JIKA Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Cianjur ‘keukeuh’ bahwa proyek pembangunan rest area Puncak sudah dikerjakan sesuai perencanaan, lalu di mana lokasinya berada?
Itulah hal yang pertama kali dipertanyakan aktivis Cianjur People Movement (Cepot) kepada beritacianjur.com, Senin (14/10/2019). Ia mengaku heran ketika dugaan fiktif sudah kuat, namun tindak lanjut dari aparat penegak hukum belum muncul.
“Persoalan ini sudah ramai diperbincangkan masyarakat. Data dan fakta yang menunjukkan bahwa fiktif juga sudah kuat. Lalu kenapa persoalan ini belum ditindak? Sudah jelas kok, kami menelusuri sepanjang kawasan Puncak, tapi tidak ada bangunan rest area Puncak,” ujarnya.
Pria yang karib disapa Ebes ini mengatakan, bangunan rest area bukan hanya cukup gerbang atau gapura dan lampu hiasan Asmaul Husna saja, namun juga harus ada area seperti rest area pada umumnya.
“Kalau hanya membangun gapura dan lampu hiasan saja, kenapa judul saat lelang rest area? Kalau alasannya longsor, kan proyek DED dan pengawasan rest areanya sebelum kejadian longsor? ini jelas-jelas janggal,” tegasnya.
Senada dengan Cepot, Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan juga menegaskan, apapun alasan Dinas PUPR, data dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa bangunan rest area Puncak tidak ditemukan keberadaannya.
Data pertama, sambung Anton, di LPSE terdapat pekerjaan yang dinyatakan sudah selesai, yakni DED Rest Area Puncak Rp200 juta (2017), Pengawasan Teknis Pembangunan Area Puncak Rp99,9 Juta (2018) dan Pembangunan Rest Area Rp3,9 M (2018), namun fakta di lapangan hanya dibangun gapura/gerbang dan lampu hiasan Asmaul Husna.
Data kedua, lanjut Anton, jika benar Dinas PUPR sebelumnya sudah menyiapkan lahan rest area di eks lokasi longsor di Puncak, lalu mengapa pihak Kepala Desa Ciloto tidak mengetahui hal tersebut?
“Kalalu memang ada lahan, berarti harus ada pembelian. Sementara kepala desa dan pihak BPN pernah berkomentar di sejumlah media, bahwa tidak ada pembelian lahan oleh Pemkab Cianjur selama 2017 dan 2018,” paparnya.
“Jika alasannya PUPR bekerjasama dengan menggunakan lahan milik swasta, tetap harus ada fisik bangunannya. Fakta di lapangan, tak ada wujud rest area yang dimaksud. Pokoknya, jika berbicara dugaan fiktif rest area Puncak, banyak sekali data dan faktanya,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Meski Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman secara tidak langsung sudah mengakui adanya masalah, dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa proyek pembangunan rest area puncak tidak ditemukan keberadaanya alias fiktif, namun pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Cianjur masih saja berkilah.
Kepala Bidang Bangunan Gedung, Wahyu Budi Raharjo ‘keukeuh’ mengatakan, proyek pembangunan rest area puncak sudah sesuai perencanaan. Padahal, fakta di lapangan hanya ada pembangunan gerbang atau gapura serta lampu hiasan bertuliskan Asmaul Husna.
“Itu sudah sesuai perencanaan kang, soalnya mayoritas pembangunan rest area itu kan pembangunan gerbang,“ ujarnya kepada beritacianjur.com belum lama ini.
Ketika ditanya lokasi rest area, Budi menjelaskan, awalnya lokasi rest area direncanakan dibangun di lokasi yang tak jauh dengan perbatasan Cianjur-Bogor. Namun karena terjadi longsor, sambung Budi, maka lokasi rest area hanya bekerja sama dengan pihak Puncak Pass.
Ya, meski keukeuh, namun Budi sempat mengakui bahwa permasalahan proyek rest area Puncak ini rumit. “Sebenarnya ini memang rumit kang, lokasi pembangunan memang sudah ditentukan pimpinan. Tapi menurut kami ini memang sudah sesuai dengan perencanaan. BPK juga tidak mempermasalhkan. Jadi, soal rest areanya, kita bekerjasama dengan Puncak Pass,“ jelasnya.(gie)