BERITACIANJUR.COM – Ternyata, tak hanya penambahan anggarannya saja, namun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur pun tak memberikan dokumen Surat Keputusan Bupati tentang Standar Biaya Umum (SBU) dan Standar Biaya Khusus kepada DPRD Cianjur. Kok bisa?
Ya, hal tersebut diperkuat dengan adanya pengakuan dari sejumlah anggota DPRD Cianjur. Lebih parah lagi, dokumen perbup yang merupakan informasi publik tak terpampang di Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Cianjur.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan menilai, hal itu semakin memperkuat dugaan korupsi APBD tahun anggaran 2019 serta memunculkan kecurigaan adanya dugaan untuk merekayasa pelaksanaan APBD.
“Bagaimana tidak janggal, wakil rakyat yang seharusnya membahas dan menyetujui saja tidak diberikan diberikan dokumen pendukungnya. Jangan salahkan masyarakat jika akhirnya muncul kecurigaan tentang adanya upaya untuk mengelabui wakil rakyat. Tak hanya DPRD, ketika di JDIH tidak ada, berarti masyarakat juga dibodohi padahal itu informasi publik,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Sabtu (20/2/2021).
Menurutnya, kejanggalan tak hanya terjadi pada penambahan anggaran yang tanpa disetujui wakil rakyat dan Pemkab Cianjur tak memberikan dokumen pendukung kepada DPRD saja, namun dugaan penyimpangan pun terlihat jelas dari jadwal tahapan pelaksanaan APBD 2019. Menurutnya, banyak hal terjadi yang tak sesuai dengan mekanisme seharusnya dan tak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Ini maksudnya apa? Mau menyembunyikan sesuatu? Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Surat Keputusan Kepala Daerah tentang Standar Biaya Umum (SBU) dan Standar Biaya Khusus (SBK) dibuat sekitar Juni 2018, sebelum dokumen rancangan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) diserahkan kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan menjadi Nota kesepakatan antara Bupati dan DPRD Cianjur tentang PPAS 2019 yang digunakan untuk menyusun RKA 2019,” katanya.
Sementara yang terjadi di Cianjur, lanjut Anton, Plt Bupati menerbitkan Surat Keputusan Bupati tentang SBU dan SBK TA 2019 sebanyak 2 kali. Keputusan Bupati yang pertama terbit pada pertengahan Juni 2018 (sesuai dengan aturan) yang dijadikan acuan dalam menyusun rancangan PPAS yang akan dibahas dan disahkan oleh DPRD menjadi Nota Kesepakatan PPAS 2019. Sedangkan Keputusan Bupati yang kedua tentang SBU dan SBK diterbitkan pada tanggal 28 Desember 2018 yang diduga ilegal. “Jelas ini tak sesuai dengan aturan yang berlaku,” ucapnya.
Secara rinci, Anton memaparkan terkait tahapan atau jadwal perencanaan dan penganggaran. Menurutnya, tahapan diawali dengan musrenbang desa (Januari), musrenbang kecamatan (Februari), forum SKPD penyusunan Renca SKPD (Maret), musrenbang kabupaten (Maret), penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), pembahasan dan kesepakatan Kebijakan Umum APBD (KUA) antara bupati dengan DPRD (Juni) serta pembahasan dan kesepakatan PPAS antara bupati dan DPRD (Juni).
“Tahapan selanjutnya dilakukan penyusunan RKA SKPD dan RAPBD (Juli-September), pembahasan dan persetujuan Rancangan APBD dengan DPRD (Oktober-November), evaluasi Rancangan Perda APBD (Desember), penetapan Perda APBD (Desember), penyusunan DPA SKPD (Desember), lalu pelaksanaan APBD Januari tahun berikutnya. Pemerintah daerah dari sabang sampai merauke, seperti ini tahapan atau jadwalnya,” paparnya.
Berkaitan dengan keterlibatan Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman, Anton menyebutkan dugaannya sangat kuat karena yang bersangkutan pada akhir tahun 2018 tepatnya tanggal 28 Desember 2018 mengeluarkan Keputusan bupati tentang Standar Biaya Umum TA 2019 yang dijadikan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun RKA dan kegiatan yang dibiayai APBD khususnya kegiatan belanja daerah kabupaten Cianjur TA 2019.
Ia menilai, penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Plt Bupati dalam dugaan korupsi ini sudah sangat jelas yaitu dengan menerbitkan Keputusan Bupati tentang Standar Biaya Umum (SBU) TA 2019 tanggal 28 Desember 2018. Keputusan Bupati tentang SBU itu digunakan untuk menyusun dokumen rancangan PPAS yang akan dibahas oleh DPRD, dan penyusunan PPAS sendiri dilakukan pada bulan Juni.
“SBU yang diatur dalam Keputusan Bupati tentang SBU yang terbit 28 Desember 2018 itu digunakan untuk apa? Ternyata dalam Surat Keputusan Bupati tentang SBU yang dibuat akhir tahun 2018 tersebut diketahui adanya kenaikan SBU untuk tunjangan penghasilan bagi PNS sebesar 100% dan belakangan diketahui kalau nominal Tambahan Penghasilan bagi PNS yang dicantumkan dalam DPA SKPD TA 2019 ternyata nominalnya sama dengan yang diatur dalam Surat keputusan Bupati tertang SBU yang terbit 28 Desember 2018. Kenaikan anggaran Tambahan Penghasilan bagi PNS ini apa sudah dapat persetujuan DPRD? Semua data dan faktanya sangat jelas. Jadi nama Plt Bupati Cianjur diduga kuat terlibat pada dugaan korupsi ini,” pungkasnya.(gie)