Isra Mikraj, Komitmen Keimanan, dan Kesalehan Sosial

Oleh: Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas

Isra Mikraj adalah peristiwa perjalanan Nabi Muhammad Saw dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Yerussalem (Isra), yang dilanjutkan ke Sidratul Muntaha atau langit ketujuh (Mikraj).

Ulama berpendapat bahwa peristiwa ini terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian.

Oleh-oleh terbesar dari peristiwa ini adalah perintah salat lima waktu. Secara etimologi, salat berarti doa (berpengharapan). Sedang terminologi, salat berarti ibadah berupa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.

Takbir atau “Allahu Akbar” adalah bentuk penghambaan atas kemahabesaran Allah. Ini adalah pengakuan berdimensi tauhid, meng-esakan Allah, cermin kepatuhan dalam relasi vertikal antara hamba dan Tuhan.

Salat diakhiri dengan salam (doa keselamatan), sembari menoleh ke kanan dan ke kiri. Salam pada pengujung salat mengantarkan hamba dari ritual berdimensi spiritual kepada kesalehan sosial. Salam membangun kesadaran bahwa manusia adalah makhluk sosial. Karenanya, perlu terus diingatkan tentang pentingnya membangun kedamaian, persaudaraan, kerukunan, dan merekatkan ikatan kemanusiaan.

Salat mencegah manusia dari perbuatan keji (fakhsya) dan munkar. Sebagian ulama menerjemahkan fakhsya sebagai sesuatu yang melampaui batas dalam keburukan (kekejian), baik ucapan maupun perbuatan, misalnya kemusyrikan, kekikiran, perzinaan, termasuk caci maki dan hinaan. Sedang munkar, sebagian ulama mendefinisikan sebagai segala sesuatu yang melanggar norma-norma agama dan budaya atau adat-istiadat suatu masyarakat.

Salat yang menjadi oleh-oleh Isra Mikraj Nabi Muhammad menegaskan bahwa agama dan kemanusiaan hidup berdampingan. Agama datang untuk memanusiakan manusia, dengan cara memelihara agamanya, jiwanya, akalnya, kehormatannya, dan hartanya.

Isra Mikraj menjadi momentum kembali menyadari bahwa kita hanyalah seorang hamba, Allah-lah yang Maha Besar dan Maha Esa.

Baca Juga  Mulai Padamkan Si Jago Merah hingga Lepas Cincin di Jari Manis, Ini Aksi Penyelamatan Damkar Cianjur

Tidak semestinya seorang hamba berlaku sombong dan congkak sehingga suka mencaci dan menghinakan sesama, serta membuat kerusakan di atas bumi-Nya.

Isra Mikraj juga menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya terus menebar kedamaian dan kemaslahatan dalam hidup bersama. Semoga kedamaian dan kerukunan umat terus terjaga menuju Indonesia Maju.(*)

Sumber: kemenag.go.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *