BERITACIANJUR.COM – Bupati Cianjur, Mohamad Wahyu Ferdian membuka acara sosialisasi pengendalian gratifikasi yang digelar bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Hotel Cordella Cianjur, Rabu (19/11/2025).
Pada acara yang dihelat dalam rangka Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2025 tersebut, Wahyu menegaskan kembali komitmen Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur dalam membangun tata pemerintahan yang bersih, transparan, dan bebas gratifikasi.
Menurut Wahyu, upaya reformasi birokrasi di Kabupaten Cianjur akan terus diperkuat dengan menjadikan integritas sebagai pondasi utama.
Ia juga menegaskan, bahwa gratifikasi sekecil apapun bentuknya, berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan penyalahgunaan kewenangan, sehingga harus menjadi perhatian seluruh ASN.
“Ini merupakan sebuah kehormatan sekaligus energi positif bagi kami di Cianjur untuk memperkuat komitmen bersama membangun pemerintahan yang bersih,“ ujarnya saat acara yang dihadiri Wakil Bupati Cianjur, Ramzi Geys Thebe, para perangkat daerah dan seluruh camat se-Cianjur.
“Melalui kehadiran bapak-bapak dari KPK, saya berharap seluruh PIC (penanggung jawab) UPG (Unit Pengendalian Gratifikasi) dapat memahami lebih dalam mengenai identifikasi potensi gratifikasi, mekanisme pelaporan yang benar, serta standar perilaku yang harus kita tolak sebagai bentuk anti gratifikasi,“ tambahnya.
Ia berharap seluruh perangkat daerah semakin memahami dan menerapkan budaya kerja berintegritas tinggi demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang bebas korupsi.
Sementara itu, hadir sebagai keynote speech, Direktur Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK RI, Arif Waluyo Widiarto, memberikan panduan dan penekanan terkait pencegahan gratifikasi di lingkungan pemerintah daerah.
“Hingga saat ini, Kabupaten Cianjur belum pernah menyampaikan laporan verifikasi gratifikasi kepada KPK.Aparatur harus paham mengenai prosedur pelaporan agar tidak terjerat aturan pidana. Jadi langkah pertama ketika menerima gratifikasi adalah menolak. Tetapi jika terpaksa menerima, maka wajib melaporkan ke KPK dalam waktu maksimal 30 hari kerja,” tegasnya.
Laporan yang masuk, sambung dia, akan diverifikasi selama 30 hari untuk menentukan status barang atau fasilitas tersebut, apakah menjadi milik negara atau tetap dimiliki penerima.
“Prinsip utama pengendalian gratifikasi itu pertama tolak, kedua jika terpaksa menerima segera lapor dan jangan lewat dari 30 hari kerja. Pelaporan di luar batas waktu yang ditentukan dapat menggugurkan ketentuan Pasal 12C UU Tipikor yang memberi ruang pengampunan administratif bagi penerima gratifikasi,“ ungkapnya.
Ia juga menekankan gratifikasi tak hanya melibatkan hubungan internal antarsatuan kerja, tetapi juga pihak eksternal. Menurutnya, jika masyarakat mengetahui dugaan gratifikasi, mereka dapat melapor melalui kanal pengaduan masyarakat untuk ditelaah lebih lanjut.
“Inspektorat dan UPG harus aktif melakukan pengawasan dan mitigasi, karena potensi kerawanan gratifikasi banyak terjadi di berbagai sektor, terutama ketika berlangsung rotasi atau promosi jabatan. Selain itu, sektor pengadaan barang dan jasa disebut sebagai area paling rentan karena nilai transaksi yang besar dan interaksi langsung dengan penyedia. Jadi, pengadaan barang dan jasa itu rawan di mana-mana,” bebernya.
Perkom KPK Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pelaporan Gratifikasi, sambung Arif, menjadi salah satu acuan pelaporan yang harus dipahami setiap penyelenggara negara.
“Acuan atau aturan tersebut mengatur jenis pemberian yang boleh atau tidak boleh diterima, termasuk ketentuan nilai batas wajar untuk acara pribadi seperti pernikahan. Kami menjamin setiap laporan bersifat rahasia. Jika sudah diverifikasi dan ditetapkan sebagai milik negara, KPK akan menerbitkan surat keputusan resmi,” pungkasnya.(gil)







