BERITACIANJUR.COM – DUGAAN korupsi pelaksanaan APBD tahun anggaran 2019 senilai Rp1,2 triliun semakin ramai diperbincangkan, setelah Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center mengungkap kewenangan pelaksana tugas (plt) bupati.
Seperti diketahui, saat pelaksanaan APBD 2019, status Herman Suherman menjabat sebagai Pelaksana Tugas Bupati Cianjur. Sementara menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 74 Tahun 2016, pelaksana tugas dalam hal menandatangani peraturan daerah (Perda) harus mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri.
Sontak hal tersebut mengundang reaksi dari Cianjur People Movement (Cepot). Senada dengan Direktur CRC, Anton Ramadhan yang menduga mekanisme persetujuan tertulis dari menteri tidak ditempuh Pemkab Cianjur, Ketua Cepot Ahmad Anwar pun mempertanyakan hal tersebut dan mendorong agar Plt Bupati Cianjur maupun Bagian Hukum Setda Cianjur, segera memberikan penjelasan kepada publik.
“Jangan salahkan masyarakat jika akhirnya ragu terhadap Pemkab Cianjur. Masalahnya, dugaan pelanggarannya sudah banyak, dugaan korupsinya sudah kuat, namun baik Plt Bupati Cianjur maupun pejabat lainnya tidak berupaya memberikan klarifikasi hingga saat ini,” ujar pria yang karib disapa Ebes kepada beritacianjur.com, Selasa (23/3/2021).
Menurutnya, dugaan tidak adanya persetujuan menteri saat Plt Bupati Cianjur melahirkan perda maupun perbup terkait APBD, menambah daftar kejanggalan atau dugaan pelanggaran pada pelaksanaan APBD 2019.
Selain Permendagri Nomor 74 Tahun 2016, sambung Ebes, pada Pasal 110 Permendagri 120 Tahun 2018 tepatnya pada ayat 4 juga disebutkan, pelaksana tugas, pelaksana harian, penjabat sementara atau penjabat kepala daerah dalam melakukan penandatanganan rancangan perkada harus mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri.
“Ketika CRC memunculkan Permendagri Nomor 74 Tahun 2016, itu mengingatkan kita terkait kewenangan seorang pelaksana tugas bupati. Sebelumnya ada dugaan pelanggaran tanpa persetujuan DPRD dan yang lainnya, jadi wajar jika sekarang kami mempertanyakan keabsahan Perda APBD 2019,” paparnya.
“Hingga saat ini saya masih bingung, apa alasan Plt Bupati Cianjur dan pejabat lainnya tidak mau memberikan klarifikasi? Secara logika, kalau dugaan korupsi ini tidak benar, harusnya langsung klarifikasi dong. Kalau diam yang jangan salahkan jika muncul bahwa dugaan ini sangat kuat,” pungkasnya.
Sementara itu, guna meminta kejelasan terkait lahirnya perda dan perbup tentang APBD 2019, wartawan mencoba mengonfirmasi langsung kepada Bagian Hukum, Selasa (23/3/2021). Namun Kepala Bagian Hukum Setda Cianjur, Muchsin Sidiq Elfatah sulit dihubungi. Sedangkan Pengelola JDIH Cianjur, Ganjar Priadi tengah menjalankan work from home (WFH).
Diberitakan sebelumnya, nama Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman semakin kuat dikaitkan dengan dugaan korupsi pelaksanaan APBD tahun anggaran 2019 senilai Rp1,2 T lebih. Apalagi, dengan statusnya sebagai pelaksana tugas (Plt) bupati, Herman disebut-sebut sudah banyak melakukan penyalahgunaan wewenang. Benarkah?
Dugaan tersebut dilontarkan Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Menurutnya, selain tak menempuh persetujuan DPRD saat pelaksanaan APBD dan penambahan anggarannya melebihi Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) seperti yang sudah ramai diberitakan, Herman juga diduga sudah melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 74 Tahun 2016.
“Permendagri tersebut mengatur tentang cuti di luar tanggungan negara bagi gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota. Di dalamnya membahas kewenangan plt bupati,” ujarnya kepada beritacianjur.com, Selasa (16/3/2021).
Pada pasal 6 huruf d, sambung Anton, disebutkan bahwa pelaksana tugas gubernur, pelaksana tugas bupati, dan pelaksana tugas walikota mempunyai tugas dan wewenang, menandatangani Perda tentang APBD dan Perda tentang Organisasi Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
“Poin pentingnya ada pada kalimat menandatangani Perda tentang APBD dan Perda tentang Organisasi Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. Adakah persetujuan tertulis dari Menteri saat Plt Bupati Cianjur menandatangi perda dan perbup?” ungkapnya.
Anton mengaku ragu mekanisme persetujuan tertulis dari menteri sudah ditempuh. Ia pun berharap Plt Bupati Cianjur bisa segera memberikan penjelasan terkait hal tersebut. Anton menyampaikan alasan terkait keraguannya dikarenakan berdasarkan sejumlah kejanggalan sebagai berikut:
- Adanya penambahan anggaran pada pos belanja dan pendapatan yang kenaikannya mencapai hampir Rp530,9 M tanpa melalui mekanisme APBD, yaitu tidak dibahas terlebih dahulu bersama DPRD Cianjur atau tanpa persetujuan para wakil rakyat. Kejanggalan ini diperkuat adanya statement dari sejumlah dewan, salah satunya dari ketua Faksi PKB, Dedi Suherli. Kata dia, selama pembahasan APBD 2019 hanya terdapat 2 agenda pembahasan, yakni APBD Murni dan APBD Perubahan. Di luar itu tidak ada lagi agenda pembahasan untuk mengubah atau menambah anggaran.
- Terbitnya 5 buah peraturan bupati tentang perubahan atas Peraturan Bupati tentang penjabaran APBD TA 2019 tanpa melalui mekanisme yang benar. 3 buah Perbup terbit sebelum Perubahan APBD 2019 dan 2 buah Perbup lainnya dibuat setelah Perubahan APBD 2019 disahkan oleh DPRD, yang luar biasa perbup yang terakhir yaitu Perbup Nomor 82 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Peraturan Bupati Nomor 50 tahun 2019 tentang Penjabaran Perubahan APBD TA 2019 diterbitkan tanggal 20 November 2019 atau 1 bulan 10 hari lagi menjelang akhir tahun anggaran.
- Logika waktu penambahan anggaran dan pelaksanaan kegiatan belanja barang dan jasanya. Perbup Nomor 82 tahun 2019 tersebut ditetapkan pada 20 November 2019. Di dalamnya ada penambahan pendapatan Rp 42,9 M dan penambahan anggaran belanja dengan jumlah yang sama. Penambahan anggaran belanja tersebut dialokasikan untuk Belanja Langsung yaitu untuk Belanja Modal dan Belanja barang dan jasa. Pertanyaannya, jika dihitung dengan proses kegiatan belanja barang dan jasanya, apakah bisa dengan penambahan anggaran mencapai puluhan miliar tersebut, semua kegiatannya selesai atau semua anggarannya bisa terserap?
- Perbup yang memiliki nomor sama, yakni Perbup Nomor 50 tahun 2019 tentang Penjabaran Perubahan APBD 2019 dan Perbup Nomor 50 tentang Kelompok Penggerak Wisata. Lebih anehnya lagi, ketika fakta atau keanehan tersebut telah terkuak, Bagian Hukum Setda Cianjur buru-buru mengubah perbup tentang pariwisata menjadi 50 A agar berbeda dengan perbup tentang APBD.
- Perubahan nomor Perbup tidak menggunakan angka bulat. Tak hanya dari hasil analisis CRC, ternyata Peneliti Senior pada Pusat Pengkajian Keuangan Negara & Daerah Universitas Patria Artha Makasar, Dr Yusran Lapananda SH MH pun memiliki analisis dan pendapat yang sama dengan CRC, yakni produk hukum daerah baik itu perda, perbup atau peraturan DPRD secara aturan harus menggunakan angka bulat untuk penomoran. Nomor bulat pada perda/perbup tidak dapat ditambahkan dengan huruf a, b, c, d, e dan seterusnya atau A, B, C, D, E dan seterusnya. Alhasil, jika ditemukan perda atau perbup misalnya bernomor 1 A, maka diduga kuat bahwa perda atau perbup tersebut menggunakan jurus-jurus simsalabim abrakadabra, penuh rekayasa dan cacat hukum.
- Adanya kerancuan redaksional pada 5 buah Perbup yang diterbitkan untuk mengubah Perbup Penjabaran APBD Tahun 2019 baik yang dibuat sebelum perubahan APBD 2019 maupun Perbup yang dibuat setelah perubahan APBD 2019. Kerancuan tersebut adalah adanya perbedaan antara judul atau nama Perbup dengan judul atau nama perbup yang tertera dalam lampiran I pada kelima Perbup perubahan tersebut. Di pasal 2, kalimat atau redaksionalnya Ringkasan Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada pasal 1 tercantum dalam lampiran 1. Sementara dalam lampiran 1, redaksionalnya menjadi Ringkasan Penjabaran Pergeseran APBD. Ada perbedaan atau ada penambahan kata Pergeseran. Dengan ditambahkannya kata Pergeseran pada judul semula menjadi Ringkasan Penjabaran Pergeseran APBD, itu memiliki arti yang berbeda dengan judul Ringkasan Penjabaran APBD.
“Sudah banyak data dan fakta yang menguatkan dugaan korupsi dan dugaan terjadinya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, baik Plt Bupati Cianjur, Herman Suherman maupun pejabat Tim Anggaran Pemerintah (TAPD) Cianjur berlum memberikan penjelasan.(gie)