BERITACIANJUR.COM – KETIKA Kuasa Hukum Plt Bupati Cianjur, Yudi Junadi menyebutkan pemberitaan dugaan korupsi APBD 2019 senilai 1,2 T tidak benar dan merupakan pencemaran nama baik, Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center malah memunculkan data dan fakta baru yang memperkuat dugaan adanya penyimpangan pada pelaksanaan APBD Cianjur. Benarkah?
Ya, ketika banyak pihak fokus menanggapi dugaan penyimpangan APBD tahun anggaran 2019, kini Direktur CRC, Anton Ramadhan mengungkap fakta baru terkait kesalahan dan ketidakkonsistenan Pemkab Cianjur dalam menyusun APBD. Hal tersebut dinilainya semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan yang tak hanya terjadi pada tahun anggaran 2019, namun juga pada tahun sebelumnya.
“Data dan fakta dugaan penyimpangan APBD 2019 sudah kami ungkap secara detail, kini kami ungkap adanya kesalahan serupa pada penyusunan APBD tahun anggaran 2018 yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ini fakta yang sangat jelas karena dibuktikan dengan adanya teguran dari Gubernur Jawa Barat,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Jumat (9/4/2021).
Anton memaparkan, pada 2017, Gubernur Jawa Barat saat itu, Ahmad Heryawan, mengeluarkan surat keputusan bernomor 903/Kep.1103-BPKAD/2017 tentang Evaluasi Raperda Kabupaten Cianjur tentang APBD Tahun Anggaran 2018 dan Raperbup tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2018.
“Dalam suratnya disebutkan bahwa Raperda dan Raperbup Cianjur tahun anggaran 2018, perlu dievaluasi agar tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya. Redaksional tersebut jelas menunjukkan bahwa adanya pelanggaran peraturan yang dilakukan Pemkab Cianjur,” tegasnya.
Tak hanya itu, sambung Anton, dalam surat tersebut juga disebutkan, dalam hal Bupati Cianjur dan DPRD Cianjur tidak menindaklanjuti hasil evaluasi dan tetap menetapkan Raperda tentang APBD dan Raperbup tentang Penjabaran APBD menjadi Perda dan Perbup Cianjur, tidak dapat diberikan nomor register peraturan daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Ini sudah jelas, dugaan permainannya sama dengan yang terjadi pada tahun anggaran 2019. Pelaksanaan anggarannya melebihi dari KUA PPAS,” ucapnya.
Anton menjelaskan, titik permasalahan yang dibahas dalam surat tersebut yakni, jumlah total alokasi anggaran yang tercantum dalam kebijakan umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran belum konsisten dengan jumlah anggaran yang tercantum dalam Raperda APBD 2018, sebagai berikut:
a) Jumlah total pendapatan daerah dalam KUA dan PPAS sebesar Rp2.645.390.788.435,46, sedangkan dalam Raperda tentang APBD sebesar Rp3.424.545.354.900,29 atau terdapat perbedaan sebesar Rp779.154.566.464,83, namun rincian PAD dalam KUA dan PPAS dan dalam Raperda tentang APBD sudah menunjukkan jumlah yang sama yaitu sebesar Rp584.973.476.821,29.
b) Jumlah total dalam belanja daerah dalam KUA dan PPAS sebesar Rp2.698.686.788.435,46, sedangkan dalam Raperda tentang APBD sebesar Rp3.433.495.715.548,29 atau terdapat perbedaan sebesar Rp734.808.927.112,83.
Berkaitan dengan hal tersebut, lanjut Anton, Pemprov Jabar menegur Pemkab Cianjur agar terus mengupayakan konsistensi program prioritas pada setiap tahapan perencanaan anggaran daerah, mulai dari RKPD, KUA, PPAS dan Raperda APBD, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Coba perhatikan baik-baik imbauan atau teguran dari Pemprov Jabar untuk Pemkab Cianjur. Redaksionalnya menunjukkan bahwa apa yang terjadi tidak sesuai atau benar-benar melanggar peraturan perundang-undangan. Kelebihan anggaran melebihi PPAS ini sama persis dengan apa yang terjadi pada APBD 2019 yang jelas-jelas sudah dilaksanakan Pemkab Cianjur. Mau dibantah lagi?” tegasnya.
Anton menambahkan, kondisinya memang persis dengan yang terjadi pada penyusunan APBD tahun anggaran 2019, dimana jumlah rincian Pendapatan Asli Daerah dalam KUA dan PPAS menunjukkan jumlah yang sama yaitu Rp602.556.114.388,69.
Kejanggalan yang paling mencolok, sambung Anton, adanya ketidakkonsistenan dalam menerapkan KUA dan PPAS yang sudah disepakati dengan DPRD dalam melakukan penyusunan APBD 2019, ini terlihat dari adanya perbedaan jumlah total alokasi anggaran Pendapatan dan Belanja yang tercantum dalam KUA dan PPAS dengan jumlah total alokasi anggaran Pendapatan dan Belanja yang tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2018 tentang APBD Tahun Anggaran 2019 dan Peraturan Bupati Nomor 102 tahun 2018 tentang Penjabaran APBD 2019 dengan rincian sebagai berikut:
a) Jumlah total Pendapatan Daerah dalam KUA dan PPAS sebesar Rp2.787.947.416.118,69, sedangkan dalam Perda APBD dan Perbu Penjabaran APBD TA 2019 sebesar Rp3.514.852.164.118,69 atau terdapat perbedaan sebesar Rp726.904.748.000,00.
b) Jumlah total Belanja Daerah dalam KUA dan PPAS sebesar Rp2.797.816.416.118,69, sedangkan dalam Perda APBD dan Perbup Penjabaran APBD TA 2019 sebesar Rp3.553.244.894.438,69 atau terdapat perbedaan sebesar Rp755.428.478.319,00.
“Saya rasa ini sudah sangat jelas. Kita lihat, apakah akan dibantah lagi oleh Kuasa Hukum Plt Bupati? Ini jadi alasan kami juga menantang kuasa hukum untuk adu data, sambil proses hukumnya berjalan. Kita buktikan, mana yang benar, mana yang hoax, mana yang sekadar membela atau menutupi dosa sang majikan,” katanya.
“Terkait adanya pembelaan yang menyebutkan bahwa pemberitaan dugaan korupsi APBD 2019 itu hoax dan menggunakan kata kasar seperti rampok, kita buktikan saja mana yang hoax. Soal kata-kata rampok lalu tersinggung, jangan terlalu lebay, lihat media-media nasional, kata rampok sudah umum dalam dugaan kasus korupsi, apalagi masih menggunakan kata diduga,” pungkasnya.(gie)
Hanya tinggal keberanian untuk menindak lanjuti ke KPK, bila ingin Cianjur ingin terlepas dari korupsi yang sudah sangat mengakar.
Cianjur harus melepaskan diri dari semua tindakan korupsi yg selama ini pelakunya nyaman dan tenang.