Beritacianjur.com – KEPALA Dinas Pertanian, Perkebunan, Pangan dan Holtikultura Cianjur, Mamad Nano masih belum juga memberikan penjelasan terkait adanya dugaan ‘mark up’ serta sejumlah kejanggalan pada pelaksanaan pencetakan sawah baru di Cianjur.
Bahkan sudah tiga hari berturut-turut mendatangi kantornya untuk mengonfirmasi langsung, wartawan masih belum berhasil menemui Kadis Pertanian. Meski mobil dinasnya terlihat terparkir, namun disebutkan tengah tak berada di kantor.
Wartawan mencoba meminta keterangan dari Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian, Henny Iriani Winata, namun hanya mendapatkan jawaban bahwa pihaknya memerlukan waktu untuk menjawab pertanyaan wartawan.
“Maaf, soal standar biaya cetak sawah dan lain-lain, saya harus mengkaji terlebih dahulu, jadi belum bisa menjawab sekarang,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Rabu (22/1/2020).
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan menilai, seharusnya Kadis Pertanian bisa segera menjelaskan dugaan mark up dan sejumlah kejanggalan yang terjadi.
“Dugaan mark up-nya sudah sangat kuat. Banyak kejanggalannya. Jika Dinas Pertanian merasa tidak ada masalah, seharusnya kadis bisa segera menjelaskan kepada masyarakat,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Dinas Pertanian terus menjadi sorotan publik. Pasalnya, dugaan mark up dan kejanggalan pada pelaksanaan pencetakan sawah baru di Cianjur semakin menguat. Benarkah?
Ya, setelah sebelumnya dinilai melanggar pedoman teknis dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, karena melakukan pencetakan sawah baru dengan menghabiskan anggaran Rp23 juta per hektar, kini Direktur Pusat Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan, menguak sejumlah dugaan mark up dan kejanggalan lainnya yang dilakukan Dinas Pertanian Cianjur.
“Soal kemarin yang menggunakan Rp23 juta per hektar padahal menurut pedoman teknisnya hanya Rp16 per hektar untuk cetak sawah baru saja sudah janggal, sekarang masih banyak lagi sejumlah kejanggalan lainnya. Bahkan dugaan mark up-nya lebih besar,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Selasa (21/1/2020).
Ia memaparkan, pada tahun anggaran 2019, Dinas Pertanian Cianjur melaksanakan kegiatan pencetakan sawah baru dengan anggaran Rp2 M. Dari Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) 2019, diketahui jika kegiatan sawah baru tersebut output-nya menambah lahan sawah baru seluar 15 hektar.
Ia menyebutkan, lokasi perluasan sawah barunya di Desa Gunungsari Kecamatan Sukanagara. Anggaran perluasan sawah baru Rp2 M tersebut digunakan untuk perluasan/pencetakan sawah baru seluas 15 hektar Rp345 juta, kegiatan bintek perluasan sawah baru Rp174.374.000, jasa konsultan senilai Rp12 juta, workshop Rp42 juta, pengadaan pupuk sarana perluasan sawah baru Rp126 juta. Alhasil, biaya keseluruhan yang dihabiskan hanya Rp699.374.000.
“Anggarannya Rp2 M tapi yang dihabiskan hanya Rp699.374.000. Pertanyaannya, ke mana sisa dana sebesar Rp1.300.626.000?” tegasnya.
Tak hanya itu, Anton juga menyebutkan kejanggalan lainnya terkait adanya mark up atau adanya perbedaan standar biaya cetak sawah yang ditentukan Dinas Pertanian.
Pada 2018 untuk luas 60 hektar sawah, sambung dia, Dinas Pertanian menganggarkan biaya perluasan sawah baru sebesar Rp1.620.000.000. Alhasil untuk per hektarnya sebesar Rp27 juta. Berbeda dengan yang terjadi pada 2019. Untuk luas 15 hektar Dinas Pertanian mengalokasikan dana sebesar Rp345 juta. Alhasil biaya perluasan sawahnya Rp23 juta.
“Kenapa anggarannya bisa beda? Ini kan sangat janggal dan dugaan mark up-nya sangat kuat. Belum lagi jika kita melihat pedoman teknis atau juknis yang dikeluarkan Kementerian Pertanian, yakni biaya pencetakan/perluasan sawah baru itu paling tingginya senilai Rp16 juta per hektar untuk di Pulau Jawa. Ini kok dinas bisa seenak jidat seperti ini,” ungkapnya.
Sementara itu, saat hendak mengonfirmasi langsung, Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Pangan dan Holtikultura Cianjur, Mamad Nano tengah tidak berada di kantornya.(gie)