Disparpora Dianggap Lakukan Pembiaran Pungli

Beritacianjur.com – AKHIRNYA, Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga (Disparpora) Cianjur buka suara, terkait adanya pungutan retribusi Rp5 ribu per orang tanpa tiket atau karcis, di Kampung Wisata Padi Pandanwangi Bunikasih-Tegalega Cianjur.

Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Disparpora Cianjur, Enung Sri Hayati mengklaim, pihak yang memungut tarif tanpa tiket di Wisata Pandanwangi bukan Disparpora, namun dari Komite Penggerak Pariwisata (Kompepar).

“Kalau sebelum tahun 2020, memang belum ada pemberlakuan tiket, ada tiket itu mulai awal tahun. Jadi yang sebelumnya ada pemungutan itu bukan dari Disparpora, namun kalau tidak salah itu dari Kompepar. Katanya sih itu uang biaya kebersihan,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Rabu (8/1/2019).

Anehnya, meski Enung mengakui jika terdapat pungutan tarif retribusi tanpa disertai tiket termasuk pungutan liar, namun pihak Disparpora tak mencegah hal tersebut terjadi. Pasalnya, Enung menyebutkan pihak Kompepar yang melakukan pungutan tanpa tiket ada koordinasi ke pihak Disparpora. “Iya, pihak Kompepar ada koordinasi ke kita,” ucapnya.

Pernyataan berbeda saat wartawan menanyakan terkait pencegahan adanya pungli, Enung mengatakan, pihaknya tak bisa melakukan pengawasan karena tak ada petugas Disparpora yang standby di lokasi.

“Soal pencegahan itu kita antisipasi menempatkan orang di sana mulai awal tahun. Sebelumnya kan kita lagi membangun, yang jaga cuma pihak kontraktor. Jadi, kalau ada inisiatif dari orang situ melakukan pemungutan, kita gak tahu. Dari kita memang ada pengawasan, tapi tidak standby,” jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan menilai, pernyataan Disparpora janggal. Jika benar pihak yang memungut itu Kompepar dan sebelumnya ada koordinasi kepada Disparpora, itu artinya Disparpora secara tidak langsung membiarkan adanya pungutan liar di Kampung Wisata Padi Pandanwangi.

“Awalnya bilang Kompepar koordinasi dulu ke Disparpora untuk memungut di Pandanwangi agar ada biaya kebersihan. Lalu kenapa jadi bilang tidak bisa mengawasi jika terjadi pungli? Aneh. Hal yang terpenting, kita harus pastikan dulu benar atau tidak pihak Kompepar yang memungut tanpa tiket. Itu belum pasti, karena bisa jadi juga pihak dalam,” tegasnya.

Anton menerangkan, jika mengacu terhadap Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Disparpora Cianjur Tahun Anggaran 2018, maka potensi kerugian Negara dengan adanya pungutan liar atau retribusi wisata tanpa tiket di Kampung Wisata Padi Pandanwangi, mencapai ratusan juta rupiah.

“Pada laporan Disparpora, kunjungan ke Pandangwangi pada tahun 2018 mencapai 35.360 pengunjung. Jika jumlah tersebut dikalikan tarif Rp5.000, maka jumlah punglinya sebesar Rp176.800.000. Nah ketika ada pengakuan hal tersebut sudah berlangsung selama tiga tahun (2017 s/d 2019) dan jika dirata-ratakan per tahunnya Rp150 juta, maka kerugian Negaranya mencapai Rp450 juta,” bebernya.

Anton mengatakan, permasalahan dugaan pungutan liar di Kampung Wisata Padi Pandanwangi harus segera diusut tuntas. Pasalnya berpotensi menimbulkan kerugian Negara dengan jumlah yang sangat besar.

Menurutnya, pelaku pungli tidak hanya bisa dijerat dengan pasal KUHP, namun berpotensi juga dijerat dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mengacu kepada Pasal 12 e Undang-Undang Tipikor, sambung Anton, pungli bisa dikatakan sebagai korupsi dengan ancaman hukuman maksimal minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun.

“Umumnya, praktik pungli memang dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Jika pelaku merupakan pegawai negeri sipil, akan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun. Namun, ada ketentuan pidana yang ancaman hukumannya lebih besar dari itu, yakni Pasal 12 e UU Tipikor,” pungkasnya.(gie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *