Beritacianjur.com – POTENSI atau dugaan adanya korupsi retribusi wisata tak hanya terjadi di Kampung Wisata Padi Pandanwangi Bikasih-Tegalega Cianjur saja, namun juga berpotensi terjadi di puluhan tempat wisata lainnya di Cianjur. Benarkah?
Dugaan tersebut dilontarkan Direkur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan kepada beritacianjur.com, Selasa (7/1/2020). Menurutnya, hal tersebut mengacu terhadap Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Cianjur Nomor 9 Tahun 2019 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga.
Anton menegaskan, pernyataan pihak Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga (Disparpora) Cianjur yang pernah menyebutkan hanya 3 objek wisata saja yang menghasilkan PAD, yakni Cibodas, Cikundul dan Jangari, diduga mengacu terhadap Perda sebelumnya, yakni Perda Kabupaten Cianjur Nomor 7 Tahun 2010 tentang Perubahan Kedua atas Perda Nomor 32 Tahun 1999 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga.
“Pada Perda sebelumnya Nomor 7 Tahun 2010 disebutkan, ada empat objek wisata. Nah, kenapa jadi tiga karena pihak Disparpora menyebutkan bahwa kawasan wisata Pantai Selatan dialihkan pengelolaannya ke Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Cianjur,” ujarnya.
“Pertanyaannya, kenapa setelah ada Perda terbaru tetap menyebutkan hanya ada 3 objek wisata yang dipungut biaya, padahal kan di Perda Tahun 2019 itu disebutkan berjumlah 51 objek wisata yang sudah ditentukan tarifnya. Ke mana pendapatan dari puluhan tempat wisata lainnya? Parahnya, ada objek wisata yang memungut tarif ke pengunjung, tapi tanpa ada karcis, ini jelas melanggar peraturan perundang-undangan,” sambungnya.
Jika Disparpora beralasan bahwa puluhan objek wisata lainnya masih dalam percobaan, sambung Anton, seharusnya tetap memberlakukan karcis atau tiket masuk bagi para pengunjung. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2008 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Tak ada alasan uji coba, aturan tetap harus diikuti. Tak hanya soal aturan, karcis atau tiket juga kan jadi acuan saat penghitungan. Jika tanpa tiket, bagaimana cara menghitungnya? Malah berpotensi adanya korupsi atau penggelapan,” ungkapnya.
Terkait tiket, Ketua Masyarakat Peduli Cianjur (MPC), Jajang Supardi mengaku pernah berkunjung ke Kampung Wisata Padi Pandanwangi. Saat masuk, Jajang mengatakan ada petugas yang memungut tarif tanpa tiket.
“Pas masuk ke Pandanwangi, saya disuruh mengisi buku tamu lalu dimintai uang Rp5.000. Petugasnya mengenakan baju bebas, tapi di situ juga ada pegawai Disparpora bernama Suparna. Kata mereka, pungutan tanpa tiket ini sudah berlangsung selama 3 tahun. Memang janggal, dan mungkin ini tak hanya terjadi di sini saja, mungkin di tempat wisata yang lainnya juga sama,” ungkapnya.
Saat wartawan hendak mencoba mengonfirmasi langsung, Selasa (7/1/2020), kepala dinas dan semua kepala bidang di Disparpora Cianjur tengah tak berada di kantor karena mengikuti kegiatan luar.
Kepala Bidang Subbagian Umum dan Kepegawaian, Epra Hatyono dan Pengelola Barang Milik Daerah Disparpora Cianjur, Heni Yuhana membenarkan bahwa hanya ada 3 objek wisata yang baru dipungut dan dikelola.
Mereka menegaskan bahwa Kampung Wisata Padi Pandangwangi baru uji coba. Mereka juga membantah jika di tempat wisata tersebut, pengunjung dipungut tanpa tiket. “Ada tiketnya kang ah. Kan Pandan Wangi mah masih uji coba,” pungkasnya.(gie)