swasta. Ini tuh permainan mafia atau gimana? Kalau menurut saya sih mendingan memaksimalkan petani-petani lokal. Jadi E-Warong cukup membeli ke petani lokal,“ ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Sosial, Ahmad Mutawali mengatakan, dalam penyaluran BPNT, tidak ada paksaan harus menunjuk ke salah satu perusahaan.
“Dalam peraturan itu kan masuknya pasar bebas, tak ada paksaan penunjukkan ke salah satu perusahaan. Adapun bandar-bandar lokal bekerjasama dengan pihak E-Warong, tidak ada penekanan harus ke zona mana-mananya. Kalau ada pembagian zona, kita laporkan karena kita sudah kerja sama dari segi pengawasan dengan tikor (tim koordinasi) kecamatan dan kabupaten,” jelasnya.
Terkait dugaan pemaketan berupa satu jenis produk salah satunya beras, Mutawali menegaskan hal tersebut tidak benar. Pasalnya, KPM memiliki hak untuk memilih sesuai keinginannya sendiri.
“Jadi, jika KPM butuh beras saja bisa, telur saja bisa, atau dua-duanya juga bisa yang penting sesuai nilai yakni Rp110.000 per bulan. Jika ada intimidasi yang mengharuskan untuk membeli 1 jenis saja, harus ditindaklanjuti,“ ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Cianjur, Sahli Saidi mengaku geram mendengar adanya kabar pengondisian pemaketan terhadap salah satu jenis produk. Menurutnya, hal tersebut merupakan pelanggaran.
“Itu jelas tidak boleh, terserah masyarakat (KPM) mau apa. Aturan kita pakai, produknya itu ada telur sama beras, tidak boleh diarahkan. Ini jelas melanggar aturan dan harus ditindaklanjuti,“ tegasnya, Senin (4/11/2019)
Terkait adanya dugaan yang mengharuskan E-Warong untuk membeli sesuai zonasi yang sudah ditentukan oleh Dinas Sosial Cianjur, Sahli menilai hal tersebut bukan program BPNT melainkan bisnis.
“Tak ada ketentuan zonasi, kalau ada itu bisnis bukan BPNT, karena jelas itu mencari untung dan berarti jelas pelanggaran. DPRD siap untuk turun ke lapangan dan pihak media juga diharapkan mengawal kita,“ pungkasnya.(wan)