BERITACIANJUR.COM – Ratusan siswa SDN Girijaya, Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur terpaksa harus belajar di tenda darurat selama 2 tahun usai gempa bumi menerjang Cianjur pada 12 November 2022 lalu.
Saat beritacianjur.com mengunjungi lokasi, terpantau kegiatan belajar mengajar di SD tersebut sangat memprihatinkan.
Pasalnya, mereka melakukan kegiatan pembelajaran di halaman terbuka dengan atap yang ditutupi terpal dan dinding terbuat dari bambu.
Terik matahari yang menyengat masuk ke dalam ruangan kelas seadanya tersebut, membuat hawa terasa panas.
Ruangan kelas yang terbuat dari tenda tersebut, didirikan oleh pihak sekolah serta masyarakat sekitar sengaja untuk dipakai sebagai tempat sebagai ruangan kelas.
Para siswa SDN Girijaya setiap harinya belajar dengan situasi yang tidak nyaman. Mereka tak memiliki kursi dan meja, sehingga membuat mereka terpaksa harus duduk di atas alas tenda, dengan pose tubuh membungkuk saat tengah kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Salah seorang guru kelas 2 SDN Girijaya, Laela Amaliasari mengatakan, kondisi tersebut sudah dirasakan pihaknya selama hampir 2 tahun lebih, pasca gempa 5,6 magnitudo Cianjur meratakan bangunan sekolahnya.
“Iya di sekolah ini sudah 2 tahun lebih kegiatan belajar di tenda, terpaksa kita dirikan dari pada para siswa harus tertinggal pelajarannya akibat tidak memiliki tempat belajar,” ujar Laela kepada beritacianjur.com, Sabtu (23/11/2024).
Ia mengungkapkan, karena kondisi di tempat belajar tebuat dari tenda dan hawa di dalamnya terasa panas, membuat para siswa kehilangan fokus ketika proses pembelajaran berlangsung.
Sehingga, lanjutnya, terpaksa jam pelajaran hanya sampai pukul 10.00 Wib, karena jika dipaksakan melebihi itu, dikhawatirkan para siswa terus merasakan ketidaknyamanan akibat kondisi tersebut.
“Sekolah ini kita batasi sampai pukul 10.00 Wib, karena kasian anak-anak kalau melebihi jam segitu akan terus merasakan hawa panas akibat matahari di siang hari. Kebijakan itu juga sudah ada pengarahan dari dinas terkait khusus untuk sekolah ini,” ungkapnya.
Menurutnya, karena kondisi itu dirinya kerap sekali harus menerima keluhan muridnya ketika belajar di tenda.
Teriakan ‘ibu gerah’ sering sekali masuk ke gendang telinganya, namun karena ia merasakan hal yang serupa sehingga hanya bisa membujuk muridnya untuk terus bersabar.
“Ada juga siswa yang sering ngeluh karena gerah, kasian saya juga gak bisa marah malahan saya juga ngerasain, jadi saya hanya bisa bilang sabar ke mereka,” imbuhnya.
Tak hanya itu, para murid yang belajar sambil membungkuk sudah menjadi pemandangan di sekolah tersebut, tidak hanya keluhan gerah saja, keluhan pegal juga mereka rasakan.
“Makannya kadang banyak juga murid yang belajar sambil tiduran, atau rebahan. Saya gabisa marah karena kondisinya yang begini, jadi saya diamin aja karena emang kasian pegel belajar sambil membungkuk,” paparnya.
Belajar di Tenda Bocor Tanpa Alas Kaki
Suasana memprihatinkan juga semakin terasa ketika Laela membeberkan muridnya belajar tanpa alas kaki. Menurutnya, karena ruangan kelas terbuat dari tenda dan tidak memiliki kursi, sehingga para murid terpaksa harus melepas alas kakinya ketika memasuki kelas.
“Mereka ketika belajar kan lesehan jadi tidak pakai sepatu, karena alasnya akan kotor dan akan semakin membuat tidak nyaman jika dipaksakan harus pakai sepatu. Bukan melarang tapi mencegah untuk membuat suasana di kelas dinyaman-nyamanin aja,” bebernya.
Ditambah jika saat hujan turun, tenda yang bocor akan membuat banjir ruangan, dan lagi-lagi langkah terpaksa harus dilakukan dengan proses pembelajaran menjadi terhenti, serta diganti dengan kegiatan kerja bakti.
“Jika hujan turun kami langsung berhentikan proses pembelajaran, karena banjir. Tapi Alhamdulillah anak-anak tanpa disuruh sudah ngerti harus ngapain, ketika banjir kami sama-sama melakukan kerja bakti di sekolah,” tuturnya.
Laela berharap, kondisi seperti ini segera dilewati agar muridnya kembali belajar dengan nyaman. Selama 2 tahun pascagpempa, bangunan sekola sudah dalam proses pembangunan kembali dan diharapkan segera rampung.
“Mulai dibangun baru bulan kemarin Oktober, semoga aja nanti awal tahun sudah beres semua dibangun agar bisa kembali belajar dengan normal,” tegasnya.
Sementara itu, siswi kelas 4 SDN Girijaya Elsa (10) mengaku, merasakan pembelajaran yang tidak nyaman akibat belajar di dalam tenda. Namun hal itu tetap tidak menjadikan alasan untuk bolos sekolah.
“Kalau lagi belajar kadang tidak fokus karena panas di dalam tenda, tapi mau gimana lagi dari pada tidak sekolah mending maksain saja,” ungkapnya.
Apalagi kalau lagi hujan, sambung dia, waktu berangkat ke sekolah dan ketika masuk ke ruangan pakaiannya menjadi kotor, karena di dalam tenda selalu bocor.
“Kalau hujan pasti pakaian saya kotor, harus basah-basahan ketika mau belajar, jadi mending di kelas bangunan sekolah dulu dibanding kelas sekarang,” pungkasnya.(gil/gap)