BERITACIANJUR.COM – BELUM beres dengan temuannya terkait dugaan korupsi dana hibah sebesar Rp51 M lebih dan sejumlah kejanggalan lainnya pada APBD Cianjur 2022, Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC) kembali menyoroti penjelasan Dinas Keuangan dan Aset Daerah (DKAD) Cianjur yang dinilainya sangat janggal. Temuan apa lagi?
Belum lama ini, Kepala BKAD Cianjur, Ahmad Danial yang didampingi Sekretaris BKAD, Ira Soraya beserta pegawai BKAD Cianjur lainnya menegaskan, peraturan yang wajib dilaporkan dan dievaluasi gubernur adalah peraturan daerah dan peraturan bupati murni dan perubahan, sedangkan parsial tak perlu.
“Jadi yang parsial itu cukup diberitahukan ke DPRD Cianjur dan tak perlu pambahasan. Memang seperti itu aturannya dan dari dulu seperti itu. Perbup yang dihasilkan parsial itu perubahan perbup tentang penjabaran APBD,” sebut Ira kepada beritacianjur.com belum lama ini.
Pernyataan tersebut yang dinilai Direktur CRC, Anton Ramadhan sangat janggal. Menurutnya, kejanggalan pernyataan DKAD terkait dengan terbitnya Perbup Parsial yaitu Perbup Nomor 21 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Perbup Nomor 123 Tahun 2021 tentang Penjabaran APBD TA 2022, karena dalam perbup tersebut terdapat pergeseran anggaran pada sejumlah pos belanja daerah yang secara aturan pergeseran anggaran tersebut harus dilakukan melalui perubahan Perda APBD (melalui pembahasan DPRD). Selain itu, Perbup Parsial juga menyebabkan terjadinya kelebihan anggaran melampaui Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), yang sudah jelas melanggar aturan.
“Logika saja, peraturan kepala daerah (perkada) yang murni dan perubahan saja wajib dievaluasi gubernur, apalagi ini yang parsial. Ini sangat janggal dan harus segera diusut karena berpotensi terjadinya penyimpangan anggaran,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Rabu (18/5/2022).
Anton menegaskan, apa yang dilakukan DKAD Cianjur sudah melanggar Peraturan Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 120 tahun 2018 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 80 tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.
Ia memaparkan, pada pasal 87 ayat 2 disebutkan, pembinaan terhadap rancangan produk hukum daerah berbentuk peraturan di kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur.
Sementara pada pasal 88 ayat 1 disebutkan, pembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 87, dilakukan dalam bentuk fasilitas terhadap rancangan perda, rancangan perkada dan/atau rancangan peraturan DPRD. Selanjutnya pada ayat 2, fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bersifat wajib.
“Pada pasal 88 B ayat 2, fasilitas sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 A ayat 1, bagi kabupaten/kota ditandatangani oleh sekretaris daerah atas nama bupati/walikota dan disampaikan kepada gubernur. Aturannya sangat jelas, kenapa DKAD bisa tegas bilang tak perlu evaluasi gubernur?” ungkapnya.
Menurutnya, kejanggalan pernyataan DKAD terkait perbup parsial ini berkaitan dengan adanya kelebihan anggaran melampaui Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), yang sudah jelas melanggar aturan.
“Kalau tak dilaporkan dan dievaluasi gubernur, lalu kontrol atau pengawasannya di mana? Sementara perbup parsial ini hanya diberitahukan saja ke DPRD Cianjur tanpa adanya pembahasan,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, CRC juga menyoroti peran pimpinan dan anggota DPRD Cianjur yang dinilainya kurang jeli dalam melihat dugaan sejumlah kejanggalan dan penyimpangan yang terjadi pada APBD Cianjur.
“Para wakil rakyat tak bisa diam saja melihat permasalahan ini. Mereka harus aktif, kritis dan jeli ketika muncul dugaan adanya penyimpangan seperti ini. Seharusnya, mereka yang paling depan untuk mengusutnya,” tegasnya.
Tak hanya itu, Anton juga menyoroti terkait konsideran hukum atau acuan dilakukannya parsial. Diketahui, sambung Anton, dalam konsideran hukumnya, parsial dilakukan karena adanya bantuan provinsi yang beum terakomodir.
“Pada praktiknya, pada perbup parsial itu yang berubah bukan hanya banprov, tapi DAK juga. Ada belanja modal, belanja pembelian komputer jadi naik, ada juga belanja kesehatan. semua itu pun bukan kegiatan yang bersifat mendesak. Selain itu, menurut aturan pergeseran antar belanja, antar unit kegiatan, antar organisasi, itu kan harus pakai perubahan APBD. Kalau perubahan rincian belanja, baru berubah di perbup penjabaran,” pungkasnya.(gie)