BERITACIANJUR.COM – DENGAN suara yang lantang di hadapan sejumlah wartawan, Bupati Cianjur Herman Suherman berbicara soal sanksi tegas. Ia menegaskan, sekolah harus mematuhi aturan dan tidak menggelar Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Jika membandel, sanksi teguran hingga penutupan sementara akan diberlakukan.
Lalu, bagaimana dengan sanksi atas kesalahan atau pelanggaran yang sudah dilakukan Bupati Cianjur? Itulah tanda tanya besar yang dilontarkan sejumlah kalangan, menanggapi statement Bupati Cianjur kepada sejumlah awak media, kemarin (24/8/2021).
Seperti diketahui, sebelumnya Bupati Cianjur mengizinkan sekolah untuk menggelar PTM. Namun dikarenakan Kabupaten Cianjur naik status dari PPKM level 3 menjadi level 4, maka ia pun langsung menginstruksikan agar sekolah kembali menjalankan sekolah jarak jauh atau daring.
Orang nomor satu di Cianjur tersebut berdalih, kenaikan status terjadi karena ada kesalahan atau ketidaksinkronan data pusat dan daerah pada aplikasi new all record (NAR), sehingga membuat kasus positif baru dan angka kematian naik secara signifikan
Berdasarkan Intruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) nomor 35 tahun 2021 tentang Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4, 3, dan 2 Corona Virus Disease 2019 Jawa dan Bali yang diterbitkan 23 Agustus 2021, tepatnya pada poin pertama tersebut, huruf C nomor 4, disebutkan wilayah di Jawa Barat yang masuk dalam PPKM level 4, yaitu Kabupaten Cianjur, Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi dan Kota Cirebon.
Di poin keempat, disebutkan PPKM pada Kabupaten/Kota yang masuk dalam kriteria level 4, kegiatan belajar mengajar dilaksanakan melalui pembelajaran jarak jauh, maksimal 25 persen pendidik atau tenaga kependidikan dapat melakukan kegiatan persiapan simulasi pembelajaran.
Sontak, peristiwa tersebut menuai reaksi dari sejumlah kalangan, salah satunya Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Menurutnya, permasalahan yang terjadi sangat membingungkan masyarakat.
“Ini kesalahan fatal. Lucunya, bupati lantang berbicara soal sanksi jika ada yang membandel. Lalu, apa sanksi buat dia sendiri setelah melakukan kesalahan fatal ini? Ingat, jika benar data Cianjur yang sebenarnya pada level 4, maka pembelajaran tatap muka dilarang keras. Itu sebuah kebijakan yang melanggar. Lalu apa sanksi bagi bupati? Harus diingat juga, saat masyarakat kecil melakukan pelanggaran langsung ditindak tegas, masa Pemkab Cianjur atau bupati yang melanggar cukup bilang maaf dan bilang ada kekeliruan?” bebernya kepada beritacianjur.com, Rabu (25/8/2021).
Anton menambahkan, kejanggalan lain terkait kebijakan bupati terlihat dengan munculnya Surat Edaran Bupati Cianjur Nomor 443/5668/Disparpora tentang Pelonggaran PPKM Level 3 dalam penanganan Covid-19 pada tempat wisata di Kabupaten Cianjur.
“Janggalnya terlihat pada tanggal surat. Munculnya surat edaran bupati tersebut berbarengan dengan diterbitkannya Inmendagri nomor 35 tahun 2021 tentang PPKM level 4, 3, dan 2 Covid-19 Jawa dan Bali. Keduanya sama muncul tanggal 23 Agustus 2021. Lalu, dasar hukumnya apa sehingga Pemkab Cianjur bisa menentukan bahwa Cianjur berada pada level 3?” pungakasnya.(gie)