Menolak Lupa, Proyek Rest Area Puncak Fiktif

Masih Dilidik Polres, CRC: Pejabat Dinas PUPR Terancam Pidana Penjara dan Denda

Beritacianjur.com – SEJUMLAH kalangan menyatakan menolak lupa, terhadap kasus dugaan kuat fiktifnya proyek pembangunan rest area Puncak senilai Rp3,9 M. Data dan faktanya dinilai sudah kuat menunjukkan adanya pelanggaran hukum.

Berdasarkan informasi, saat ini kasus tersebut tengah dilidik pihak Polres Cianjur. Bahkan sejumlah pejabat di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Cianjur sudah diperiksa. Lalu, sudah sampai mana prosesnya?

Itulah pertanyaan yang dilontarkan Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan dan juga pentolan Cianjur People Movement (Cepot) Ahmad Anwar. Mereka menyatakan menolak lupa dan akan mengawalnya hingga tuntas.

“Proyeknya sudah jelas-jelas fiktif kok. Buktinya juga jelas, judul proyeknya rest area Puncak, namun wujud bangunan rest area tak ditemukan keberadaannya di sepanjang jalur Puncak. Mau mengelak apa lagi?” ujarnya kepada beritacianjur.com, Selasa (12/11/2019).

Anton menilai, dengan pelanggaran tersebut, sejumlah pejabat Dinas PUPR terancam pidana penjara dan denda. Hal itu berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Pada pasal 34 ayat 2 disebutkan, Pimpinan Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Tak hanya itu, menurut Anton, Kadis PUPR selaku PA, Kepala Bidang Bangunan selaku PPK serta panitia penerima hasil pekerjaan dan pihak rekanan yang melaksanakan pekerjaan pembangunan rest area Puncak, diduga kuat melanggar UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Baca Juga  Disdik Enggan Berikan Data Jumlah Guru, Ada Apa?

Pada pasal 2 ayat 1 disebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 M.

Lalu, lanjut Anton, pada pasal 3 disebutkan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 M.

Sementara itu, pentolan Cepot, Ahmad Anwar menegaskan, permasalahan di PUPR terkait dugaan kuat proyek fiktif bukan persoalan biasa, namun kesalahan luar biasa yang harus diusut tuntas dan ditindak tegas. “Pokoknya, kita menolak lupa dan akan terus mengawal proses penegakan hukumnya,” tegasnya.

Pria yang karib disapa Ebes ini menegaskan, proyek pembangunan rest area Puncak sudah jelas fiktif. Ketika proyek yang sama di empat wilayah lainnya terdapat item rest area, gapura dan lampu PJU, namun di Puncak hanya terdapat gapura dan lampu hiasan Asmaul Husna saja. Keempat wilayah tersebut antara lain proyek pembangunan rest area Cidaun, Naringgul, Haurwangi dan Cikalongkulon.

“Kalau alasannya tidak dibangun dengan alasan adanya longsor, lalu kenapa anggaran yang dihabiskan masih tetap Rp3,9 M? Kan aneh, harusnya ketika itemnya berkurang, anggarannya juga berkurang,” ungkapnya.

Baca Juga  Sejarah Baru! Timnas Indonesia Akhirnya Lolos 16 Besar Piala Asia 2023

Menurutnya, dugaan fiktif semakin kuat ketika Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Cianjur, Dedi Supriadi mengakui adanya kesalahan yang dipermasalahkan pada pekerjaan pembangunan rest area Puncak.

Diberitakan sebelumnya, Kadis PUPR mengakui adanya kesalahan yang dipermasalahkan pada pekerjaan pembangunan rest area Puncak. Ia menjelaskan, pada perencanaan awal sudah direncanakan membangun rest area.

Namun karena terjadi longsor di lokasi awal, sambung dia, maka pembangunan rest area dibatalkan dan hanya membangun gapura atau gerbang dan lampu hiasan Asmaul Husna. Menurutnya, informasi tersebut diperoleh dari pejabat pembuat komitmen (PPK).

“Pembangunan rest area di setiap perbatasan itu itemnya sama, ada gapura, PJU dan rest area. Nah makanya ada kesalahan kenapa namanya rest area tapi rest areanya tidak ada? Itu yang dipermasalahkan,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Dedi terlihat bingung ketika wartawan menyebutkan, meski rest area tidak jadi dibangun dan hanya membangun gapura dan lampu Asmaul Husna, namun anggaran yang dihabiskan tetap Rp3,9 M. Ia mengatakan hal tersebut harus ditanyakan ke bidang bangunan gedung.(gie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *