Kenapa Dipaksakan Harus Beli dari Bulog? Di Gedung DPRD, Ini Suasana Panas Saat Rapat soal Perut Rakyat
Beritacianjur.com – BERAWAL dari kekecewaan adanya temuan beras tak layak konsumsi yang dipasok ke dapur umum bagi warga terdampak Covid-19, Komisi B DPRD Cianjur menggelar rapat dengan sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Perum Bulog Sub Divre Cianjur, di Gedung DPRD Cianjur, Jumat (8/5/2020).
SKPD yang hadir pada rapat dalam rangka mempertanyakan kinerja Bulog Cianjur dan SKPD terkait, antara lain Dinas Pertanian, Dinas KUKM Perindag, Dinas Sosial serta Inspektorat Daerah Cianjur.
Rapat kemarin berlangsung panas. Sejumlah wakil rakyat dengan menggebu-gebu menunjukkan kekecewaannya atas peristiwa yang merugikan masyarakat terdampak Covid-19, serta mempertanyakan alasan beras yang dinilai bau, kotor dan tak layak konsumsi tersebut bisa terjadi.
Meski pihak Dinas Pertanian dan Bulog mengklaim sudah ada solusi untuk membersihkan beras yang kotor dengan menggunakan mesin pembersih, namun sang pimpinan rapat, yakni Ketua Komisi B DPRD Cianjur, Sinta Dewi menegaskan, hal tersebut tak berpengaruh alias beras tetap berbau karung.
“Tetap Pak, kami sudah mencobanya, setelah dibersihkan juga tetap bau,” ujar Sinta yang dibenarkan sejumlah anggota Komisi B, yang mengklaim sudah mencoba memasak dan mengonsumsi beras medium dari Bulog untuk mengecek kebenarannya.
Kepala Bulog Cianjur, Rahmatullah mengakui jika beras yang dikirim ke dapur umum berbau karung. Menurutnya hal tersebut wajar karena berasnya sudah disimpan lebih dari tiga bulan di Gudang Bulog.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi B, Asep Iwan Gusniardi mengatakan, jika kualitas beras medium dari Bulog berbau dan kotor, ia mempertanyakan alasan Dinas Pertanian Cianjur untuk tetap memaksakan membeli dari Bulog dan bukan dari petani atau pengusaha beras lokal Cianjur.
“Ini pakai anggaran negara loh, jadi kenapa tidak memprioritaskan untuk membeli beras yang berkualitas dengan harga yang sama? Kan gak harus juga membeli dari Bulog, dinas bisa membeli dari petani atau pengusaha lokal yang berasnya lebih berkualitas,” katanya dengan lantang.
Hal senada juga ditegaskan anggota Komisi B lainnya, Prasetyo Harsanto. Menurutnya, jika kualitas beras dari Bulog mengecewakan, Pemkab Cianjur atau dinas terkait bisa memberikan kesempatan pengusaha-pengusaha lokal untuk menyuplai beras.
“Tadi bapak (Kepala Bulog, red) saya tanya siapa yang mendistribusikan tidak tahu, berasnya disuplai dari mana tidak tahu juga dengan alasan baru 2 bulan di Cianjur. Ini menyangkut perut rakyat, tidak bisa selaku pimpinan berkata seperti itu. Berikan saja kesempatan pengusaha lokal untuk menyuplai,” tegasnya.
Terkait alasan harus membeli beras ke Bulog Cianjur, Kepala Dinas Pertanian (Kadistan) Cianjur Mamad Nano menerangkan, hal tersebut diatur oleh peraturan dari Kementerian Sosial yang mengharuskan pembelian beras dari Bulog untuk kebutuhan penanganan Covid-19.
“Membeli beras untuk penanganan corona ini mutlak harus dari Bulog. Itu ada aturannya dari Kementerian Sosial,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pusat Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan mempertanyakan kebenaran penjelasan Kepala Dinas Pertanian, yang menyebutkan aturan mutlak atau keharusan pembelian beras untuk pandemi corona dari Bulog.
“Omongan Kepala Dinas Pertanian tuh benar gak? Aturannya benar-benar ada atau mengada-ada? Saya sudah coba menelusuri dan searching dari berbagai sumber, tak ada aturan yang mengharuskan hanya boleh membeli beras untuk pandemi corona dari Bulog. Kalau memang benar, kepala dinas harus bisa membuktikan dan menunjukkan aturannya, dan wakil rakyat juga harus terus mempertanyakannya,” jelasnya.
Menurut Anton, pengadaan barang/jasa saat pandemi corona diatur dalam Surat Edaran KPK Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 Terkait dengan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.
Ia menyebutkan, pada poin 2 disebutkan, prinsip pengadaan barang/jasa (PBJ) pada kondisi darurat yaitu efektif, transparan dan akuntabel, dengan tetap berpegang pada konsep harga terbaik (value for money) sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 Perpres No.16 Tahun 2018 tentang PBJ, bahwa salah satu tujuan PBJ adalah menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi dan penyedia. Sehingga harga tidak menjadi variabel yang berdiri sendiri namun perlu juga mempertimbangkan variabel lain pembentuk harga terutama kualitas dan waktu di tengah situasi darurat/bencana ini.
“Dalam poin 2 juga disebutkan, prinsip transparan dan akuntabel harus dijalankan dengan mendokumentasikan dan membuka setiap tahapan pengadaan dalam rangka mencari harga terbaik tersebut,” paparnya kepada beritacianjur.com, Sabtu (9/5/2020).
Anton menambahkan, penjelasan dari Kepala Dinas Pertanian Cianjur yang menyebutkan harus membeli beras ke Bulog bisa dibantah juga dengan adanya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2020, tentang Menjaga Ketahanan Pangan Nasional pada Saat Tanggap Darurat Covid-19.
Pada poin kedua, sambung Anton, terdapat anjuran agar mendayagunakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, Toko Tani Indonesia (TTI) dan swasta yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia sebagai lembaga pemasok pangan dan bekerjasama dalam pendistribusiannya.
“Aturannya jelas, jadi pertanyaannya kenapa harus dipaksakan membeli beras ke Bulog jika membeli ke pihak lain bisa mendapatkan beras yang lebih berkualitas? Kalau memaksakan seperti ini, jangan salahkan jika adanya dugaan pengondisian yang dilakukan sejumlah pihak agar semua belanja beras untuk kebutuhan penanganan corona harus bersumber dari Bulog,” pungkasnya.(gie)