Beritacianjur.com – SETELAH dianggap membohongi para wakil rakyat, kini Kepala Dinas Pertanian (Kadistan) Cianjur, Mamad Nano secara tidak langsung menyalahkan Dinas Sosial Cianjur. Nano menyebutkan, pengadaan beras untuk dapur umum bagi warga terdampak Covid-19 seharusnya dilakukan pihak Dinas Sosial.
Nano menyebutkan, anggaran pengadaan beras untuk dapur umum sebesar Rp791.263.030 dan yang sudah dilaksanakan sebesar Rp413.683.200. “Ini sebenarnya seharusnya Dinas Sosial yang melakukan pengadaan berasnya,” katanya, Selasa (12/5/2020).
Selain untuk dapur umum, Nano menyebutkan adanya pengadaan beras untuk warga sebesar Rp11,205 M. Menurutnya, pembagiannya akan dipaketkan 10 kilogram per kepala keluarga.
“Nah sekarang ini kami akan fokus dulu ke dapur umum. Untuk yang Rp11 M, kami tidak akan dulu melaksanakannya, karena hingga saat ini masih menunggu data penerimanya dari Dinas Sosial. Sebenarnya, Dinsos yang ditugaskan untuk melakukan proses pengadaan beras melalui Bulog ini,” ujarnya.
Terkait penjelasannya bahwa pengadaan beras untuk warga terdampak corona harus membeli ke Bulog, yang dianggap sejumlah wakil rakyat mengada-ada alias kebohongan, Nano berkilah dan menyebutkan aturan tersebut benar adanya yakni Surat Edaran Kementerian Sosial Nomor 3 Tahun 2020, tentang Penggunaan Cadangan Beras (CBP) untuk penanganan Covid-19.
Padahal, penjelasan tersebut dianggap mengada-ada atau bohong karena Surat Edaran Kemensos itu bukan mengharuskan membeli dari Bulog untuk warga terdampak corona, tapi itu untuk mengatur mekanisme permohonan penggunaan CBP.
Diberikan sebelumnya, ternyata, penjelasan Kepala Dinas Pertanian (Kadistan) Cianjur, Mamad Nano kepada Komisi B DPRD Cianjur terkait adanya surat edaran dari Kementerian Sosial yang mengharuskan pengadaan beras untuk warga terdampak corona belanja ke Bulog, diduga tidak benar alias mengada-ada. Benarkah?
Penjelasan Nano tersebut disampaikan pada saat rapat bersama Komisi B di Gedung DPRD, Jumat (8/5/2020) lalu. Saat itu, sejumlah wakil rakyat merekomendasikan agar Pemkab Cianjur menghentikan pembelian beras dari Perum Bulog Sub Divre Cianjur dikarenakan berasnya berbau dan kotor bahkan dinilai tak layak konsumsi. Namun kala itu Kadistan menegaskan bahwa hal tersebut sudah ada aturannya.
Saat ditemui Selasa (12/5/2020), Nano menjelaskan, aturan yang dimaksud adalah Surat Edaran Kementerian Sosial Nomor 3 Tahun 2020, tentang Penggunaan Cadangan Beras (CBP) untuk penanganan Covid-19.
“Ini mah sepertinya mengada-ada. Surat Edaran Kemensos itu bukan mengharuskan membeli dari Bulog untuk warga terdampak corona, tapi itu untuk mengatur permohonan penggunaan CBP,” ujar salah satu anggota Komisi B DPRD Cianjur, Asep Iwan Gusniardi kepada beritacianjur.com, Selasa (12/5/2020).
Ia mengaku geram atas dugaan kebohongan yang dilakukan Kadistan Cianjur tersebut. Untuk selanjutnya, ia mengaku akan mengusulkan agar dilakukan kembali rapat pembahasan bersama Dinas Pertanian dan Bulog Cianjur.
“Ini harus diusut kebenarannya. Makanya harus dipanggil lagi pihak-pihak terkait agar semuanya terang benderang,” tegas politisi Golkar tersebut.
Hal senada diungkapkan, Ketua Komisi A DPRD Cianjur, M. Isnaeni yang mengaku akan segera meminta Inspektorat Daerah (Irda) Cianjur untuk segera memeriksa dugaan penyimpangan pada pengadaan beras untuk dapur umum bagi warga terdampak Covid-19. Pasalnya menurut Isnaeni, Kepala Dinas Pertanian juga sempat membohongi sejumlah anggota pansus LKPJ yang menyampaikan keluhan warga soal beras tidak layak konsumsi yang disalurkan ke sejumlah dapur umum.
“Saat ditanya kenapa yang disalurkan ke dapur umum itu Beras dari Bulog dan bukan beras yang dibeli di pasaran umum yang kualitasnya lebih baik, jawaban dari Kepala Dinas ada peraturan dari Kemensos yang mengharuskan beras bantuan selama Covid-19 itu harus beras dari Bulog,” kata Isnaeni.
Sebenarnya, indikasi kebohongan yang dilakukan Kadistan Cianjur sebelumnya pernah dilontarkan Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Anton dengan tegas mempertanyakan kebenaran penjelasan Kadistan Cianjur yang menyebutkan aturan mutlak atau keharusan pembelian beras untuk pandemi corona dari Bulog.
“Omongan Kepala Dinas Pertanian tuh benar gak? Aturannya benar-benar ada atau mengada-ada? Saya sudah coba menelusuri dan searching dari berbagai sumber, tak ada aturan yang mengharuskan hanya boleh membeli beras untuk pandemi corona dari Bulog. Kalau memang benar, kepala dinas harus bisa membuktikan dan menunjukkan aturannya, dan wakil rakyat juga harus terus mempertanyakannya,” jelasnya.
Menurut Anton, pengadaan barang/jasa saat pandemi corona diatur dalam Surat Edaran KPK Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 Terkait dengan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.
Ia menyebutkan, pada poin 2 disebutkan, prinsip pengadaan barang/jasa (PBJ) pada kondisi darurat yaitu efektif, transparan dan akuntabel, dengan tetap berpegang pada konsep harga terbaik (value for money) sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 Perpres No.16 Tahun 2018 tentang PBJ, bahwa salah satu tujuan PBJ adalah menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi dan penyedia. Sehingga harga tidak menjadi variabel yang berdiri sendiri namun perlu juga mempertimbangkan variabel lain pembentuk harga terutama kualitas dan waktu di tengah situasi darurat/bencana ini.
“Dalam poin 2 juga disebutkan, prinsip transparan dan akuntabel harus dijalankan dengan mendokumentasikan dan membuka setiap tahapan pengadaan dalam rangka mencari harga terbaik tersebut,” paparnya kepada beritacianjur.com, Sabtu (9/5/2020).
Anton menegaskan, penjelasan dari Kepala Dinas Pertanian Cianjur yang menyebutkan harus membeli beras ke Bulog bisa dibantah juga dengan adanya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2020, tentang Menjaga Ketahanan Pangan Nasional pada Saat Tanggap Darurat Covid-19.
Pada poin kedua, sambung Anton, terdapat anjuran agar mendayagunakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, Toko Tani Indonesia (TTI) dan swasta yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia sebagai lembaga pemasok pangan dan bekerjasama dalam pendistribusiannya.
“Aturannya jelas, jadi pertanyaannya kenapa harus dipaksakan membeli beras ke Bulog jika membeli ke pihak lain bisa mendapatkan beras yang lebih berkualitas? Kalau memaksakan seperti ini, jangan salahkan jika adanya dugaan pengondisian yang dilakukan sejumlah pihak agar semua belanja beras untuk kebutuhan penanganan corona harus bersumber dari Bulog,” paparnya.
Anton menambahkan, dalam Surat Edaran dari Kemensos tidak ada penjelasan yang mengharuskan pembelian beras dari Bulog. Menurutnya, surat edaran tersebut menjelaskan tentang mekanisme penggunaan cadangan beras (CBP) untuk penanganan Covid-19.
“Surat Edaran Kemensos itu hanya menjelaskan mekanisme bagaimana pemerintah daerah bisa melakukan permohonan untuk penggunaan CBP. Bukan mengharuskan pembelian beras untuk dapur umum mutlak dari Bulog. Ini jelas sebuah kebohongan, wakil rakyat harus mengusut tuntas,” pungkasnya.(gie)