Cepot: Dugaan Penyelewengan Sudah Kuat dan Jelas, Tinggal Aparat yang Menindak
KEPALA Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Cianjur, Dedi Supriadi akhirnya mengakui adanya kesalahan yang dipermasalahkan pada pekerjaan pembangunan rest area Puncak.
Dedi menjelaskan, pada perencanaan awal sudah direncanakan membangun rest area. Namun karena terjadi longsor di lokasi awal, sambung dia, maka pembangunan rest area dibatalkan dan hanya membangun gapura atau gerbang dan lampu hiasan Asmaul Husna. Menurutnya, informasi tersebut diperoleh dari pejabat pembuat komitmen (PPK).
“Pembangunan rest area di setiap perbatasan itu itemnya sama, ada gapura, PJU dan rest area. Nah makanya ada kesalahan kenapa namanya rest area tapi rest areanya tidak ada? Itu yang dipermasalahkan,” ujarnya kepada beritacianjur.com saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (16/10/2019).
Dedi terlihat bingung ketika wartawan menyebutkan, meski rest area tidak jadi dibangun dan hanya membangun gapura dan lampu hiasan Asmaul Husna, namun anggaran yang dihabiskan tetap Rp3,9 M. Ia mengatakan hal tersebut harus ditanyakan ke bidang bangunan gedung.
“Kalau tidak ada longsor, mungkin ada rest area di Puncak. Pusat juga bilang tidak boleh dibangun karena daerahnya rawan,” terangnya.
Penjelasan Dedi tersebut semakin memperjelas permasalahan yang terjadi pada proyek rest area Puncak, setelah sebelumnya Kepala Bidang Bangunan Gedung Dinas PUPR Cianjur, Wahyu Budi Raharjo, selalu memberikan keterangan yang berubah-ubah.
Awalnya, Budi sempat memberikan keterangan bahwa pembangunan rest area memang tidak dkerjakan dikarenakan terjadinya longsor. Di hari yang berbeda, Budi memberikan penjelasan yang berbeda pula, yakni dari awal perencanaan memang tidak ada pembangunan rest area.
Di hari lain, Budi kembali menjelaskan bangunan rest area tak jadi dibangun karena terjadinya longsor. Rabu (16/10/2019) pukul 16.11 Wib, Budi mengatakan, dari awal perencanaan memang tidak ada pembangunan rest area.
“Sanes teu kabangun kang, tapi memang dari perencanaan awal teu aya rest areana, ruang lingkup pekerjaan antawis perencanaan sareng pelaksanaan pekerjaan tos sesuai kang,” ucapnya.
Penjelasan berubah tak berhenti sampai di sana. Pada Rabu (16/10/2019) pukul 18.57 Wib, Budi mengatakan, konsep awal memang akan dibangun rest area.
“Aduh pusing pala berbie nih kang, konsep awal emang aya kang anu lokasi awal mah. Eta teh cita-cita. Manusia berencana tuhan jualah yang menentukan karena lokasinya longsor. Jadi perencanaan yang ngawitna aya, diubah jadi ga ada. Tapi hilap judul henteu dirobih kang begitu. Jawaban pak kadis benar kang, jawaban abdi kirang lengkap, maklum pusing hatur nuhun,” katanya melalui pesan Whatssap, Rabu (16/10/2019).
Menanggapi hal tersebut, pentolan Cianjur People Movement (Cepot), Ahmad Anwar mengaku geram. Menurutnya, jika benar tidak ada permasalahan dan tidak ada yang disembunyikan, maka seharusnya pihak dinas memberikan jawaban yang tegas dan jelas.
“Ketika jawaban dinas terus berubah-ubah namun ada pengakuan kesalahan, itu semakin menguatkan dugaan terjadinya penyelewengan atau pelanggaran. Sekarang tinggal aparat penegak hukum untuk segera memeriksa dan menindaknya,”
Sebelumnya, terkait penjelasan Kabid PUPR yang mengatakan permasalahannya hanya salah judul, Anton menilai jawaban tersebut tidak masuk akal. Menurutnya, sangat aneh jika Dinas PUPR beralasan penyebabnya hanya karena salah judul kegiatan saja, karena untuk melaksanakan satu buah kegiatan pembangunan fisik, diperlukan proses panjang dan waktu tidak sebentar dan semua tahap saling keterkaitan satu sama lain.
Proses tersebut, sambung Anton, dimulai dari perencanaan kegiatan, perencanaan anggaran, penyusunan dokumen RKA dan DPA, proses lelang pekerjaan, pembuatan DED, persiapan pelaksanaan pekerjaan, pelaksanaan pekerjaan, serah terima pekerjaan serta proses pembayaran/pencairan kepada pihak rekanan.
“Semua sekarang sudah jelas, rest area di Puncak tidak dibangun dan yang dibangun hanya gerbang dan lampu hiasan saja. Pertanyaannya, jika yang dibangun hanya gerbang dan lampu, lalu kenapa anggarannya tetap Rp3,9 M?” ungkapnya.
“Kalau benar ada kesalahan judul kegiatan, harusnya proses tender dihentikan dan dilakukan perbaikan dokumen lelang dari mulai perencanaan. Bukannya keukeuh melanjutkan proses lelang dengan tetap menggunakan dokumen pertama, dan di tengah jalan kegiatan diganti atau diubah menjadi kegiatan berbeda dengan yang ditender. Ini aturan dari mana yang dipake PUPR Cianjur ? Jadi, aparat penegak hukum juga harus memeriksa proses lelangnya dari awal,” pungkasnya.(gie/jam/wan)