Lansia Diduga Korban Malapraktik Puskesmas Cibeber Meninggal, Ini Kronologinya

BERITACIANJUR.COM – Pria lansia berinisial AH, 62 tahun, yang diduga menjadi korban malapraktik Puskesmas Cibeber, Cianjur, meninggal dunia.

AH, sebelumnya hanya didiagnosis mengalami luka terbuka biasa pada bagian jari kaki. Petugas puskesmas pun hanya membersihkan dan menjahit lukanya dengan 16 jahitan. Alih-alih sembuh, korban malah sempat mengalami gejala seperti stroke ringan selama 8 hari, hingga akhirnya meninggal.

“Iya benar, ayah saya sudah meninggal Jumat (16/5/2025) lalu. Kaget dan bingung, dari awal petugas Puskesmas Cibeber selalu bilang kondisi luka ayah saya baik-baik saja, tapi malah sempat mengalami gejala stoke ringan, lalu saat ke RSUD Sayang Cianjur malah didiagnosis tetanus stadium 4 dan akhirnya meninggal,“ kata anak korban, DF (35), Rabu (28/5/2025).

Kronologi Kejadian

DF menjelaskan, dugaan malapraktik ini berawal saat sang ayah mengalami kecelakaan di tempat kerjanya hingga menderita luka pada bagian jari kaki kirinya. Ia pun langsung membawa sang ayah ke Puskesmas Cibeber pada Kamis (8/5/2025).

“Luka robeknya cukup serius akibat terlindas alat berat di pekerjaannya. Lukanya terbuka karena terkena goresan besi. Kita ke Puskesmas Cibeber karena tempat layanan kesehatan terdekat,“ ujarnya.

Saat diperiksa, sambung dia, petugas Puskesmas Cibeber hanya menyebutkan luka yang dialami sang ayah hanya luka biasa. Alhasil, hanya dilakukan tindakan mencuci hingga steril dan menjahit luka.

“Dijahit 16 jahitan lalu dikasih obat antibiotik atau pereda nyeri. Katanya memang harus dijahit untuk menutup luka. Intinya, dari awal petugas puskesmas hanya bilang luka biasa,“ jelasnya.

Keesokan harinya, korban tiba-tiba mengalami gejala seperti stroke ringan. Ia pun mengaku panik dan heran. Gejala tersebut dialami korban hingga Sabtu (10/5/2025) malam hingga akhirnya ia memutuskan untuk kembali membawa korban ke Puskesmas Cibeber pada Minggu (11/5/2025).

Saat diperiksa lagi, sambung dia, petugas Puskesmas Cibeber masih tetap saja memberikan keterangan jika lukanya dalam kondisi baik. Namun setelah diceritakan gejala yang dialami korban, sang petugas akhirnya memeriksa jantung korban.

“Ayah saya sempat diperiksa jantungnya, karena ditakutkan sumber gejalanya karena hal itu. Tapi ternyata kondisi jantung ayah saya disebutkan baik-baik saja dan katanya luka ayah saya terinfeksi. Lalu petugas hanya membuka perban dan memberi obat pereda nyeri lagi,“ terangnya.

Setelah pulang dari puskesmas, kondisi korban tak kunjung membaik. Malah DF menyebutkan, kondisi korban semakin parah hingga akhirnya ia pun kembali membawa korban ke Puskesmas Cibeber untuk ketiga kalinya pada Rabu (14/5/2025).

Saat tiba, kondisi puskesmas sepi. Ketika melihat ada seorang dokter yang belakangan diketahui bernama dr. Bima, ia dan keluarganya menghampiri sang dokter lalu memohon agar memeriksa sang ayah.

“Kami kaget saat dr. Bima bilang bahwa ayah saya mengalami tetanus dan langsung merujuk untuk dirawat di RSUD Sayang Cianjur,“ ungkapnya.

Setibanya di RSUD Sayang, DF mengaku kaget karena dimarahi salah seorang dokter IGD dan menjelaskan, seharusnya sejak awal korban langsung dirujuk ke RSUD Sayang Cianjur. Ia pun langsung menduga adanya kesalahan penanganan oleh petugas Puskesmas Cibeber.

“Sudah jelas, dokter puskesmas dari awal sudah menganggap luka ayah saya itu luka biasa. Padahal menurut dokter RSUD Sayang, luka ayah saya itu parah bahkan didiagnosis tetanus stadium 4, yang seharusnya pihak puskesmas langsung merujuk ke RSUD Sayang sejak awal dan bukan malah langsung menjahitnya,“ kata DF.

“Dokter di RSUD Sayang juga bilang, harusnya pihak puskesmas sudah tahu penanganannya. Jika tidak bisa menanganinya, harusnya langsung merujuk ke RSUD, gitu katanya,“ sambung DF.

Setelah dua hari dirawat di RSUD Sayang Cianjur, sambung DF, sang ayah menghembuskan nafas terakhirnya pada Jumat (16/5/2025). “Saya sudah ikhlas atas kepergian ayah saya, namun sangat menyayangkan kenapa Puskesmas Cibeber tidak merujuk ke RSUD Sayang sejak awal,” ungkapnya .

Penjelasan Puskesmas Cibeber

Menanggapi hal tersebut, Kepala Puskesmas Cibeber, Liste Zulhijwati Wulan, menegaskan, analisa petugas RSUD Sayang yang menyebutkan seharusnya sejak awal pasien dirujuk ke rumah sakit, sifatnya subjektif. Menurutnya, analisa petugasnya lebih objektif karena melakukan penanganan pertama di lapangan.

“Saya sudah menerawang analisa rekam medis pasien tersebut dari petugas di lapangan saat itu. Mereka sudah melakukan yang terbaik dan sudah melakukan sesuai dengan SOP yang seharusnya,” ucap Liste.

Jika analisa RSUD Sayang menyebutkan luka korban tidak boleh dijahit, sambung dia, analisa petugas puskesmas lebih objektif memutuskan karena posisinya sebagai pihak pertama yang menangani pasien. “Lagi pula akan serba salah juga jika kami melakukan penanganan atau tidak, akan sama saja berisiko,“ ujarnya.

Menurutnya, luka pada pasien AH ini memang awalnya hanya luka biasa. Namun jika ternyata memang tiba-tiba terinfeksi tetanus, banyak sekali faktor yang menyebabkan hal itu, salah satunya bisa karena lingkungan sekitar.

“Mengingat luka pasien itu lukanya terbuka, jadi itu bisa saja sangat berpotensi terinfeksi tetanus. Karena saat pertama penanganan hingga kontrol kedua pun luka pasien baik-baik saja kondisinya. Kita kan tidak tahu aktivitas pasien bagaimana setelah ditangani pertama,” jelasnya.

Pada saat kontrol ketiga atau ketika menyadari bahwa pasien mengalami suspek tetanus, sambung Liste, petugas puskesmas pun langsung merujuk pasien ke RSUD Sayang walaupun masih dugaan.

Terkait penanganan yang dilakukan petugasnya saat itu, yakni membersihkan luka dan menjahit luka pasien, menurutnya, itu merupakan keputusan dokter sebagai upaya terbaik dan semampu mereka sesuai analisa di lapangan.

“Sekali lagi jika memang ada statement dari rumah sakit harusnya dirujuk langsung, tentunya hal itu subjektif, karena petugas saya, dokter saya, saat itu lebih memahami kondisi luka di hari pertama. Saya juga melihatnya itu sudah sesuai SOP. Namun kami juga menghormati analisa dari petugas rumah sakit,” pungkasnya.

Sementara itu, beritacianjur.com mencoba mengonfirmasi Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Cianjur, Yusman Faisal, namun hingga berita ini diturunkan masih belum memberikan tanggapan.(gil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *