BERITACIANJUR.COM – Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Cianjur, Ahmad Danial masih enggan memberikan penjelasan terkait dugaan korupsi Tambahan Penghasilan PNS (TPP) tahun anggaran 2020.
Hal tersebut terjadi dikarenakan rapat pembahasan anggaran antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Cianjur dengan DPRD Cianjur masih juga belum tuntas.
“Nanti dulu kang, ini kan masih pembahasan dengan dewan. Rapatnya dilanjutkan lagi nanti malam,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Selasa (14/9/2021).
Sekadar informasi, rapat anggaran terkait pembahasan rancangan KUA dan PPAS perubahan tahun anggaran 2021 di Gedung DPRD Cianjur dimulai Senin (13/9/2021). Namun pembahsan yang direncanakan hanya berlangsung 2 hari tersebut masih belum kelar hingga Selasa (14/9) pukul 16.00 Wib.
Rapat berulang kali diskors oleh pimpinan rapat karena ada silang pendapat antara anggota Banggar dengan Tim Anggaran Pemda, terkait adanya perbedaan angka dalam dokumen yang disampaikan oleh eksekutif. Rapat pembahasan yang berlangsung hingga Selasa (14/9/2021) sore pun kembali diskors dan akan dilanjutkan kembali pada pukul 19.30 Wib.
Diberitakan sebelumnya, Cianjur Riset Center (CRC) mengungkap dugaan korupsi TPP pada tahun anggaran 2020. Bahkan CRC menaksir jumlah kerugian negaranya mencapai Rp300 M lebih. Dalam pelaksanaannya, CRC juga menduga DPRD Cianjur diduga dikibuli Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur.
“Pada pembahasan RAPBD 2020 khususnya terkait TPP, diduga kuat DPRD Cianjur dibohongi karena anggaran yang dibahas, disepakati serta disetujui oleh DPRD tidak sama dengan yang dilaksanakan oleh pihak eksekutif. Kami memiliki data atau buktinya,” ungkap Anton kepada beritacianjur.com, Jumat (10/9/2021).
Ia mengklaim memiliki data yang menunjukkan bahwa dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Sartuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) dan dokumen Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD yang dibahas DPRD, dalam pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan Kebijakan Umum APBD-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) yang disepakati antara Pemkab Cianjur dengan DPRD Cianjur.
Menanggapi hal tersebut, Anton menduga adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Bupati Cianjur dengan sengaja membuat 2 buah standar biaya umum (SBU) untuk kegiatan tahun anggaran 2020.
“Jadi dugaannya SBU dibuat 2, yang satu produk hukum dibuat untuk konsumsi pada saat penyusunan KUA-PPAS TA 2020, sementara yang satu lagi dibuat untuk pelaksanaan APBD Tahun 2020. Nah, data pada pelaksaan APBD ini berbeda dan tidak melalui pembahasan dengan DPRD,” ujarnya.
Dari sekian banyak data, Anton menyontohkan salah satu perbedaan tersebut. Pada SBU yang dibahas dengan DPRD, sambung Anton, TPP untuk jabatan kepala dinas sebesar Rp19 juta per bulan atau Rp228 juta pertahunnya. Sementara pada SBU untuk pelaksanaan APBD 2020, TPP untuk jabatan kepala dinas sebesar Rp24 juta per bulan.
“Untuk jabatan kepala dinas per orangnya, terdapat kenaikan sebesar Rp5 juta dan itu melebihi anggaran tahun sebelumnya (2019, red). Itu sudah jelas melanggar aturan karena berdasarkan surat yang dikeluarkan Mendagri Nomer : 061/14089/SJ tanggal 17 Desember 2019 tentang pemberian TPP kepada ASN daerah Tahun Anggaran 2020, yang menyatakan alokasi anggaran TPP tahun 2020 tidak boleh melebihi anggaran tahun 2019. Lalu, berdasarkan usulan dari Bupati Cianjur tentang TPP ASN Tahun 2020, Mendagri juga mengeluarkan izin tertulis kepada Pemkab Cianjur, yang salah satu pointnya adalah TPP Tahun 2020 tidak boleh melebihi anggaran TPP Tahun 2019,” bebernya.
“Saya bahasakan DPRD kembali dikibuli Bupati Cianjur karena pada tahun 2019 juga terjadi modus yang sama. Kami sudah mengungkap data terkait yang termasuk dalam dugaan korupsi APBD 2019 sebesar Rp1,2 T. Kini, ada lagi dugaan korupsi APBD tahun 2020 khususnya pada pos anggaran TPP,” tambahnya(gie)