BERITACIANJUR.COM – Pesulap terkenal Indonesia, Limbad boleh saja sakti dalam melakukan trik-trik sulap yang terbilang ekstrem. Tapi untuk persoalan ‘menyulap’ menaikkan anggaran, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Cianjur jagoannya. Benarkah?
Ya, hal tersebut diungkap Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Ia mengklaim menemukan dugaan pelanggaran yang dilakukan BPKAD Cianjur, yakni menambah alokasi anggaran melebihi Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tanpa dasar hukum.
Sekadar informasi, PPAS merupakan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) setelah disepakati dengan DPRD. Di Cianjur, kata Anton, tak hanya diduga kuat tanpa persetujuan dewan, namun kenaikan alokasi anggaran yang dilakukan BPKAD Cianjur pun tanpa didasari hukum alias pelanggaran.
“Selain harus dibahas dan disetujui dengan dewan, kenaikan anggaran itu harus jelas dasar hukumnya dan tak bisa seenak jidat. Ini benar-benar janggal dan dugaan mark up-nya sudah sangat kuat,” ujar Anton kepada beritacianjur.com, Rabu (27/1/2021).
Untuk membuktikan temuannya, ia memaparkan temuannya terkait kejanggalan pada pos belanja pegawai di BPKAD Cianjur tahun anggaran 2019. Pada PPAS murni yang harusnya jadi patokan, nilainya hanya Rp6.882.166.699. Namun nilainya ujug-ujug naik pada APBD murni 2019 yakni menjadi Rp11.890.683.200.
Sementara pada PPAS perubahan dan APBD perubahan, nilainya persis Rp7.106.966.500, namun yang menambah kejanggalan terjadi pada realisasi belanja pegawai yang dilakukan BPKAD yakni senilai Rp8.361.159.868. “Melebihi plafon tertinggi itu sudah sangat jelas bahwa itu pelanggaran. Jadi, dengan adanya temuan ini, dugaan korupsi atau mark up di BPKAD Cianjur sudah sangat kuat dan harus segera diusut tuntas,” tegasnya.
Untuk lebih memperjelas lagi, Anton membeberkan alur pengalokasian anggarannya. Menurutnya, Kebijakan Umum Anggaran (KUA) PPAS dibahas dengan DPRD Cianjur pada Agustus 2018. Lalu anehnya, pada 28 Desember 2018, baru muncul Keputusan Bupati Cianjur Nomor 900/Kep.274-Pemb/2018 tentang Standar Biaya Umum Dalam Standar Tertinggi Pembakuan Biaya Kegiatan Belanja Daerah Kabupaten Cianjur Tahun Anggaran 2019.
“Plafon atau patokan maksimalnya kan sudah jadi duluan saat dibahas dengan DPRD. Lalu kenapa akhirnya baru dibuat standar biaya umum dan angkanya naik? Kapan pembahasan kenaikannya? Diduga kuat DPRD tidak mengetahui ini. Dugaan korupsinya benar-benar sangat kuat. Hebat, BPKAD ini ibarat tukang sulap yang tiba-tiba bisa menyulap anggaran menjadi naik,” ungkapnya.
Anton menambahkan, temuan yang kali ini ia ungkap baru pada pos belanja pegawai dan baru di BPKAD Cianjur saja. Ia mengklaim, kejanggalan dan pelanggaran pun terjadi pada pos-pos lainnya dan juga terjadi di hampir semua dinas atau badan daerah di Cianjur. “Sekarang kami baru buka pos belanja pegawai di BPKAD Cianjur, selanjutnya kami bakal buka data dan fakta pada pos-pos lainnya dan dinas atau badan lainnya,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan dari BPKAD Cianjur. Saat dicoba dikonfirmasi langsung, Kepala BPKAD Cianjur, Dedi Sudrajat belum memberikan jawaban.(gie)(gie)