Ada Dugaan ‘Mark Up’ Biaya Cetak Sawah Baru

Beritacianjur.com – KEJANGGALAN terjadi pada pelaksanaan pencetakan sawah baru di Cianjur. Meski sudah terbit Perbup Nomor 36 Tahun 2018, namun Dinas Pertanian, Perkebunan, Pangan dan Holtikultura Cianjur masih mengacu pada Perbup sebelumnya, yakni Perbup Nomor 31 Tahun 2011. Kok bisa?

Ya, pada tahun 2019, Dinas Pertanian melakukan pencetakan sawah baru dengan menghabiskan anggaran Rp23 juta per hektar. Padahal pada Perbup Nomor 36 Tahun 2018 tentang Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pelaksanaan Pencetakan Sawah Baru, tidak dicantumkan biaya per hektarnya.

Kejanggalan atau dugaan adanya mark up terlihat dari Pedoman Teknis Perluasan Sawah Pola Swakelola Tahun 2017, dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian 2017, yang memberlakukan pagu anggaran maksimal untuk wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara sebesar Rp16 juta per hektar.

Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian Cianjur, Dandan Hendayana membenarkan, pemberlakukan Rp23 juta per hektar tersebut karena mengacu pada Perbup No 31 Tahun 2011.

Ketika disebutkan bahwa Perbup tersebut sudah tak berlaku karena muncul Perbup baru, Dandan menegaskan, sebelumnya pihaknya sudah berkonsultasi dengan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Cianjur.

“Kita sudah konsultasi ke Bawasda karena memang usulan kegiatan cetak sawah baru 2019 sudah masuk dalam renstra. Kemudian kita juga sudah usulkan untuk dimasukkan ke dalam standar baku. Dalam e-budgeting juga ada,” ujar Dandan kepada beritacianjur.com belum lama ini.

Terkait standar harga APBN atau pedoman teknis yang hanya Rp16 juta per hektar, Dandan menilai standarnya terlalu low cost dan memutuskan menggunakan referensi Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) cetak sawah 2018 yang menggunakan harga Rp23 juta per hektar.

Baca Juga  Viral! Sapi Nyangkut di Atap Rumah Warga di Pacitan

“Iya Pak, APBN itu terlalu low cost. Intinya, kita gunakan Rp23 juta per hektar itu karena rujukan harga satuan untuk cetak sawah sangat minim,” ucapnya.

Meski Dandan menilai jika standar APBN sangat rendah, namun ia menyebutkan pencetakan sawah baru dari APBN yang menggunakan standar harga Rp16 juta per hektar sudah rampung sesuai dengan target.

Kejanggalan lainnya terlihat juga dari Perbup sebelumnya, yakni tahun 2011 yang menjadi acuan Dinas Pertanian dalam penetapan harga pencetakan sawah baru. Ternyata, harga Rp23 juta itu diperuntukkan lahan berupa hutan berat. Namun Dandan tetap berkilah bahwa hal tersebut bervariasi.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan menilai, semua penjelasan dari Dinas Pertanian tak bisa menjawab kejanggalan dan dugaan mark up yang berpotensi menimbulkan kerugian Negara.

“Selain sudah tak sesuai dengan Perbup baru dan pedoman teknis dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, saya juga memiliki pertanyaan, logikanya, jika standar APBN yang menggunakan harga Rp16 juta per hektar bisa terlaksana sesuai target, lalu kenapa yang bersumber dari APBD harus memakan biaya yang lebih besar? Ini sangat janggal dan diduga adanya mark up karena tak mengacu kepada Perbup dan pedoman teknis,” pungkasnya.(gie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *