BERITACIANJUR.COM – BUKANNYA muncul kejelasan atau klarifikasi terkait dugaan korupsi APBD Cianjur sebagaimana yang diharapkan DPRD Cianjur, namun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur malah memunculkan kejanggalan baru soal dasar hukum dan pelaksanaan APBD tahun anggaran 2019. Benarkah?
Ya, keanehan tersebut terlihat dari portal Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Cianjur. Di saat pelaksanaan APBD tahun 2019 tengah disoroti karena diduga adanya rekayasa yang berpotensi menimbulkan kerugian Rp530,9 M, dokumen Peraturan Daerah (Daerah) tentang APBD 2019 malah menghilang dari portal JDIH Cianjur, sementara Perda APBD tahun sebelumnya masih terpampang.
Untuk mengonfirmasi hal tersebut, beritacianjur.com mencoba menghubungi langsung Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Cianjur, Muchsin Sidiq Elfatah. Namun hingga berita ini diturunkan yang bersangkutan belum memberikan tanggapan.
Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan menilai, kejadian ini menambah daftar kejanggalan pada pelaksanaan APBD 2019 dan semakin memperkuat dugaan korupsinya. Ia pun menduga adanya upaya menghilangkan jejak terkait dokumen-dokumen pelaksanaan APBD 2019 yang tengah disoroti.
“Ya ini sangat aneh, kenapa hanya dokumen Perda APBD 2019 sementara untuk dokumen perda tahun sebelumnya masih ada? Diduga kuat ada upaya untuk menghilangkan jejak agar masyarakat tak bisa mengakses atau mengawasi,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Kamis (4/3/2021).
Jika dibandingkan dengan JDIH di daerah lainnya, sambung Anton, semua dokumennya tetap lengkap tanpa disebutkan status sudah tak berlaku. Pasalnya, menurut Anton, meski sudah tak berlaku namun dokumen tersebut tetap bersifat informasi publik yang wajib disajikan JDIH sebagai bentuk transparansi.
“JDIH Cianjur berbeda dengan JDIH daerah lainnya. Di Cianjur perda APBD tahun-tahun lalu disebutkan statusnya tidak berlaku. Padahal tanpa disebutkan pun sudah otomatis tahu karena Perda APBD bakal update tiap tahunnya. Harusnya cukup dijelaskan mulai dan berakhir masa berlakunya seperti di JDIH daerah-daerah lain,” jelasnya.
Tak hanya janggal, Anton menyebutkan hal tersebut melanggar regulasi transparansi keuangan. Menurutnya, transparansi berdasarkan aturan seharusnya dilakukan sejak tahapan penganggaran, pelaksanaan hingga tahapan pelaporan dan pemeriksaan.
Regulasi yang mengharuskan transparansi, sambung Anton, diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 24 tahun 2005, PP 71 tahun 2010, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 dan PP 3 tahun 2007.
Dalam PP 24/2005 dan PP 71/ 2010 yang mengatur Kerangka Konseptual Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kata Anton, sebagai pengguna informasi, warga masyarakat berhak atas laporan keuangan yang disusun pemerintah daerah.
“Warga masyarakat sebagai pengguna informasi keuangan harus mendapatkan laporan keuangan sesuai ketentuan yang berlaku. Jadi jika Pemkab Cianjur melalui JDIH tidak menampilkan dokumen perda yang bersifat informasi publik, ini sudah jelas sebuah pelanggaran,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, meski sudah muncul reaksi dari wakil rakyat yang mendorong agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur segera menanggapi pemberitaan terkait dugaan korupsi APBD tahun anggaran 2019 senilai Rp530,9 M, namun hingga saat ini Plt Bupati Cianjur Herman Suherman dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Canjur belum juga buka suara.
Mencoba mengonfirmasi perihal dugaan rekayasa pelaksanaan APBD, wartawan mendatangi langsung Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Cianjur pada Selasa (2/3/2021) dan Rabu (3/3/2021). Namun baik Kepala BPKAD Cianjur Dedi Sudrajat maupun Kepala Bidang Anggaran Ira Soraya, sulit ditemui.
Pada Selasa (2/3/2021), wartawan sempat menemui Kepala Subbag Umum dan Kepegawaian BPKAD Cianjur Lia Rohaya dan menyampaikan untuk mewawancarai Dedi yang diketahui sedang berada di kantor dan tengah menerima tamu. Namun setelah diminta menunggu hampir 30 menit, Dedi tak kunjung datang dan malah dikabarkan Dedi sudah pergi ke luar kantor untuk mendatangi salah satu kegiatan. “Maaf Pak, Pak Kepalanya sudah pergi ke luar,” ujar Lia singkat.
Selanjutnya, wartawan meminta untuk mewawancarai Kabid Anggaran sebagai pengganti Kepala BPKAD. Lagi-lagi, setelah menunggu 30 menit lebih, dikabarkan bahwa Kabid Anggaran pun langsung ke luar kantor karena ada agenda lainnya. “Maaf pak, tadi sudah saya sampaikan dan suruh menunggu. Tapi barusan ada kabar bu Kabidnya langsung berangkat karena ada agenda. Mohon maaf,” ucap Lia.
Sementara ketika wartawan kembali ke Kantor BPKAD Cianjur pada Rabu (3/3/2021), dikabarkan Kepala BPKAD Cianjur dan Kabid tengah tak berada di kantor alias ada agenda luar. Sedangkan jauh hari sebelum mendatangi Kantor BPKAD, baik Plt Bupati Cianjur maupun Kepala BPKAD sudah dicoba dikonfirmasi via WhatsApp, namun tak kunjung ditanggapi.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center, Anton Ramadhan mengaku aneh dengan sikap Plt Bupati Cianjur dan Kepala BPKAD Cianjur yang enggan memberikan tanggapan atau penjelasan terkait dugaan korupsi yang diduga kuat melibatkan mereka. Seharusnya, sambung dia jika pemberitaan dugaan korupsi tidak benar, bisa langsung memberikan bantahan.
“Jadi kalau bungkam terus, semakin menguatkan dugaan korupsinya. Mereka itu kan pelayan publik, harusnya tak perlu sulit dihubungi atau bungkam, apalagi DPRD sudah mendorong Pemkab Cianjur untuk segera melalukan klarifikasi,” ujarnya kepada beritacianjur.com.(gie)