CRC Ungkap Salah Satu Dugaan Korupsi Retribusi Wisata

Beritacianjur.com – DARI sekian banyak dugaan kasus tindak pidana korupsi (tipikor) pungutan retribusi di sejumlah objek wisata Cianjur, Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC) mengungkap salah satu dugaan kuat. Benarkah?

Ya, Direktur CRC, Anton Ramadhan menyebutkan, salah satu dugaan penggelapan Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau dugaan korupsi retribusi wisata terjadi di Kampung Wisata Padi Pandanwangi Bunikasih-Tegalega Cianjur.

“Di Kampung Wisata Padi Pandanwangi ini, pengunjung ditarif Rp5.000 per orangnya, namun tidak diberikan tiket atau karcis. Ini kan janggal, jika tidak ada karcis, gimana cara menghitung pendapatannya, kan tidak ada patokan, yang ada berpotensi menimbulkan kerugian negara,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Senin (6/1/2020).

Apalagi, sambung Anton, pihak Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga (Disparpora) Cianjur sebelumnya pernah mengatakan, Kampung Wisata Padi Pandanwangi tidak termasuk kepada objek wisata yang menghasilkan PAD.

“Ini lebih parah, tidak menghasilkan PAD tapi pengunjungnya ditarif Rp5.000. Walaupun sebenarnya, pada Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Disparpora Cianjur tahun anggaran 2020 dan jika sesuai Perda Kabupaten Cianjur Nomor 9 Tahun 2019 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga, Pandanwangi juga seharusnya termasuk yang menghasilkan PAD,” ungkapnya.

Anton menegaskan, dugaan adanya korupsi retribusi wisata tersebut juga diperkuat dengan pernah adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada 2015 yang menyebutkan, terdapat retribusi yang dipungut tanpa karcis yang dilakukan di sejumlah dinas di Cianjur.

Menurut BPK, sambung Anton, hal tersebut tidak sesuai atau melanggar Undang-Undang Nomor 2008 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pada Pasal 160 Ayat 1 disebutkan, retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD (Surat Ketetapan Retribusi Daerah) atau dokumen lain yang dipersamakan.

Baca Juga  Saat Terlelap Tidur, Gempa Susulan Guncang Cianjur 8 Kali, Warga Panik

“Sementara ayat 2 menyatakan, dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan. Melihat Undang-Undang tersebut, Disparpora jelas sudah melanggar aturan dan diduga adanya permainan retribusi,” terangnya.

Terkait tarif Rp5.000 tanpa disertai karcis yang terjadi di Kampung Wisata Padi Pandanwangi, diperkuat dengan adanya pengakuan dari warga asal Sindangbarang, Rizal Taopik yang belum lama ini pernah berkunjung ke tempat wisata tersebut.

“Pas masuk saya ditarif Rp5.000, tapi tanpa ada tiket atau karcis. Saya penasaran aja ada apa saja di Kampung Wisata Padi Pandanwangi,” aku mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (Stisnu) Cianjur ini.(gie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *