BERITACIANJUR.COM – PENGAKUAN sejumlah anggota Badan Anggaran DPRD Cianjur yang menyatakan bahwa selama ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur melanggar Undang-Undang Nomor 17 tayun 2013 tentang Keuangan Negara, memunculkan tanda tanya besar dan menjadi perbincangan hangat sejumlah kalangan.
Ya, seperti diketahui, sejumlah wakil rakyat mengakui bahwa tahapan laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis 6 bulan berikutnya yang dilakukan paling lambat Juli, tak dilakukan Pemkab Cianjur Cianjur alias selama ini DPRD Cianjur tak pernah menerima dokumen penting tersebut dari Pemkab Cianjur. Kok Bisa?
Meski hal tersebut terjadi, namun salah satu tokoh masyarakat asal Karangtengah Cianjur, H. Ayi tak meyakini jika semua wakil rakyat benar-benar tak mengetahuinya alias sang dewan mengetahui dokumen tersebut namun bungkam. Salah satu alasannya, sambung dia, anggota dewan tersebut berada dalam lingkungan kekuasaan yang tak berdaya untuk mengungkap kejanggakan atau pelanggaran tersebut.
“Ini amanat Undang-Undang, kenqpa bisa dilewati tahapannya? Kenapa DPRD tak mendapatkan dokumennya? Tp saya yakin tidak semua dewan yang tidak mengetahui. Khusus yang senior-senior, saya yakin mereka tahu tapi diam-diam saja. Harusnya jika tidak berani mengutarakan sendiri, dewan yang senior ini bisa mentransformasikan kepada newcomer atau dewan yang baru terkait hal penting ini,” ujar pengamat kebijakan publik kepada beritacianjur.com, Selasa (26/1/2021).
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan mendesak agar aparat penegak hukum turun tangan mengungkap kejanggalan, pelanggaran serta dugaan korupsi anggaran belanja pegawai pada APBD Cianjur Tahun 2019 senilai ratusan miliar rupiah.
“Dengan tidak adanya laporan semester pertama dan prognosis 6 bulan berikutnya yang dilakukan paling lambat Juli, semakin memperkuat dugaan korupsinya. Seolah-olah ini sengaja dilakukan agar dewan tak mengetahui data atau dokumen yang sebenarnya. Tahapan yang merupakan amanat UU dilewati, nilai plafon tertinggi dilanggar juga, ini dugaan korupsinya sangat kuat,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, dugaan korupsi anggaran belanja pegawai pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Cianjur tahun 2019 senilai ratusan miliar rupiah, disinyalir dilakukan secara sistematis dan melibatkan sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur yang duduk dalam Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Hal tersebut disampaikan Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Menurutnya, modus operandi yang mereka lakukan terindikasi dengan melakukan penggelembungan (mark up) alokasi anggaran belanja pegawai di setiap SKPD melebihi batas maksimal anggaran yang disepakati dengan DPRD dan tertuang dalam Nota kesepakatan KUA & PPAS (Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara).
“PPAS hasil kesepakatan dengan DPRD yang seharusnya menjadi patokan batas maksimal anggaran untuk setiap program sekaligus menjadi acuan saat penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD, tidak dipergunakan. Saya punya keyakinan ada dokumen PPAS lain yang mereka gunakan dan dokumen ini dibuat tanpa sepengetahuan DPRD. Sebagai buktinya, dalam dokumen DPA-SKPD alokasi anggaran belanja tidak langsung dalam hal ini anggaran belanja pegawai (gaji, tunjangan, representasi dan tambahan penghasilan pegawai) alokasi anggarannya melebihi alokasi yang diatur dalam PPAS yang dibuat bersama DPRD,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Jumat (22/1/2020).
Anton menambahkan, agar upaya perbuatan mal-administrasi yang diduga mereka lakukan tidak diketahui pihak lain terutama pihak DPRD dan aparat penegak hukum, pada saat pembahasan anggaran antara TAPD dengan Banggar DPRD bahan berupa dokumen yang akan dibahas pun dibatasi. Banggar DPRD hanya diberikan dokumen RKA SKPD tanpa dilengkapi dokumen pendukung lainnya yang menjadi dasar penyusunan RKA SKPD, seperti Perbup tentang pedoman umum penyusunan APBD; Perbup tentang standar biaya dan standar satuan harga yang berlaku; surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD; laporan evaluasi hasil pelaksanaan rencana kerja Perangkat Daerah tahun sebelumnya; dan peraturan terkait dengan tugas dan fungsi perangkat daerah.
“Tujuannya hanya satu agar Banggar DPRD tidak bisa membedah dan memahami isi dari Dokumen RKA SKPD,” jelasnya.
Salah satu bukti adanya mark up anggaran belanja tidak langsung/belanja pegawai pada APBD 2019 adalah dengan melihat DPA Dinas Pendidikan dan Kebudyaan yang ditandatangani oleh Sekertaris Daerah, Aban Sobandi dan seluruh TAPD pada tanggal 2 januari 2019. Di dalam DPA tersebut Alokasi Belanja Tidak Langsung adalah sebesar Rp1.017.901.128.420. Sementara di dalam Nota kesepatakan antara Pemerintah Daerah dan DPRD Nomor : 900/23/Huk/2018 dan Nomor : 172.41/09/DPRD/2018 tanggal 6 Agustus 2018 tentang PPAS APBD Cianjur Tahun Anggaran 2019, plafon tertinggi untuk belanja tidak langsung/belanja pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebesar Rp 625.559.188.500.
“Ini baru 1 dinas saja, selisihnya sudah Rp392 miliar. Uang ini bukan untuk kegiatan fisik atau pengadaan tapi untuk belanja pegawai. Beruntung kami mendapat dokumen DPA Dinas Pendidikan, soalnya di Pemda Cianjur dokumen DPA SKPD menjadi dokumen yang dirahasiakan dan tidak boleh berada di tangan orang lain” katanya.
Selanjutnya, papar Anton, pada tahap pelaksanaan, APBD yang dilakukan dengan melalui 3 tahapan yakni perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban, seharusnya dijadikan momentum untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan APBD, secara sengaja tidak dilakukan. Salah satunya tahapan tersebut adalah kegiatan penyusunan Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan prognosis 6 bulan berikutnya. Berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara, Laporan Realisasi Semester 1 tersebut disampaikan kepada DPRD paling lambat bulan Juli untuk dibahas bersama.
“Situasi seperti ini sudah berlangsung hampir 10 tahun terakhir, DPRD yang seharusnya menjalankan tugas perencanaan anggaran dan pengawasan dibuat tidak berdaya dan sebagian besar anggota DPRD Cianjur apalagi yang baru masuk sama sekali tidak menyadari kondisi tersebut. Ini harus dihentikan,” tegasnya.
Sementara itu, anggota DPRD Canjur yang juga menjadi anggota Badan Anggaran DPRD Cianjur, Prasetyo Harsanto membenarkan hal tersebut. Selama dirinya menjadi anggota Banggar, tahapan penting yakni kegiatan penyusunan Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan prognosis 6 bulan berikutnya yang dilakukan paling lambat Juli itu tidak pernah dilakukan.(gie)