Ini Dugaan Modus, Kejahatan Korupsi dan Upaya Bobol Uang Negara yang Berlindung di Balik Kewenangan sebagai Kepala Daerah

APAPUN alasannya, baik pergeseran anggaran maupun perubahan anggaran, bertambah ataupun berkurang sebelum perubahan APBD dan atau dilakukan mendahului perubahan APBD dengan persetujuan pimpinan DPRD atau Badan Anggaran DPRD, hal itu merupakan praktik yang merugikan keuangan negara/daerah dan dalam perspektif hukum pidana masuk pada kejahatan korupsi.

Hal tersebut dikatakan Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Menurutnya, jika ada daerah otonom yang mengeluarkan kebijakan pergeseran APBD sebelum perubahan APBD yang diduga kuat terjadi di Cianjur, maka ada tiga kemungkinan yang terjadi.

Pertama, sambung Anton, kepala daerah ingin menampung pagu anggaran (memperbesar) pada kegiatan awal yang dinilai terlalu sedikit, untuk kepentingan pribadi dengan kompensasi fee 10-15 persen dengan cara menggeser kegiatan dan anggaran antara unit organisasi. Kedua, kepala daerah ingin memutuskan atau menyerahkan pekerjaan itu dikerjakan oleh mitra bisnis yang mempermudah transaksi fee proyek tersebut.

“Lalu yang ketiga, kepala daerah berkeinginan proyek tersebut tidak dikuasai oleh pihak-pihak yang tidak memiliki kepentingan seperti tim sukses dan lainnya,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Senin (22/2/2021)

Anton menambahkan, terdapat 5 potensi modus yang dilakukan, antara lain, pelaksanaan tender bersifat formalitas dan yang menang mitra bisnis, tim sukses dan pihak lainnya; kegiatan pekerjaan yang mudah dikerjakan seperti penimbunan, drainase, pembukaan jalan baru, pembuatan badan jalan, pengadaan barang-barang bergerak yang mudah dikerjakan, atau alat-alat kesehatan; bantuan sosial; semua dilakukan awal tahun sampai pertengahan tahun (Februari s/d Agustus); dan yang terakhir DPRD dijadikan alat untuk legalisasi dengan kompensasi presentasi fee yang dibayarkan di muka.

“Praktik pengelolaan APBD seperti dijelaskan di atas adalah bentuk pembobolan keuangan negara atau daerah dengan berlindung dalam kewenangan sewenang-wenang sebagai kepala daerah, dan kewenangan sebagai anggota badan anggaran atau pimpinan DPRD sesuai ketentuan perundang-undangan,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, LAGI, sejumlah bukti atas dugaan korupsi APBD yang dilakukan Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman terus bermunculan. Pada Tahun Anggaran 2019 lalu, ia diduga kuat telah melakukan penyalahgunaan wewenang dengan membuat sejumlah peraturan bupati yang disinyalir bertujuan untuk melegalkan penggunaan anggaran, mendahului mekanisme perubahan APBD dan aturan perundang-undangan. Benarkah?

Ya, itulah yang diungkapkan Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Menurutnya, pada tahun anggaran 2019, orang nomor satu di Cianjur tersebut sedikitnya telah membuat 5 buah Peraturan Bupati tentang Perubahan atas Perbup Nomor 102 tahun 2018 tentang Penjabaran APBD 2019. Berdasarkan data yang diperoleh CRC, 5 buah perbup tersebut antar lain, 3 buah dibuat sebelum perubahan APBD 2019, sedangkan 2 perbup lagi keluar setelah perubahan APBD 2019.

“Dari sejumlah perbup tersebut, ada kejanggalan lain karena terdapat perbedaan redaksional antara isi perbup dengan lampirannya. Dalam perbup disebutkan perubahan atau penambahan, sementara dalam lampiran pakai kata pergeseran. Ini terkesan menjadi alibi atau menyembunyikan adanya penambahan anggaran. Jelas, jika pergeseran bukan berarti bertambah, tapi hanya bergeser pos, namun yang terjadi bertambah anggaran dengan nilai yang fantastis,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Senin (22/2/2021).

Secara rinci, Anton membeberkan kelima perbup tersebut, antara lain:

Ini 3 Perbup tentang penambahan dan penggunaan anggaran sebelum Perubahan APBD Cianjur TA 2019 atau mendahului perubahan APBD 2019 :

  1. Perbup Nomor 3 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perbup Nomor 102 Tahun 2018 tentang Penjabaran APBD TA 2019, ditetapkan tanggal 6 Februari 2019.
  2. Perbup Nomor 9 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Perbup Nomor 102 Tahun 2018 tentang Penjabaran APBD TA 2019 ditetapkan tanggal 29 Maret 2019.
  3. Perbup Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Bupati Nomor 102 Tahun 2018 Tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah Tahun Anggaran 2019

“Pada perbup tentang penambahan dan penggunaan anggaran sebelum Perubahan APBD Cianjur TA 2019 atau mendahului perubahan APBD 2019 ini, ada kejanggalan dan potensi kerugian Negara sebesar Rp488 M,” sebutnya.

Ini 2 perbup terkait adanya penambahan anggaran pendapatan dan belanja APBD 2019 yang dilakukan setelah terbitnya Perda APBD Perubahan TA 2019:

  1. Perbup Nomor 59 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perbup Nomor 50 Tahun 2019 tentang Penjabaran Perubahan APBD TA 2019, ditetapkan tanggal 26 September 2019.
  2. Perbup Nomor 82 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Perbup Nomor 50 Tahun 2019 tentang Penjabaran APBD Perubahan TA 2019 ditetapkan tanggal 20 November 2019.

“Pergeseran anggaran seperti ini lazim terjadi karena adanya kepentingan kepala daerah untuk memuluskan suatu kegiatan yang tidak masuk dalam perencanaan dan tidak ada pagu anggarannya, atau juga bisa pagu anggaran dalam kegiatan dinilai terlalu sedikit sehingga perlu menambah volume pekerjaan diikuti dengan besaran anggaran. Berdasarkan pada kepentingan tersebut dengan kewenangan yang begitu luas sebagai penanggungjawab pengelolaan keuangan daerah sesuai PP No. 58 Tahun 2005, seorang kepala daerah dapat melakukan apa saja menurut kehendak walaupun kehendak tersebut melanggar asas dan ketentuan perundang-undangan dengan alasan untuk kepentingan umum,” tegasnya.

Penambahan anggaran pada beberapa posting tersebut, sambung Anton, dilakukan dengan cara menggeser kegiatan dan mengurangi belanja yang telah ditentukan awal bersama DPRD. Ia menilai, jika praktik-praktik kebijakan seperti itu dibiarkan, maka APBD setiap tahun dipastikan bocor karena budgeting policy kepala daerah yang kebablasan.

“Pergeseran anggaran antara unit organisasi dan antara kegiatan adalah suatu potret buruknya perencanaan APBD pada suatu daerah otonom, walaupun ketentuan perundang-undangan memperbolehkan hal itu dilakukan untuk capaian program pemerintah daerah dan untuk likuiditas APBD itu sendiri. Suatu perencanaan APBD yang baik dilakukan berdasarkan mekanisme penyerapan aspirasi masyarakat yang baik dan tertib,” terangnya.

Anton menjelaskan, tahun siklus APBD dimulai 1 Januari-31 Desember tahapan pengelolaan APBD (mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban). Bagi daerah otonom yang tertib dan taat asas pengelolaan APBD, lanjut dia, pasti menaati dan mengikuti tahun siklus pengelolaan APBD, artinya tidak akan ada pergeseran anggaran antara unit organisasi dan antara belanja ataupun tidak akan terjadi perubahan anggaran mendahului APBD-P.

“Jika mengeluarkan kebijakan pengelolaan anggaran (budgeting policy) dengan pergeseran APBD sebelum perubahan APBD, maka diduga kuat kepala daerahnya ingin menggunakan APBD untuk kepentingan pribadi dan kroni,” pungkasnya.(gie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *