BERITACIANJUR.COM – Dua pegawai bank ‘plat merah’ diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan modus kredit fiktif hingga Rp3,1 miliar.
Kepala Kejari (Kejari) Cianjur, Kamin mengatakan, pengungkapan tersebut berawal dari banyaknya nasabah kredit macet di bank plat merah di dua kecamatan di Cianjur.
Tak tanggung-tanggung, angka kredit macet tersebut mencapai puluhan nasabah dengan nilai yang fantastis. Di Kecamatan Warungkondang mencapai Rp1.437.373.701 dan di Kecamatan Sukanagara sebesar Rp1.670.820.623.
“Setelah ditelusuri ternyata nasabah tersebut tidak merasa meminjam. Dari situ diketahui jika kredit tersebut fiktif. Jadi nama nasabah digunakan oleh para pelaku untuk melakukan pinjaman,” ujar Kamin, Kamis (18/7/2024).
Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, lanjutnya, tiga orang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Dua di antaranya merupakan karyawan bank ‘plat merah’ dan satu orang lainnya pegawai wiraswasta yang berperan sebagai calo.
“Tiga tersangkanya yakni AP dan AAR yang merupakan pegawai bank plat merah dan ZN yang bertindak sebagai orang yang mendapatkan dokumen-dokumen kredit dari nasabah atau meminjam nama nasabah (kredit topengan) untuk mendapatkan fasilitas kredit,” terangnya.
Tersangka AP, lanjut Kamin, melancarkan aksinya di Kecamatan Warungkondang sejak 2020 hingga 2022. Sementara AAR dan ZN, beraksi di Kecamatan Sukanagara.
Menurutnya, para tersangka melakukan kredit fiktif, karena terdesak tuntutan untuk memenuhi target plafon dan nasabah, agar tersangka mendapatkan insentif dari bank.
“Tujuannya agar para pegawai bank ini bisa mendapat bonus kurang lebih Rp20 juta. Tapi saat uang kredit untuk nasabah sudah cair, ternyata akhirnya uang tersebut juga digunakan oleh mereka, hanya sedikit saja yang diberikan, sisanya dipakai untuk pribadi,” jelasnya.
Ia pun memberikan contoh, saat nasabah mendapatkan pinjaman bank sebesar Rp10 juta, hanya Rp500 ribu saja yang diserahkan.
“Paling tinggi mereka ajukan sampai Rp100 juta. Jadi uang tersebut banyaknya dinikmati oleh mereka (tersangka),” imbuhnya.
Selain itu, saat ZN meminta dokumen-dokumen nasabah seperti KTP untuk manipulasi data dan mengajukan pinjaman di bank. ZN tak menyebutkan maksud dari pengumpulan dokumen tersebut pada nasabah.
“Mereka tidak melakukan pemeriksaan secara langsung (on the spot) baik terhadap tempat usaha, agunan, maupun domisili, atau pun tempat tinggal nasabah, sesuai ketentuan yang berlaku dan menggunakan jasa pencaloan atau pihak luar yaitu tersangka ZN. Contoh pinjam untuk usaha kerajinan, tapi nyatanya tidak ada,” paparnya.
Ketiga tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Jadi atas kerugian negara yang disebabkan para pelaku, mereka terancam hukuman penjara 20 tahun sampai seumur hidup,” tandasnya.(gap)