Di pemerintahan daerah lain, APBD tanpa melalui mekanisme persetujuan DPRD yang diduga kuat juga terjadi di Cianjur, sudah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena dianggap ilegal atau tak memiliki landasan hukum.
Fakta tersebut diungkapkan Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Pemerintah daerah yang dimaksud yakni Pemprov Maluku Utara. Di sana, APBD tahun anggaran 2017 khususnya pada pos belanja daerah senilai Rp503 M dianggap ilegal oleh BPK.
“Modus dan nilainya sama dengan apa yang terjadi di Cianjur. Selain sama-sama tanpa mekanisme persetujuan DPRD, dugaan penyimpangan atau jumlah potensi kerugiannya pun hampir mirip. Di Maluku Utara nilainya Rp503 M sementara di Cianjur Rp530,9 M. Bedanya, di sana sudah menjadi temuan kasus BPK, sementara di Cianjur belum,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Kamis (25/2/2021).
Anton menegaskan, contoh kasus yang terjadi di Maluku Utara menjadi contoh penyimpangan APBD dan memberikan kejelasan bahwa dugaan korupsi APBD Cianjur tahun anggaran 2019 sudah sangat kuat dan jelas. Selain sama tanpa disetujui DPRD, sambung Anton, pelaksanaan APBD-nya pun melabrak sejumlah aturan.
“Jika di Maluku Utara jadi temuan dan dinyatakan ilegal sementara apa yang terjadi di Cianjur tak dianggap sebagai penyimpangan, maka beberapa kemungkinan yang sudah terjadi, salah satunya diduga kuat Pemkab Cianjur merekayasa laporan APBD. Bisa saja dokumen laporan asli dengan dokumen yang dilaporkan ke BPK itu berbeda,” katanya.
Anton menambahkan, selama tahun anggaran 2019, Pemkab Cianjur sudah melakukan 6 kali perubahan peraturan bupati soal APBD. Pertama perubahan yang resmi, sementara sisanya diduga kuat ilegal alias tak memiliki landasan hukum. Alhasil, jika selama 1 tahun sudah 6 kali melakukan perubahan, maka jika dirata-ratakan, Pemkab Cianjur sudah mengubah perbup sebanyak 1 kali per 2 bulan.
“Ya ini sangat janggal. Fakta dan data mana lagi yang kau dustakan? Berungkali saya memberikan statemen berupa desakan agar aparat penegak hukum segara turun tangan untuk mengusut tuntas dugaan korupsi yang diduga kuat melibatkan Plt Bupati Cianjur Herman Suherman,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, LEBIH dari setengah triliun rupiah. Itulah dugaan penyimpangan atau potensi kerugian pada dugaan korupsi APBD tahun anggaran 2019 yang diduga kuat melibatkan Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman. Benarkah?
Data tersebut diungkap Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Menurutnya, penyimpangan dengan nilai fantastis tersebut terjadi sebanyak dua kali, yakni sebelum dan sesudah perubahan APBD tahun anggaran 2019.
“Sebelum perubahan APBD, kejanggalan atau potensi kerugian Negaranya sebesar Rp488 M. Sementara pada akhir tahun atau setelah perubahan APBD sebesar Rp42,9 M. Jadi totalnya sekitar Rp530,9 M. Ini angka yang sangat luar biasa, lebih dari setengah miliar rupiah,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Selasa (24/2/2021).
Anton menegaskan, angka kerugian fantastis tersebut dinilai penyimpangan dikarenakan diduga kuat tidak ditempuh dengan mekanisme APBD atau sudah menyalahi aturan perundang-undangan.
“Kami punya bukti. Data dan dokumennya juga lengkap. Dugaan korupsinya sudah sangat jelas dan dugaan keterlibatan bupatinya juga sudah sangat kuat,” ucapnya.
Menanggapi masih bungkamnya Plt Bupati dan sejumlah pejabat Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Cianjur meski dugaan korupsinya sudah ramai diberitakan, Anton menilai, aksi tutup mulut rapat-rapat tersebut semakin memperkuat dugaan penyimpangannya.
“Logika saja, jika pemberitaan-pemberitaan dugaan korupsi ini dianggap tidak benar, harusnya Plt Bupati atau pejabat lainnya langsung berupaya membantah dan menjelaskan fakta sebenarnya kepada publik,” pungkasnya.(gie)