BERITACIANJUR.COM – BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat saat ini tengah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC) Anton Ramadhan menegaskan, dengan munculnya permasalahan yang di dalamnya terdapat dugaan penyelewengan, pihaknya mendorong agar BPK lebih ketat dalam memeriksa SKPD, khusunya dua dinas.
Dinas yang dimaksud CRC yakni, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Cianjur dan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Cianjur.
“Sudah menjadi tugas BPK memeriksa semua SKPD. Hanya saja, baru-baru ini kan di dua dinas tersebut muncul permasalahan alias adanya dugaan penyelewengan atau pelanggaran,” ujarnya saat dihubungi beritacianjur.com, Rabu (8/6/2022).
Untuk DPMPTSP, Anton menyebutkan dinas yang dikepalai Euis Jamilah tak menghiraukan rekomendasi BPK tahun-tahun sebelumnya, yakni pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2020.
“Dalam LHP BPK 2020 jelas, BPK merekomendasikan agar menerapkan pengenaan sanksi denda atas bangunan yang didirikan tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Selain menyebutkan pengelolaan retribusi IMB tidak sesuai dengan ketentuan, BPK juga dengan tegas menyebutkan Kepala DPMPTSP Cianjur, Euis Jamilah belum optimal dalam melaksanakan Perda terkait IMB,” paparnya.
Kondisi tersebut, sambung dia, disebutkan telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Cianjur Nomor 14 Tahun 2012 tentang Retribusi IMB; serta Perda Kabupaten Cianjur Nomor 14 Tahun 2013 tentang Bangunan Gedung.
“Permasalahan tersebut mengakibatkan potensi penerimaan sanksi denda atas bangunan tanpa IMB tidak terealisasi alias potensi kehilangan pendapatan dari retribusi IMB mencapai miliaran rupiah. Tak hanya itu, dengan tidak diterapkannya sanksi, maka potensi adanya pungutan liar sangat tinggi,” ucapnya sambil menunjukkan berkas LHP BPK.
Sebelumnya Anton juga menyoroti pernyataan Koordinator 2 Penyelenggaraan Perizinan Non Perizinan DPMPTSP Cianjur, Superi Faizal, yang mengakui pihaknya belum pernah menerapkan pengenaan sanksi denda atas bangunan yang didirikan tanpa IMB, dengan alasan sulit dan manusiawi.
Menurutnya, penjelasan DPMPTSP sangat janggal karena apapun alasannya sudah terang-terangan melanggar aturan yang berlaku, serta tidak menghiraukan rekomendasi BPK dari hasil temuan.
“Ini bukan persoalan manusiawi, tapi soal aturan yang wajib ditegakkan. Seharusnya, jika dirasa berat untuk masyarakat, hal yang dilakukan bukan pembiaran tapi revisi aturannya. Jadi, manusiawinya ada, aturan juga tetap ditegakkan. Ini sudah bertahun-tahun loh, masa dibiarkan begitu saja,” terangnya.
Sementara untuk DPPKBP3A, Anton menyebutkan tiga permasalahan yang melanda dinas yang dikepalai Heri Suparjo, antara lain, sejumlah kader posyandu di sejumlah daerah masih belum menerima insentifnya selama 5 bulan; kejanggalan besaran insentif para pengurus Forum Posyandu Cianjur; serta anggaran Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tidak lancar bahkan para kader kerap menggunakan dana talangan.
“Dugaan penyelewengan dan pelanggarannya sudah sangat kuat. Jadi, kami mendorong agar BPK lebih ketat saat memeriksa dua dinas tersebut. Pelanggarannya harus diusut tuntas,” pungkasnya.(gie)