BERITACIANJUR.COM – SETELAH KPK menetapkan tersangka baru pada kasus dugaan suap pengurusan dana bantuan provinsi (banprov) kepada Kabupaten Indramayu Tahun Anggaran 2017-2019, Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC) mengungkap dugaan potensi yang sama terjadi juga pada pengurusan dana banprov di Kabupaten Cianjur.
Seperti diketahui, Cianjur merupakan daerah pemilihan salah satu tersangka baru, yakni anggota DPRD Provinsi Jabar Periode 2014-2019 dan 2019-2024 asal Partai Golkar, Ade Barkah Surahman (ABS). Menurutnya, keterlibatan ABS di Indramayu memunculkan potensi atau dugaan adanya keterlibatan sejumlah pihak di Cianjur dalam pengawalan, pengondisian atau pengurusan dana banprov kepada Kabupaten Cianjur.
“Seperti halnya di Indramayu, tak hanya melibatkan anggota DPRD Provinsi Jabar, namun juga melibatkan kepala daerah, pejabat di SKPD, pihak ketiga ataupun para anggota DPRD di daerah. Artinya, KPK juga harus menelusuri dugaan permainan atau pengawalan dana banprov di Cianjur,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Sabtu (17/4/2021).
Dugaan tersebut diakuinya sebagai pendorong pihaknya untuk mendesak KPK agar juga menelusuri dugaan penyelewengan pada pengurusan dana banprov di Cianjur. Modusnya, sambung dia, diduga tak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Kabupaten Indramayu.
“Kami sudah mempelajari putusan MA untuk kasus di Indramayu. Dugaan modusnya sangat berpotensi sama, seperti berawal dari pengurusan untuk online di Bappeda Cianjur, pengawalan di Provinsi, SKPD-SKPD Cianjur, pengondisian pelelangan serta adanya dugaan keterlibatan kepala daerah, pihak ketiga dan sejumlah anggota DPRD Cianjur. ini semua harus diungkap juga oleh KPK,” tegasnya.
Berdasarkan data dan informasi yang telah dihimpun pihaknya, Anton menduga pengurusan dana banprov di Cianjur bersifat eksklusif yang melibatkan tim lokal di Cianjur. Alhasil, sambung Anton, ketika KPK sudah menetapkan ABS sebagai tersangka, maka KPK harus menelusuri sejumlah kemungkinan yang terjadi pada pengurusan dana banprov di daerah pemilihannya.
“Beredar kabar adanya nilai kewajiban 15 hingga 18% untuk paket banprov di Cianjur. Ini harus ditelusuri juga kebenarannya oleh KPK. Intinya, dugaan kuatnya tak mungkin tanpa adanya keterlibatan tim lokal,” ungkapnya.
Sebelumnya, anggota DPRD Provinsi Jabar Periode 2014-2019 dan 2019-2024 asal Partai Golkar, Ade Barkah Surahman (ABS), dan anggota DPRD Provinsi Jawa Barat periode 2014-2019, Siti Aisyah Tuti Handayani (SAT) resmi ditahan dan ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus dugaan suap pengurusan dana bantuan provinsi (banprov) kepada Kabupaten Indramayu Tahun Anggaran 2017-2019, Kamis (15/4/2021).
Menanggapi hal tersebut, Direktur CRC, Anton Ramadhan menegaskan, pihaknya akan mendesak KPK untuk menelusuri juga pengurusan dana banprov di Kabupaten Cianjur. “Kejadian di Indramayu menjadi peringatan dan pembelajaran untuk di Cianjur juga. Artinya, kami juga akan mendesak KPK agar menelusuri pengurusan dana banprov kepada Kabupaten Cianjur,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Jumat (16/4/2021).
Anton mengatakan, upayanya tersebut berkaitan dengan langkah pihaknya bersama GNPK-RI yang saat ini tengah mengawal atas upayanya melaporkan Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman ke KPK, terkait dugaan korupsi penyusunan dan pelaksanaan APBD Cianjur Tahun Anggaran 2019 senilai Rp1,2 T.
“Saat ini kami bersama GNPK-RI tengah mengawal atas laporan kami ke KPK soal dugaan korupsi APBD. Dengan adanya kejadian banprov Indramayu ini, sekalian kami akan mendesak KPK agar menelusuri kemungkinan terjadi hal yang sama di Cianjur,” tegasnya.
Menurutnya, dengan ditetapkannya Ade Barkah sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana Banprov Jabar Tahun 2017-2019 di Kabupaten Indramayu, KPK semestinya tidak berhenti pada kasus yang terjadi di Kabupaten Indramayu saja. KPK dapat memperluas penyelidikan dan penyidikannya pada penggunaan dana Banprov di Kabupaten/Kota lainnya di Jawa Barat, terutama di Kabupaten Cianjur yang merupakan daerah pemilihan ABS.
“Dalam pengungkapan peristiwa pidana, dikenal istilah modus operandi, yaitu membongkar metoda, cara serta siasat pelaku kejahatan. Nah, modus operandi permainan Banprov di kalangan legislator ini pada dasarnya sama, jika modus operandi di Indramayu terkuak maka modus operandi di daerah lain kurang lebih sama,” ungkapnya.
Anton menjelaskan, dokumen yang disita oleh KPK di kantor Bappeda sebenarnya akan bicara banyak. Pasalnya, dari dokumen tersebut akan terungkap berapa alokasi banprov yang disalurkan ke setiap daerah kota dan kabupaten pada tahun anggaran 2017-2019. Di sana juga akan terlihat proyek mana saja yang jadi jatah aspirasi tiap-tiap anggota maupun pimpinan dewan.
“Untuk menemukan adanya indikasi permainan atau penyimpangan, penyidik tinggal menelusuri mulai dari surat usulan banprov 2017-2019 yang dibuat oleh Kepala Daerah, kemudian identifikasi apakah ada pengawalan yang dilakukan oleh oknum anggota DPRD Provinsi atas usulan tersebut, identifikasi pemenang tender atau pelaksana proyeknya, periksa rekam jejak pelelangannya, maka akan terungkap semua. Apa yang terjadi di Indramayu, saya yakin 100% terjadi pula di Cianjur dan modus operandinyapun sama,” pungkasnya.
Sementara itu, terkait kasus banprov Indramayu, dalam konferensi persnya, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, KPK meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan sejak bulan Februari 2021 dengan menetapkan 2 orang sebagai tersangka yaitu ABS (Ade Barkah Surahman) dan STA (Siti Aisyah Tuti Handayani).
“Perkara ini adalah satu dari banyak kasus yang diawali dari kegiatan tangkap tangan KPK. Pada 15 Oktober 2019 KPK menggelar kegiatan tangkap tangan di Indramayu. Hasilnya, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka dan menyita uang yang terkait dengan perkara sebesar Rp 685 juta,” kata Lili dalam konferensi pers Kamis (15//4/2021) lalu. (gie)