Diduga Pungut Retribusi Kebersihan Tanpa Karcis, DLH Langgar Undang-Undang

Beritacianjur.com – TAK hanya diduga korupsi dalam bentuk ‘mark down’ alias pengurangan pendapatan retribusi kebersihan/persampahan sebesar Rp1 M, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Cianjur juga disebut-sebut melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Dugaan tersebut dilontarkan Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Menurutnya, dugaan pelanggaran yang dilakukan DLH yakni adanya penarikan uang retribusi kebersihan dari masyarakat dan wajib retribusi tanpa karcis.

“Selain melanggar Undang-Undang, penarikan retribusi kebersihan tanpa karcis juga berpotensi adanya tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian Negara,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Kamis (23/1/2020).

Anton menerangkan, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 160 Ayat 1 menyebutkan, retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD (Surat Ketetapan Retribusi Daerah) atau dokumen lain yang dipersamakan.

“Sedangkan pada Ayat 2 disebutkan, dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa karcis, kupon dan kartu langganan,” tegasnya.

Sementara itu, saat hendak mengonfirmasi langsung dan sudah 2 kali berturut-turut mendatangi kantornya, Kepala DLH Cianjur tak berada di tempat. Ketika wartawan meminta diagendakan untuk bisa bertemu langsung, namun hingga berita ini diturunkan belum juga ada tanggapan. 

Diberitakan sebelumnya, DLH Cianjur diduga melakukan ‘mark down’ alias pengurangan pendapatan retribusi kebersihan/persampahan tahun anggaran 2019 sebesar Rp1 M. Benarkah?

Dugaan tersebut dilontarkan Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Menurutnya, dugaan korupsi dalam bentuk ‘mark down’ tersebut terlihat dari realisasi pendapatan retribusi kebersihan tahun 2019 yang nilainya Rp1.122.082.000 dari target pendapatan Rp1.453.418.505.

“Sementara pada 2018 realisasinya Rp785.220.600 dari taget sebesar Rp 1.091.807.221. Jika dilihat sepintas memang tidak ada persoalan, tapi jika kita melihat besaran tarif yang berlaku pada 2018 dan 2019, maka akan terlihat jelas adanya dugaan ‘mark down’,” ujarnya kepada beritacianjur.com, belum lama ini.

Baca Juga  Sah! Kemenag Tetapkan Idul Adha 1444 H Jatuh pada Kamis 29 Juni 2023

Anton membeberkan, pada 2018, tarif retribusi masih menggunakan tarif yang ditetapkan Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, Pelayanan Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus, dan Retribusi Pemakaman dan Pengabuan Mayat, dengan retribusi untuk rumah tinggal sebesar Rp2.500 per bulan.

Sedangkan pada 2019, sambung Anton, tarif retribusi mengalami kenaikan sebesar 2 kali lipat atau 100% dari tarif pada 2018. Menurutnya, kenaikan tarif retribusi tersebut dilakukan berdasarkan kepada Peraturan Bupati Nomor 1 Tahun 2019 tanggal 4 Januari 2019, di mana tarif retribusi untuk rumah tinggal sebesar Rp5.000 per bulan.

“Secara logika, dengan adanya kenaikan tarif yang diberlakukan pada 2019 sebesar 2 kali lipat dari tarif sebelumnya, seharusnya target pendapatan retribusi kebersihan pada 2019 yang dikelola DLH juga bertambah 100% dari target pendapatan di tahun 2018 yang ditetapkan dengan tarif retribusi yang jauh lebih murah. Fakta yang terjadi sangat janggal, wajib diusut tuntas,” paparnya.

Sayang, saat hendak mengonfirmasi langsung, Kepala DLH Cianjur dan Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah DLH Cianjur tengah tak berada di kantornya.(gie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *