Plt Bupati dan Punggawanya Masih Bungkam soal Dugaan Korupsi, Jangankan Libatkan Masyarakat, Wakil Rakyat Saja Dikibuli

DUGAAN korupsi atau rekayasa pelaksanaan APBD 2019 tak hanya berpotensi besar menimbulkan kerugian uang Negara mencapai puluhan miliar rupiah saja, namun kental juga dengan dugaan praktik penyalahgunaan wewenang jabatan, upaya mengibuli wakil rakyat serta membodohi atau tak melibatkan masyarakat. Benarkah?

Itulah yang diungkapkan Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Menurutnya, semua hal tersebut jelas disebutkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2019.

Pada penyusunan APBD, sambung Anton, penyusunan APBD 2019 didasarkan beberapa prinsip, antara lain, sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah;
tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa
keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat;
tepat waktu, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.

“Selanjutnya disebutkan juga bahwa harus transparan, untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan
mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD;
partisipatif, dengan melibatkan masyarakat; dan
tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Senin (15/2/2021).

Anton menilai, nyaris semua prinsip penyusunan APBD tersebut dilanggar Plt Bupati Cianjur ‘saparakanca’. Salah satunya, kata dia, ketika pejabatnya bungkam terkait dugaan korupsi yang tengah ramai diberitakan, selain memperkuat adanya dugaan ‘maling’ anggaran, maka itu sama halnya dengan tidak transparan, tidak informatif dan jauh dari kata melibatkan masyarakat.

“Jangankan libatkan masyarakat, wakil rakyatnya saja dikibuli. Masalahnya sudah sangat kompleks. Indikasi dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang jabatannya sudah sangat terang benderang. Aparat penegak hukum harus segera turun tangan. Fakta atau bukti yang sudah ramai diberitakan akan mempermudah aparat untuk mengusutnya,” pungkasnya.

Baca Juga  'Boa Edan', Potensi Kerugian dari Dugaan Korupsi Tambahan Penghasilan PNS Capai Rp30 M Lebih

Diberitakan sebelumnya, kejanggalan demi kejanggalan dalam dugaan korupsi APBD Cianjur Tahun Anggaran (TA) 2019 terus bermunculan. Mulai dari anggaran yang ujug-ujug naik puluhan miliar rupiah tanpa diketahui DPRD Cianjur, hingga adanya dua peraturan bupati yang memiliki nomor yang sama.

Kali ini, Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC) mengungkap satu demi satu kejanggalan yang semakin menguatkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang diduga kuat dilakukan oleh Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman.

Sebelum berkisah perjalanan dugaan adanya rekayasa APBD Cianjur TA 2019, Direktur CRC, Anton Ramadhan mengajak semua pihak untuk berpikir secara kritis memakai logika. Jika Plt Bupati Cianjur atau sejumlah pejabat Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Cianjur merasa bahwa semua pemberitaan dugaan korupsi APBD ini tidak benar, sambung Anton, seharusnya orang nomor satu di Cianjur beserta para punggawanya bisa dengan mudah membantah atau memberikan penjelasan, dan bukan malah menutup mulutnya rapat-rapat alias bungkam.

“Logika sederhana, kenapa harus bungkam jika dugaan korupsinya tidak benar? Ini yang terjadi malah tidak ada bantahan sama sekali. Semua itu semakin memperkuat adanya dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang diduga kuat melibatkan Plt Bupati Cianjur,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Jumat (12/2/2021).

Anton memaparkan, sedikitnya terdapat 6 kejanggalan yang terjadi pada dugaan korupsi APBD TA 2019. Pertama, kata dia, adanya penambahan anggaran pada pos belanja dan pendapatan yang kenaikannya masing-masing mencapai hampir Rp43 M tanpa dibahas terlebih dahulu bersama DPRD Cianjur atau tanpa persetujuan para wakil rakyat.

infografis korupsi APBD 1

“Kejanggalan ini diperkuat adanya statement dari sejumlah dewan, salah satunya dari ketua Faksi PKB, Dedi Suherli. Kata dia, selama pembahasan APBD 2019 hanya terdapat 2 agenda pembahasan, yakni APBD Murni dan APBD Perubahan. Di luar itu tidak ada lagi agenda pembahasan untuk mengubah atau menambah anggaran,” sebutnya.

Baca Juga  Mengungkap Segudang Kejanggalan dalam Dugaan Korupsi APBD Cianjur, Fakta Mana Lagi yang Kau Dustakan?

Kedua, adanya perubahan atau lahirnya Perbup Nomor 82 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Peraturan Bupati Nomor 50 tahun 2019 tentang Penjabaran Perubahan APBD TA 2019 tanpa menempuh mekanisme yang benar. Menurutnya setelah Perda Perubahan APBD 2019 ditetapkan oleh DPRD dan disusul Penerbitan Peraturan Bupati tentang Penjabaran Perubahan APBD 2019, TAPD menyusun dan melakukan perubahan terhadap Perbup Penjabaran APBD dengan alasan adanya Pergeseran Anggaran. Dalam Perbup penjabaran Perubahan APBD yang baru tersebut, sambung dia, alokasi anggaran pendapatan dan alokasi anggaran belanja APBD-P 2019 yang sudah ditetapkan bersama DPRD, diubah dengan melakukan penambahan anggaran pada pos pendapatan dan belanja di sejumlah pos anggaran.

Ketiga, logika waktu penambahan anggaran dan pelaksanaan kegiatan belanja barang dan jasanya. Ia menyebutkan, perbup penjabaran APBD tersebut ditetapkan pada 20 November 2021. Pertanyaannya, jika dihitung dengan proses kegiatan belanja barang dan jasanya, apakah bisa dengan penambahan anggaran mencapai puluhan miliar tersebut, semua kegiatannya selesai atau semua anggarannya bisa terserap?

“Ini sangat janggal. Sepertinya kecil kemungkinan jika waktu sesingkat itu dan anggaran sebesar itu bisa terserap. Terkesan dipaksakan. Lebih aman jika digeser ke APBD Murni 2020. Logika saja, perbupnya saja baru ditetapkan akhir November, bagaimana masih ada waktu lagi untuk melaksanakan kegiatan dan menyerap anggarannya?” sebutnya.

Keempat, adanya dua perbup yang memiliki nomor sama, yakni Perbup Nomor 50 tahun 2019 tentang Penjabaran Perubahan APBD 2019 dan Perbup Nomor 50 tentang Kelompok Penggerak Wisata. Lebih anehnya lagi, lanjut Anton, ketika fakta atau keanehan tersebut telah terkuak, Bagian Hukum Setda Cianjur buru-buru mengubah perbup tentang pariwisata menjadi 50 A agar berbeda dengan perbup tentang APBD.

“Ini benar-benar fakta karena diakui langsung oleh Bagian Hukum. Selain mengakui adanya human error hingga terjadi adanya nomor perbup yang sama, Bagian hukum juga mengakui mengubah nomor perbup dan mengakui perbup tersebut belum dilaporkan ke Pemprov Jabar,” ungkapnya.

Baca Juga  Sisi Lain Aksi 111, Warga Ikut Demo Diteror hingga Kabar Bupati Pesan 600 Nasi Kotak yang Dikira untuk Pendemo

Kelima, perubahan nomor perbup tidak menggunakan angka bulat. Tak hanya dari hasil analisis CRC, ternyata Peneliti Senior pada Pusat Pengkajian Keuangan Negara & Daerah Universitas Patria Artha Makasar, Dr Yusran Lapananda SH MH pun memiliki analisis dan pendapat yang sama dengan Anton, yakni produk hukum daerah baik itu perda, perbup atau peraturan DPRD secara aturan harus menggunakan angka bulat untuk penomoran. Nomor bulat pada perda/perbup tidak dapat ditambahkan dengan huruf a, b, c, d, e dan seterusnya atau A, B, C, D, E dan seterusnya.

“Jadi kalau ditemukan perda atau perbup misalnya bernomor 1 A , maka diduga kuat bahwa perda atau perbup tersebut menggunakan jurus jurus simsalabim abrakadabra, penuh rekayasa dan cacat hukum,” terang Anton.

Keenam, adanya perbedaan redaksional pada Perbup Nomor 82 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perbup Nomor 50 tahun 2019 tentang penjabaran perubahan APBD 2019. Di pasal 2, kalimat atau redaksionalnya Ringkasan Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada pasal 1 tercantum dalam lampiran 1. Sementara dalam lampiran 1, redaksionalnya menjadi Ringkasan Penjabaran Pergeseran APBD. Ada perbedaan atau penambahan kata pergeseran.

“Semua fakta dan kejanggalan-kejanggalan tersebut sudah sangat jelas dan semakin memperkuat adanya dugaan rekayasa atau korupsi APBD yang diduga kuat melibatkan Plt Bupati Cianjur. Jadi, fakta mana lagi yang kau dustakan? Selain CRC akan mendatangi BPKRI Perwakilan Jabar dan Bagian Hukum Pemprov Jabar, kami juga mendorong agar aparat penegak hukum segera turun tangan. Usut hingga tuntas,” pungkasnya.(gie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *