BERITACIANJUR.COM – SETELAH adanya penolakan dari warga di Kaki Gunung Gede, Bupati Cianjur Herman Suherman meminta agar Kementerian ESDM melakukan sosialisasi merata, terkait pemanfaatan panas bumi atau geothermal yang akan dijadikan pembangkit listrik.
Herman menegaskan, penolakan warga disebabkan belum adanya sosialisasi secara menyeluruh dari pihak terkait. Alhasil, warga di kaki Gunung Gede menilai keberadaan pembangkit listrik tersebut akan berdampak negatif.
“Warga di kaki Gunung Gede tidak paham dan mengerti manfaat positif dari keberadaan pembangkit listrik panas bumi itu, itu karena kurangnya sosialisasi. Saya saja baru tahu dan paham kalau manfaatnya lebih banyak dan tidak akan merusak lingkungan sekitar,” ujarnya, Kamis (17/11/2022).
Ia mengaku sudah mendapatkan pemaparan dari tim ahli Kementerian ESDM terkait pemanfaatan panas bumi menjadi pembangkit listrik. Herman pun menilai tidak akan ada kerusakan yang disebabkan dari proyek tersebut karena tidak ada pembangunan gedung atau bangunan hanya pemasangan pipa untuk mengalirkan panas bumi ke pembangkit listrik.
“Untuk warga ada manfaatnya, sehingga kami meminta agar sosialisasi menyeluruh diberikan secara rinci pada warga termasuk keuntungan dari pembangkit listrik tenaga panas bumi itu, kalau untuk pemerintah daerah akan mendapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari bagi hasil,” katanya.
Sementara itu, Ketua Relawan Indonesia Pembela Alam (Rimba) Cianjur, Eko Wiwid menilai, terbatasnya sosialisasi yang dilakukan Kementerian ESDM selama ini, membuat tanda tanya besar warga di kaki Gunung Gede yang sebagian besar menolak karena menilai akan berdampak terhadap lingkungan sekitar.
“Setiap projek pembangunan pasti ada efek negatif dan positif termasuk rencana pembangunan lokasi pembangkit listrik geotermal bagi warga sekitar. Tinggal bagaimana mengukur secara pasti rencana tersebut dampaknya bagi lingkungan hidup dan warga yang tinggal di lokasi pembangunan,” ucap dia.
Sehingga harus ada transformasi dan transparansi informasi secara detail yang berkaitan dengan projek tersebut, dalam perencanaannya harus melibatkan seluruh komponen dari level kementerian sampai yang berhubungan langsung dengan rencana lokasi eksplorasi, terutama warga sekitar.
“Setiap pemberdayaan Sumber Daya Alam ( SDA) apapun harus berprinsip utama pada keberlangsungan pelestarian alam. Jangan hanya mencari “profit” yang cenderung mengeruk keuntungan sebanyak mungkin dan mengabaikan kerusakan yang ditimbulkan, jangan sampai warga hanya jadi objek formalitas untuk memenuhi syarat perijinan,” kata dia.
Transformasi pengetahuan mengenai geotermal pada masyarakat sangat penting diberikan secara menyeluruh baik dampak positifnya maupun dampak negatif dan kemungkinan terburuk-nya.”Jangan sampe masyarakat hanya tau soal hasil yang menjanjikan,” pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, warga kaki Gunung Gede menolak tegas terhadap proyek energi apanas atau geothermal untuk pembangkit listrik di Gunung Gede Pangrango. Menurut mereka, selain memberikan banyak manfaat, juga akan mendatangkan banyak dampak negatif sekaligus pada masyarakat sekitar. Baik secara jangka pendek maupun jangka panjang.
Hal tersebut salah satunya disuarakan Tokoh Pemuda Desa Sukatani, M Dudan Darmawan. Ia menilai proyek yang kerap disebut ‘harta karun’ dari Cianjur tersebut dinilai bisa merusak alam dan membuat mata pencaharian warga hilang.
Sekadar informasi, Gunung Gede Pangrango Cianjur menyimpan sumber energi panas bumi atau geothermal dengan luasan mencapai 3.180 hektar dan potensi listrik sebesar 85 MWe (cadangan) yang akan digunakan untuk memasok listrik di Jawa dan Bali.
PT Daya Mas Geopatra Energi (DMGE), yang merupakan salah satu unit usaha Sinar Mas Grup pun telah ditetapkan sebagai pemenang lelang Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (WPSPE) Panas Bumi di Cianjur.(wan)