BERITACIANJUR.COM – Potensi kerugiannya mencapai Rp1,2 triliun lebih. Temuan baru pada dugaan korupsi APBD 2019 yang diduga kuat melibatkan Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman itulah yang mengejutkan sejumlah pihak, termasuk netizen, yang bertanya-tanya soal angka fantastis tersebut.
Setelah mengungkap data atau temuan baru secara global, kali ini Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan mengupas secara spesifik permainan kotor pada pos belanja tidak langsung.
“Ya, secara global itu dugaan anggaran yang dirampok Rp1,244.842.306.291. yang terdiri dari pos belanja tidak langsung sebesar Rp515.840.386.620, belanja langsung Rp239.588.091.700 serta penambahan belanja saat pelaksanaan APBD 2019 dengan diterbitkannya Perbup Nomor 9 tahun 2019 sebesar Rp488.613.827.971. Kali ini kami akan mengupas apa saja yang diduga dirampok pada pos belanja tidak langsung,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Sabtu (13/3/2021).
Ketertarikannya mengupas secara spesifik pada pos belanja tidak langsung dikarenakan angka yang diduga dirampoknya paling tinggi, yakni Rp515 miliar lebih. Pada pos ini,sambung dia, meliputi belanja pegawai, belanja hibah, belanja bantuan keuangan serta belanja tak terduga.
Pada pos belanja pegawai, Anton memaparkan, pada Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang seharusnya menjadi patokan tertinggi,nilainya hanya Rp1.019.831.586.965. Namun pada pelaksanaan APBD naik drastis menjadi Rp1.427.283.215.288. Alhasil, kelebihan anggaran atau potensi kerugiannya mencapai Rp407.451.628.323.
Selanjutnya pada pos belanja hibah, Anton menyebutkan dugaan angka yang dikorupsinya senilai Rp37.635.100.000. Hal tersebut terlihat saat melihat angka pada PPAS sebesar Rp17.750.000.000, sementara pada APBD bertambah menjadikan Rp55.385.100.000 alias terjadi penambahan anggaran sebesar Rp37.635.100.000.
Sementara pada pos belanja bantuan keuangan, Anton mengatakan jumlah anggaran yang diduga dibobol sebesar Rp70.403.847.000. Hal itu terlihat jelas saat melihat angka pada PPAS sebesar Rp618.807.423.300, sedangkan pada APBD bertambah menjadi Rp689.211.270.500.
Terakhir, Anton menyebutkan potensi kerugian pada pos belanja tidak terduga sebesar Rp349.811.306. Angka tersebut muncul ketika membandingkan angka PPAS senilai Rp4.594.176.750 dan angka pada APBD naik menjadi Rp4.943.988.056.
“Untuk mengupas semua ini tidak sulit kok. Patokannya mudah, PPAS itu menjadi patokan tertinggi. Jadi jika angka pada pelaksanaan APBD melebihi angka dari PPAS, maka itu mutlak sudah menyalahi aturan alias pelanggaran. Dugaan korupsinya sudah sangat kuat, selain melebihi dari PPAS, proses perubahan atau penambahannya tanpa melalui persetujuan DPRD,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, di saat Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Cianjur belum buka suara terkait dugaan korupsi pada pelaksanaan APBD tahun anggaran 2019, Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC) kembali muncul dengan temuan barunya yang sangat mengejutkan.
Direktur CRC, Anton Ramadhan menyebutkan, potensi kerugian akibat dugaan korupsi APBD 2019 bukan hanya Rp530,9 M, namun mencapai Rp1 triliun lebih atau tepatnya Rp1.244.842.306.291.
Menurutnya, data tersebut terlihat jelas ketika membandingkan antara data Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dengan Peraturan Bupati (Perbup) Penjabaran APBD Nomor 102 (31 Desember 2018) dan Perbup Nomor 9 (29 Maret 2019).
“Kita bahas aturan dulu. Mutlak dan sudah jelas bahwa PPAS itu wajib menjadi patokan atau plafon tertinggi. Artinya tidak boleh melebihi batas yang sudah ditentukan di PPAS. Nah ini hampir semua pos melebihi angka di PPAS alias sudah jelas pelanggaran,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Rabu (10/3/2021).
Anton memaparkan, total potensi kerugian sebesar Rp1.244.842.306.291 berasal dari pos belanja tidak langsung sebesar Rp515.840.386.620, belanja langsung Rp239.588.091.700 serta penambahan belanja saat pelaksanaan APBD 2019 dengan diterbitkannya Perbup Nomor 9 tahun 2019 sebesar Rp488.613.827.971.
Secara rinci, Anton menyebutkan, pada pos belanja tidak langsung sangat jelas pelanggarannya. Pada PPAS besarannya hanya Rp1.669.915.941.224, namun pada APBD bertambah menjadi Rp2.185.756.327.844 atau terjadi penambahan sebesar Rp515.840.386.620.
Sementara pada pos belanja langsung, sambung Anton, pada PPAS patokannya hanya 1.127.900.474.894, namun pada APBD bertambah menjadi Rp1.367.488.566.594 atau terjadi penambahan sebesar Rp239.588.091.700.
“Nilai yang sangat fantastis. Dugaan korupsinya sudah sangat kuat. Selain melanggar melebihi plafon yang sudah ditentukan, penambahan anggaran tersebut tanpa melalui mekanisme persetujuan DPRD Cianjur. Datanya sudah sangat jelas, aparat penegak hukum harus segera turun tangan,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan baik dari Plt Bupati Cianjur, Kepala BPKAD Cianjur maupun pejabat terkait lainnya. Wartawan sudah mencoba beberapakali menghubungi dan mendatangi Kantor BPKAD Cianjur, namun masih sulit ditemui.(gie)