BERITACIANJUR.COM – Temuan demi temuan terkait dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur terus bermunculan. Setelah baru-baru ini masalah di PDAM dan BPKAD Cianjur menjadi perbincangan publik, kini muncul kejanggalan baru di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Cianjur. Benarkah?
Hal tersebut disampaikan Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Sesuai janjinya, ia bakal mengungkap dugaan korupsi di sejumlah dinas dan di beberapa pos alokasi anggaran. Kali ini, pria yang karib disapa Kang Anton ini bakal mengupas dugaan korupsi dan pelanggaran yang dilakukan Disdikbud Cianjur.
“Kemarin kami bicara soal dugaan korupsi di PDAM dan BPKAD Cianjur, sekarang giliran temuan dugaan korupsi di Disdik Cianjur” ujarnya kepada beritacianjur.com, Kamis (28/1/2021).
Ia membeberkan, tak jauh beda dengan yang terjadi di BPKAD Cianjur, dugaan adanya mark up dan pelanggaran yang dilakukan Disdikbud Cianjur pun sama yakni menambah alokasi anggaran melebihi Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tanpa dasar hukum.
“Kemarin di BPKAD Cianjur dibahas dugaan adanya korupsi pada pos anggaran belanja pegawai tahun anggaran 2019. Sekarang di Disdik pun yang akan kita bahas adalah adanya indikasi korupsi berupa mark up anggaran belanja pegawai, tapi dugaan korupsi di Disdik sedikit berbeda dengan yang terjadi pada anggaran belanja pegawai di BPKAD. Di Disdik, selain adanya dugaan mark up tunjangan kinerja, namun juga muncul anggaran yang tidak tercantum dalam PPAS dan tidak dibahas dengan dewan,” paparnya.
Tak hanya itu, Anton juga mengungkapkan soal adanya dugaan mark up pada tunjangan sertifikasi dan tunjangan tambahan penghasilan bagi guru PNSD yang bersumber dari alokasi DAK Non Fisik tahun 2019.
Kejanggalan dimulai, sambung Anton, saat Pemkab Cianjur melakukan pembahasan dengan DPRD Cianjur terkait Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) pada 9 Agustus 2018. Namun pada Desember 2018, muncul Keputusan Bupati Cianjur Nomor 900/Kep.274-Pemb/2018 tentang Standar Biaya Umum Dalam Standar Tertinggi Pembakuan Biaya Kegiatan Belanja Daerah Kabupaten Cianjur Tahun Anggaran 2019, yang di dalamnya terdapat kenaikan angka pada pos tunjangan kinerja salah satunya untuk kepala dinas .
“Seperti pada belanja pegawai di BKPAD, di Disdik pun angka tunjangan kinerja kepala dinas ujug-ujug naik. Pada PPAS, angkanya muncul sebesar Rp9.625.000, sementara pada standar biaya umum melonjak menjadi Rp19.000.000. ini sangat janggal, kapan pembahasan kenaikannya?” ungkapnya.
Anton menilai, hal yang luar biasa terjadi di Kabupaten Cianjur justru saat penyusunan APBD 2019 (murni), dimana PPAS yang disepakati antara eksekutif dan legislatif tidak dijadikan acuan. Bahkan sekelompok oknum Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) diduga malah menyusun anggaran untuk salah satu dinas yaitu Dinas Pendidikan jauh lebih besar dari yang ditetapkan dalam KUA/PPAS.
Dalam PPAS anggaran belanja tidak langsung untuk Disdik disepakati Rp625.559.188.500, tapi anehnya dalam kenyataannya anggaran belanja tidak langsung untuk Dinas Pendidikan Tahun 2019 (murni) ditetapkan Rp 1.017.901.128.420.
Anggaran yang jauh melampaui PPAS tersebut dibuktikan dengan DPA Dinas Pendidikan 2019 yg ditandatangani Sekda, Kadisdik dan TAPD.
Untuk belanja tidak langsung Dinas Pendidikan tahun 2019, lanjut Anton, ada selisih sebesar Rp392.341.939.920 antara yang ada di PPAS dengan yang tercantum di DPA. Setelah ditelusuri, pihaknya menemukan ada kegiatan atau program yang secara sengaja tidak dimasukkan dalam PPAS tapi ada di DPA Disdik, yakni anggaran untuk Tambahan Tunjangan Penghasilan Guru (TPG) Rp 26.149.718.620, serta Tambahan Tunjangan Penghasilan Profesi Guru (sertifikasi) Rp 341.851.501.000.
“Poin yang jadi pertanyaan, kenapa dalam PPAS pos anggaran tambahan penghasilan untuk tunjangan sertifikasi dan tunjangan tambahan penghasilan tidak dimasukkan tapi tiba-tiba muncul di DPA Disdik 2019?” ucapnya.
Khusus untuk Tambahan Penghasilan Guru (TPG) yang ada di DPA Dinas Pendidikan TA 2019, Anton mengklaim ada satu hal yang janggal dan patut dipertanyakan, yaitu adanya Anggaran TPG-SILPA Rp24.436.718.620. Menurutnya, keberadaan anggaran TPG SILPA menjadi tanda tanya besar. Jika sumber dananya dari SILPA, sambung Anton, berarti terdapat anggaran Tunjangan Tambahan Penghasilan untuk guru PNSD sebesar Rp24 M yang tidak disalurkan kepada pihak yang berhak dalam hal ini guru PNSD yg belum bersertifikasi. Pasalnya, alokasi DAK Non Fisik berupa Tambahan Penghasilan Guru PNSD untuk tahun 2019 berdasarkan peraturan presiden adalah sebesar Rp1.713.000.000. “Jadi sekali lagi, itu uang yang Rp 24,4 M itu uang apa dan untuk siapa?” katanya.
Ia mendesak agar aparat penegak hukum segera turun tangan guna membongkar satu per satu permasalahan yang terjadi di lingkungan Pemkab Cianjur tersebut.
Diberitakan sebelumnya, pesulap terkenal Indonesia, Limbad boleh saja sakti dalam melakukan trik-trik sulap yang terbilang ekstrem. Tapi untuk persoalan ‘menyulap’ menaikkan anggaran, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Cianjur jagoannya.
Hal tersebut diungkap Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Ia mengklaim menemukan dugaan pelanggaran yang dilakukan BPKAD Cianjur, yakni menambah alokasi anggaran melebihi Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tanpa dasar hukum.
Sekadar informasi, PPAS merupakan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) setelah disepakati dengan DPRD. Di Cianjur, kata Anton, tak hanya diduga kuat tanpa persetujuan dewan, namun kenaikan alokasi anggaran yang dilakukan BPKAD Cianjur pun tanpa didasari hukum alias pelanggaran.
“Selain harus dibahas dan disetujui dengan dewan, kenaikan anggaran itu harus jelas dasar hukumnya dan tak bisa seenak jidat. Ini benar-benar janggal dan dugaan mark up-nya sudah sangat kuat,” ujar Anton kepada beritacianjur.com, Rabu (27/1/2021).
Untuk membuktikan temuannya, ia memaparkan temuannya terkait kejanggalan pada pos belanja pegawai di BPKAD Cianjur tahun anggaran 2019. Pada PPAS murni yang harusnya jadi patokan, nilainya hanya Rp6.882.166.699. Namun nilainya ujug-ujug naik pada APBD murni 2019 yakni menjadi Rp11.890.683.200.
Sementara pada PPAS perubahan dan APBD perubahan, nilainya persis Rp7.106.966.500, namun yang menambah kejanggalan terjadi pada realisasi belanja pegawai yang dilakukan BPKAD yakni senilai Rp8.361.159.868. “Melebihi plafon tertinggi itu sudah sangat jelas bahwa itu pelanggaran. Jadi, dengan adanya temuan ini, dugaan korupsi atau mark up di BPKAD Cianjur sudah sangat kuat dan harus segera diusut tuntas,” tegasnya.
Untuk lebih memperjelas lagi, Anton membeberkan alur pengalokasian anggarannya. Menurutnya, Kebijakan Umum Anggaran (KUA) PPAS dibahas dengan DPRD Cianjur pada Agustus 2018. Lalu anehnya, pada 28 Desember 2018, baru muncul Keputusan Bupati Cianjur Nomor 900/Kep.274-Pemb/2018 tentang Standar Biaya Umum Dalam Standar Tertinggi Pembakuan Biaya Kegiatan Belanja Daerah Kabupaten Cianjur Tahun Anggaran 2019.
“Plafon atau patokan maksimalnya kan sudah jadi duluan saat dibahas dengan DPRD. Lalu kenapa akhirnya baru dibuat standar biaya umum dan angkanya naik? Kapan pembahasan kenaikannya? Diduga kuat DPRD tidak mengetahui ini. Dugaan korupsinya benar-benar sangat kuat. Hebat, BPKAD ini ibarat tukang sulap yang tiba-tiba bisa menyulap anggaran menjadi naik,” ungkapnya.
Anton menambahkan, temuan yang kali ini ia ungkap baru pada pos belanja pegawai dan baru di BPKAD Cianjur saja. Ia mengklaim, kejanggalan dan pelanggaran pun terjadi pada pos-pos lainnya dan juga terjadi di hampir semua dinas atau badan daerah di Cianjur. “Sekarang kami baru buka pos belanja pegawai di BPKAD Cianjur, selanjutnya kami bakal buka data dan fakta pada pos-pos lainnya dan dinas atau badan lainnya,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan dari BPKAD Cianjur. Saat dicoba dikonfirmasi langsung, Kepala BPKAD Cianjur, Dedi Sudrajat belum memberikan jawaban.(gie)