Dari Tenda ke Huntara, Ini Cerita Korban Gempa Lewati Hari Semasa Pemulihan Cianjur

BERITACIANJUR.COM – Salah seorang korban gempa Cianjur, Agus Falahudin yang saat ini menetap di Kampung Pangkalan, Desa Benjot, Kecamatan Cugenang, mencurahkan hatinya tinggal selama di tenda sementara. Terhitung dia dan keluarga sudah berada di tenda sementara selama dua bulan.

“Dahulu saya melihat gempa bumi seperti ini hanya di televisi saja, tapi sekarang gempa bumi terjadi di tempat saya sendiri. Apakah ini kehendak Tuhan atau azab bagi saya sendiri. Saya sampai menangis melihat kondisi sekitar,” ujarnya, Kamis (26/01/2023).

Ia bersama istri dan kedua anaknya sebelumnya menetap di tenda yang telah disediakan secara kolektif dari pihak RT. Namun akhirnya ia bersama keluarga memutuskan untuk mendirikan tenda sementara pribadi yang dihuni oleh istri, kedua anak, dan mertuanya.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Agus memilih untuk mendirikan tenda sementara demi keselamatan dan kenyamanan keluarga. Saat ini ia tinggal tinggal di tenda sementara yang diperkirakaan luasnya tidak kurang dari 1 X 4 meter.

“Tinggal di tenda ke RT an. Dua tenda pleton, ada yang sebelah barat dan timur. Saat di tenda saya melihat sekali kondisi tenda ketika hujan, di satu sisi saya tidur (beralaskan tiker) di tanah, belum ada pallet seperti sekarang. Saya melihat anak-anak dan juga balita menangis, akhirnya saya berpikir saya mau punya tenda sendiri buat keluarga saya saja, entah besar atau kecil,” ujarnya.

“Tidur di tenda pasti kedinginan lalu saya melihat anak kedinginan juga, hati saya jadi sakit melihatnya. Tapi yang penting saya sudah selamat, alhamdulillah diberikan kesehatan,” sambungnya.

“Namun ketika malam datang, saya merasa ngeri (terjadi gempa bumi), saya nggak mau melihat larut malam, maunya melihat siang aja. Tetapi di satu sisi ketika hari Senin, saat waktu menunjukan lewat dari jam 13:00, saya sudah mulai merasa alhamdulillah. Soalnya kejadian gempa yang menimpa keluarga saya di waktu jam 13:00,” katanya.

Baca Juga  Mendagri: Berkunjung ke Luar Negeri Timbulkan Risiko Besar

N. Siti Samsiah, istri Agus atau yang kerap disapa Teh Neng juga menuturkan hal serupa. Ia sendiri jarang berada di dalam tenda sementara, karena saat siang, suhu dan cuaca sangat mencekik akibat teriknya panas matahari. Di satu sisi saat malam menjemput, suhu udara dan cuaca turun drastis menjadi dingin.

“Saya jarang berada di dalam tenda, karena kalau siang (cuaca) pasti panas, sedangkan kalau malam sekitar jam 20:00 ke atas, dinginnya minta ampun. Apalagi kalau sudah ada angin gede, ya Allah ngeri,” akunya.

“Kenangan-kenangan rumah terdahulu (sulit dilupakan). Semua kenangan ada di rumah. Mulai dari saya anak-anak, saat di jenjang SD, SMP, SMA sampai saya memiliki anak dua, semua kenangan itu (tercipta) di rumah. Saya nggak kebayang punya rumah lagi,” ungkapnya.

Angin baik kemudian menghampiri Agus Falahudin, saat DMC Dompet Dhuafa membangun hunian percontohan dari Hunian Sementara Bumi Endah Dompet Dhuafa (Huntara Bunga) di wilayah tempat tinggalnya di Kampung Pangkalan, Desa Benjot, Kecamatan Cugenang.

Huntara Bunga merupakan huntara yang mengusung konsep recycle house, yakni membangun dengan sisa-sisa puing dari rumah yang rusak akibat gempa bumi. Kemudian akan dilengkapi juga dari bahan-bahan material baru hingga berdiri tegak Huntara Bunga. Huntara Bunga terdiri dari dua ruang kamar tidur, satu ruang tamu dan satu teras dengan luas mencapai 7 x 5 meter persegi.

Keunikan dari Huntara Bunga adalah aspek pemberdayaan. DMC Dompet Dhuafa dan Recycle House Program (RHP) hanya mensosialisasikan dan memberikan ilmu pengetahuan tentang pembangunan dan segala bahan dasar serta ukuran yang tepat dalam membangun hunian yang aman dan nyaman.(dompetdhuafa/rls)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *