Mulai dari Dag-dig-dug Ancaman Corona, Meroketnya Tagihan Listrik, Air dan Internet, Meningkatnya Beban Ekonomi hingga Stres Dampingi Anak Kerjakan Tugas Sekolah
Saat ini, di saat pandemi virus corona atau Covid-19, di saat diterapkannya school from home atau belajar dari rumah, mungkin orang yang merasa paling stres adalah orangtua yang memiliki anak usia sekolah. Benarkah?
Ya, sekilas, kalimat belajar dari rumah itu terdengar menyenangkan. Namun faktanya, bagi sebagian orangtua murid khususnya seorang ibu, hal itu menjadi petaka bagi mereka. Betapa tidak, selain sudah dipusingkan dengan pekerjaan rumah; was-was terhadap ancaman penyebaran virus corona; tagihan listrik, air dan internet naik; kebutuhan sehari-hari meningkat; kini ditambah stres karena harus rutin mendampingi anak-anaknya belajar di rumah dan mengerjakan tugas dari sekolah.
Tambah stres lagi jika sang anak enggan nurut karena suasana belajar di rumah terasa sangat berbeda dibandingkan dengan di sekolah. Jika sudah berhadapan dengan gadget, tak sedikit anak lebih termotivasi bermain game atau nonton Youtube bukannya belajar. Makin stres lagi jika sang orangtua gaptek menggunakan laptop atau aplikasi di ponsel pintar.
Wajar jika stres, karena tak semua orangtua memiliki kapasitas untuk membimbing atau mengajar anak seperti guru di sekolah. Wajar mengeluh kerepotan, karena bukan bidangnya. Guru saja dibagi untuk memegang satu atau beberapa mata pelajaran, orangtua malah dipaksa paham semua mata pelajaran saat mendampingi anaknya belajar dan mengerjakan tugas. Mental atau kesabaran benar-benar diuji. Harus diingat pula, jika sudah stres, tak jarang seseorang menjadi lebih emosional, akhirnya kekesalan dan kemarahannya dilampiaskan kepada anak. Anak jadi korban.
Ingat, menurut para pakar, anak yang kerap dimarahi atau diteriaki akan berdampak buruk. Alih-alih menurut atau memahami maksud nasihat orangtuanya, anak malah bisa mengalami trauma psikis yang dapat mengganggu perkembangan mental dan kecerdasannya. Sedikitnya ada empat dampak buruk yang bisa terjadi pada anak jika sering dimarahi, antara lain, anak menjadi penakut dan tidak percaya diri, perkembangan otaknya terganggu, mengalami depresi dan gangguan mental serta menjadi sosok pemarah di kemudian hari. Masih mau mudah memarahi anak saat mendampingi belajar di rumah? Meski tak mudah, lebih baik bersabar demi kebaikan anak.
Terkait stresnya para orangtua murid ini bukanlah hal baru terjadi. Malah pada April 2020 lalu, kicauan berisi keluhan orangtua, tepatnya ibu-ibu yang mendampingi anak-anakya saat belajar di rumah, sempat menjadi viral dan mengejutkan warga netizen. Salah satunya seperti yang dikicaukan akun Twitter Forza Bintang Wirayasa @bintangforza pada Rabu (8/4/2020) 2020 bertajuk “Isi Hati Beberapa Ibu-ibu” dengan postingan empat gambar screenshoot perbincangan via WhatssApp.
Lucu ada, prihatin juga iya. Ini empat unggahan dalam bentuk screenshoot tersebut:
“Curcol pagi ini udah 4 hari online class bikin darting tiap hari, Yang bikin darting apa? Anak gak nurut? No… yang bikin darting adalah Jadwal Zoom + Submit Assignment. Jadwal zoom mendadak dangdut semua, mau meeting diupadte pada hari H (Sebagian 1 hari sebelumnya. Jadi tugas mamak adalah: refresh apps Edmodo dari jam 7.30-13.0!!! Dapur gak keurus, boro-boro kerjaan yah, itu nomor paling terakhir udah. Tiap jam mantengin jadwal kelas setiap hari. Ini anak kelas SATU! Mana bisa ngecek jadwal, pindahin link zoom, dll. Coba para guru tempatin diri di posisi parents, bisa boker dengan tenang aja itu sesuatu banget!!!.”
“Titip tolong sampaikan ke guru yang bersangkutan. Saya sudah mau banting laptop saya ini. Lama-lama saya minta biaya terapi psikiater ke sekolah. Kalau saya masih dibikin susah, saya ga mau urusin semua tugaS2 sekolah. Yang sekolah anak saya, Koq yang repot saya”
“Sir sampein yah bnr2 musti sampein kasih pr jgn susah2 jgn repot. Kl mao ksh yg susah guru buat video sambil jelasin terangin ke anak2 masa ortu yng musti terangin jg. Guru ksh tugas ama ket sekedarnya emang sy dukun bs lgsg paham lgsg mengerti maksud isi hati para guru. Guru aja cuma pinter 1 mata pelajaran sy ibu rumah tangga yg tamat skul ud lama jaman skul jg kaga niat belajar skrg suruh ngajarin anak emosi naik ampe ubun2. Guru2 suruh buat video dah bikin penjelasan anank2 suruh ntn kl emang ga mao dishare lewat utube ya buat aja link buat kalangan murid2 narada aja. Disampein sir jgn cuma ditampung emang situ tempayan tampung2. gara2 emosi ampe martabak abis 6potong kl sy gendut kan repot”
“Gak ada bola di rumah. Jgn aneh aneh deh. Bikin pr aja udah cukup stress. Adanya panci“
Reaksi netizen pun beragam. Ada yang mendukung keluhan emak-emak tersebut, tak sedikit juga yang berpendapat bahwa orangtua memang harus siap menghadapi kondisi saat ini. Lalu, dengan adanya fenomena ini, apakah kita harus menyalahkan guru yang sering memberikan banyak tugas? Atau mau memprotes sekolah yang tidak cepat tanggap mengevaluasi sistem pendidikan school from home yang faktanya tak semulus yang dibayangkan saat awal-awal diterapkan?
Soal guru, mungkin tidak tepat jika kita menyalahkan mereka, karena mungkin guru hanya menjalankan tugas untuk menerapkan kebijakan sekolah di tempatnya mengajar. Mereka hanya perlu mengevaluasi sistem school from home yang sudah berjalan, serta harus menyadari bahwa kapasitas dan kondisi setiap orangtua murid tak sama. Sudah seharusnya berpikir kualitas ketimbang kuantitas. Pasalnya, hal yang terjadi sekarang, terutama di tingkat TK dan SD, kebanyakan orangtua yang lebih sibuk mengerjakan tugas anaknya. Jangankan paham, sang anak malah lebih mudah jenuh dan stres karena orangtua dinilai super galak dibanding gurunya di sekolah. Alhasil, pola pemikiran asal mengumpulkan tugas terjadi ketimbang mempertimbangkan anak paham dari tugas yang diberikan.
Anak yang sekolah, orangtua yang mengerjakan tugas? Ya, ini fenomena yang saat ini tengah terjadi dan dialami sebagian orangtua. Jika sudah seperti ini, apakah hanya anak yang bakal mendapatkan rapor? Apa perlu pihak sekolah juga memberikan rapor bagi orangtua murid karena sudah rajin mengerjakan tugas sekolah anaknya? Apa perlu juga sekolah memberikan honor bagi orangtua murid? Tidak, tidak perlu seperti itu. Hal yang paling penting evaluasi pola pembelajaran yang diterapkan sekolah saat ini.
Semuanya demi anak, orangtua demi anaknya, guru demi anak didiknya. Jadi, jangan dibiarkan berlarut jika sistem yang tengah berjalan bisa berdampak buruk terhadap anak dan hal lainnya. Hal yang pasti, pihak sekolah maupun pemerintah jangan pernah tutup mata dan harus bertindak cepat. Ingat, saat ini bukan hanya persoalan keluhan orangtua murid yang stres mendampingi anaknya belajar di rumah, namun juga ada keluhan soal tetap bayar tagihan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) meski belajar di rumah. Segera evaluasi, segera cari solusi.
Ingat, jangan marah-marah. Ini memang tak mudah, namun harus ingat dengan pesan Nabi Muhammad SAW untuk umatnya agar menjauhkan diri dari sifat amarah. Dari Abu Hurairah RA, diketahui, Rasulullah SAW bertemu dengan seorang pria yang meminta nasihat kepadanya.
“Wahai, Rasulullah, perintahkan aku untuk mengerjakan amalan baik yang kuanggap sedikit (tidak menyita waktu)!” pinta orang itu.
Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Jangan marah!” Sabda ini beliau ulangi berkali-kali tiap orang itu mengajukan pertanyaan yang sama. “Jangan marah!”(*)